Pengamat Pusat Kajian Timur Tengah di Beirut, Hisham Jabir mengatakan, serangan terbaru ke Libya menunjukkan perubahan tujuan Barat terhadap negara ini.
Jabir hari Ahad (1/5) dalam wawancaranya dengan Press TV mengomentari pengeboman terbaru terhadap pos-pos komando Muammar Gaddafi oleh jet tempur Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) serta tewasnya putra Gaddafi beserta tiga cucunya. Ia mengatakan, tak jelas apakah Gaddafi juga tewas dalam serangan udara tersebut atau tidak. Ditambahkannya, dua bulan lalu Bab al-Aziziyah, tempat kediaman Gaddafi bukan target serangan NATO, namun sepertinya saat ini Barat mengincar sang diktator dengan menyerang tampat tinggalnya.
Jabir menambahkan, kecil kemungkinan Gaddafi turut menjadi korban dalam serangan udara tersebut, namun langkah baru NATO menunjukkan bahwa pasukan asing dalam waktu dekat akan menjadikan Gaddafi, tempat tinggal dan seluruh keluarganya sebagai target operasi mereka.
Menurutnya serangan ini membuat kejiwaan Gaddafi kian tertekan, sampai-sampai NATO menegaskan bahwa bukan hanya Gaddafi sebagai satu-satunya target pasukan Barat di Libya. Sementara itu, di tubuh NATO sendiri terjadi friksi soal strategi mereka di Libya, Jerman dan Italia berpendapat bahwa Gaddafi bukan target NATO dalam misi ini.
Jabir menambahkan, serangan terbaru NATO mengindikasikan adanya kebijakan baru organisasi ini. Hal ini menunjukkan NATO memiliki rencana lain di Libya di mana bisa jadi Gaddafi menjadi target mereka berikutnya. Masih menurut Jabir, di antara dua opsi, meninggalkan Libya atau tetap berkuasa di Libya, jika Gaddafi memilih opsi kedua maka tak diragukan lagi ia berniat melakukan gencatan senjata guna menghentikan serangan NATO. Namun jika demikian maka ia telah melakukan kesalahan besar.
Sementara itu, saat ini rakyat Libya tidak menghendaki Gaddafi terus memimpin dan juga berlanjutnya kehadiran pasukan NATO di negara mereka. Rakyat negara ini menghendaki pembentukan negara demokrasi. Mereka memahami jika pasukan NATO dibiarkan terus bercokol di Tripoli maka Libya akan bernasib sama seperti Irak dan Afghanistan. (irib)