9 Mar 2011

Minyak Saudi, Alat Politik Barat

ImageKrisis politik yang terjadi di Libya telah membuat banyak aktivitas pengeboran minyak di negara ini menjadi terhenti. Hal itu semakin menjadi-jadi setelah rakyat revolusioner Libya menguasai kota-kota minyak Libya. Sebagai negara pemilik cadangan minyak terbesar di Afrika dan pengekspor minyak ketiga terbesar di dunia. Penurunan produksi dan terhentinya ekspor minyak Libya telah menciptakan kecemasan di pasar minyak dunia yang berujung pada melonjaknya harga minyak hingga 120 dolar.


Namun lebih menarik mencermati perilaku pemerintah Arab Saudi yang mencoba memainkan peran juru penyelamat bagi Barat. Menarik karena alih-alih menyesuaikan kebijakan minyaknya dengan negara-negara produsen minyak, Arab Saudi justeru mengikuti kebijakan Barat. Arab Saudi sebagai negara terbesar produsen minyak dunia mengumumkan akan menggenjot produksi minyaknya guna menekan lonjakan harga minyak. Para pejabat Arab Saudi akhir pekan lalu menyatakan akan meningkatkan produksi minyak negara ini lebih dari 9 juta barel perhari.


Seperti biasanya, dalam kondisi krisis yang demikian terjadi peningkatan besar-besaran pertemuan dan kunjungan antara para pejabat Barat dan Saudi. Kenyataan ini membuktikan pentingnya posisi spesial Arab Saudi dalam mempengaruhi pasar minyak dunia. Selain itu, fleksibilitas yang ditunjukkan para pejabat Arab Saudi dalam mengikuti kebijakan Barat, membuat mereka dengan gampang mencampuri kontrol harga minyak Riyadh.


Sementara negara-negara produsen minyak yang melihat minyak sebagai alat strategis dan menjadi satu-satunya sumber pemasukannya, akan memandangnya sebagai kesempatan untuk memenuhi kekosongan anggaran mereka. Sementara yang kita saksikan saat ini, Arab Saudi justeru berusaha untuk menyenangkan para pembeli utama energi. Apa yang dilakukan Arab Saudi ini bukan yang pertama kalinya. Karena para peristiwa Revolusi Islam di Iran dan sejumlah perang Teluk Persia memberikan kemungkinan harga minyak mencapai harga tertingginya. Tapi lagi-lagi Arab Saudi memainkan peran di sini dan menggenjot produksi minyaknya guna menekan harga.


Kebijakan sepihak yang diambil Arab Saudi ini jelas-jelas ditentang oleh mayoritas negara-negara produsen minyak (OPEC), termasuk Republik Islam Iran. Karena sudah seharusnya setiap kenaikan dan penurunan harga minyak harus dilakukan lewat kesepakatan atau koordinasi negara-negara anggota OPEC. Apa yang dilakukan Arab Saudi mencerminkan ketidakadilan dan melanggar mekanisme yang ada di dalam OPEC sendiri.


Faktor utama yang melandasi standar ganda Arab Saudi ini dapat ditelusuri dalam hubungan luas dan kompleks antara para pejabat Saudi dan Barat. Dalam politik yang dimainkan Arab Saudi, dari satu sisi Riyadh di pertemuan IMF dan bahkan G-8 berusaha memperkuat hubungannya dengan negara-negara Barat lewat investasi minyak di Barat, dan pada saat yang sama, dengan memanfaatkan pengaruhnya di OPEC, Saudi tidak mengindahkan kepentingan negara-negara anggota organisasi ini. Hal ini dilakukannya dengan mencegah melonjaknya harga minyak. Apa yang dilakukan Riyadh selama ini adalah menjamin kepuasan negara-negara konsumen enegi, dan bukannya kerjasama adil di OPEC.


Arab Saudi memang benar telah berkorban demi Barat, khususnya Amerika. Tapi yang lebih penting lagi, para pejabat Saudi harus mengkaji apa yang dipikirkan Amerika tentang mereka.


Amerika tampaknya sedang berusaha menjadikan Irak mengambil posisi Arab Saudi. Sekalipun saat ini Irak hanya mengekspor minyak kira-kira 2 juta barel perhari, tapi negara ini punya potensi untuk meningkatkan ekspornya hingga 8 juta barel perhari. Amerika sejak berdirinya OPEC pada 1960 telah berusaha untuk menghancurkan organisasi ini. Setelah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit di Irak, Amerika kemudian ingin menghidupkan mimpi lama mereka tentang Irak. Langkah pertama yang dilakukannya adalah bagaimana caranya pengelolaan minyak Irak dikuasai pihak swasta agar produksi minyaknya dapat mendekati produksi Arab Saudi. Amerika merencanakan akan menjual minyak Irak dengan harga murah agar dapat menguasai OPEC. Kini yang menjadi pertanyaan, sampai kapan Riyadh ingin tetap melanjutkan kebijakan mengekor Gedung Putih? (IRIB/SL)

Artikel Terkait

- Reviewer: Asih - ItemReviewed: Minyak Saudi, Alat Politik Barat Deskripsi: Krisis politik yang terjadi di Libya telah membuat banyak aktivitas pengeboran minyak di negara ini menjadi terhenti. Hal itu semakin menjad... Rating: 4.5
◄ Newer Post Older Post ►