Di Suriah, rasa takut mulai surut, dan perlahan digantikan rasa geram terhadap kesewenang-wenangan yang tak kunjung berakhir. Rabu pekan lalu, di Kota Daraa, sesuatu yang tidak terbayangkan terjadi: sekitar 200 pengurus Partai Baath mengundurkan diri. Sebelumnya, sekitar 28 pengurus di Baniya melakukan hal yang sama.
Baath merupakan partai yang berkuasa tanpa tandingan sejak 1963, seraya memiliki tentakel di hampir setiap kota di Suriah. Di kota-kota yang dikenal dengan perlawanannya terhadap Damaskus di atas, kekompakan sang partai mulai terganggu. Seperti Revolusi Melati di Tunisia, para pendukung rezim mulai menarik dukungan lantaran tak dapat menoleransi perlakuan brutal aparat keamanan terhadap para demonstran prodemokrasi.
Di Douma, tiga dokter rumah sakit Hamdan ditangkap aparat keamanan Senin malam pekan lalu. "Mereka mengabaikan perintah aparat keamanan untuk menolak merawat demonstran yang terluka dalam serangan pasukan keamanan," kata seorang aktivis di Douma kepada Al-Jazeera.
Aktivis lain mengaku menyaksikan polisi rahasia masuk paksa ke rumah sakit. Beberapa waktu kemudian, dia memperhatikan beberapa jenazah dan demonstran yang sedang dirawat-karena luka-lukanya menghilang. Kesewenang-wenangan ini tak hanya terdengar di Douma, daerah pinggiran Damaskus, tapi juga di daerah lain, seperti Berze, Jableh, dan Homs.
Belakangan, aparat keamanan Suriah kian membabi-buta dalam upaya menghentikan aksi protes yang terus berlangsung sejak bulan lalu. Dalam tempo tak lebih dari seminggu, Syrian Observatory for Human Rights mencatat, sudah 13 orang tewas dalam demonstrasi di Jableh. Belum termasuk daerah lain. Jumlah total yang tewas dalam demonstrasi hingga pekan lalu diperkirakan melebihi 400 orang.
Aparat keamanan semakin getol melakukan penggeledahan dari rumah ke rumah. Kalau sudah begini, biasanya koneksi telepon seluler dan Internet diputus. Douma, yang mulai berani memberontak, mulai dikucilkan: tak ada lagi transportasi publik yang menghubungkan Douma dengan Damaskus. Di antara kedua kota itu, terdapat tujuh pos pengecekan. Dan warga yang pulang dari salat jemaah di masjid diminta pulang sendiri-sendiri, untuk menghindari terjadinya kerumunan massa.
Di Daraa, pusat perlawanan, kondisinya lebih parah. Tak ada sambungan telepon, listrik, dan air. Warga mulai kesulitan mendapat makanan dan obat-obatan.
Masyarakat internasional pun geram. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon menyerukan investigasi independen terhadap kekerasan oleh aparat Suriah yang menewaskan ratusan warga sipil. Di belahan Eropa, duta besar Suriah di Prancis, Inggris, Jerman, Italia, dan Spanyol diundang oleh pemerintah setempat untuk membahas tuntutan agar Presiden Suriah Bashar al-Assad menghentikan kekerasan terhadap rakyatnya.
Uni Eropa juga mempertimbangkan menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Suriah. Selama ini, Suriah, yang masuk daftar pendukung kelompok teroris, sudah menerima sanksi. Menurut Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, situasi di Suriah tidak bisa lagi ditoleransi. "Seperti kasus di Pantai Gading dan Libya, tidak akan terjadi perubahan apa pun tanpa resolusi Dewan Keamanan," katanya.
Kali ini Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa tak satu suara. Dalam rapat Rabu pekan lalu, Dewan Keamanan gagal bersepakat dalam membuat pernyataan bersama mengutuk kekerasan Damaskus terhadap demonstran. Rusia, Cina, dan Libanon menentangnya.
Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Alexander Pankin, menyatakan ancaman sebenarnya adalah campur tangan dari luar yang hanya akan membawa lingkaran kekerasan tanpa akhir. "Ini adalah undangan perang saudara," ujarnya.
Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Susan Rice, dengan lantang mengatakan Amerika mengutuk kekerasan yang dilakukan Damaskus. "Pemerintah kami meminta Presiden Assad mengubah kebijakan sekarang dan mendengarkan suara rakyatnya." Menurut Rice, Amerika mempertimbangkan serangkaian opsi untuk Suriah, termasuk menjatuhkan sanksi.
Eksekutif Departemen Keuangan Amerika memerintahkan sanksi dijatuhkan kepada para petinggi Suriah yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Ini meliputi pembekuan aset, larangan perjalanan, juga larangan melakukan bisnis di Amerika.
Duta Besar Suriah untuk PBB, Bashar Jaafari, mengatakan pemerintah Bashar al-Assad telah menahan diri. Dia menyalahkan elemen kelompok bersenjata yang memicu kekerasan, sambil mengibarkan selembar kertas saat rapat, yang berisi daftar 51 anggota pasukan keamanan yang dibunuh oleh kelompok bersenjata.
Dia menambahkan, penguasa Suriah berhasil menghentikan kapal yang membawa senjata masuk ke negerinya yang dikirim oleh kelompok ekstrem di luar negeri. "Tujuan mereka adalah menggulingkan pemerintah. Respons Suriah wajar," katanya. Dia pun menuduh Amerika menyokong oposisi. Ada bocoran data bahwa Amerika memang membantu dana kelompok prodemokrasi Suriah.
Jumat pekan lalu, ganti Dewan Hak Asasi Manusia PBB menggelar rapat khusus. Pertemuan diusulkan oleh Amerika Serikat dan sepuluh negara Eropa, plus Jepang, Meksiko, Korea Selatan, Senegal, dan Zambia. Tapi tak satu pun negara Timur Tengah bergabung dalam kelompok ini.
Menurut Jaafari, Komisi Investigasi Nasional telah menyelidiki insiden kekerasan terhadap warga sipil dan militer, dan akan mengumumkan temuan mereka segera. Dia meminta Dewan Keamanan mendengarkan laporan resmi, bukan dari media.
Di dalam negeri, keadaan tak berubah. Di hari yang sama dengan pertemuan Dewan Keamanan, sembilan orang tewas di Daraa. Seorang warga, Mohsen, mengatakan aparat keamanan masih terus menyisir rumah warga, menangkapi mereka yang diduga aktivis gerakan reformasi dan simpatisannya.
Jalan Masih Panjang...
1963
Suriah memberlakukan undang-undang darurat militer sejak Partai Baath berkuasa. Semua oposisi dilarang.
16 Maret 2011
Pasukan keamanan Suriah membubarkan aksi diam di Lapangan Marjeh, Damaskus, ketika para demonstran membawa-bawa gambar keluarga dan teman mereka yang dipenjarakan akibat kegiatan politik.
18 Maret
Tentara membunuh tiga demonstran di Daraa yang menuntut kebebasan politik dan diakhirinya korupsi. Demonstrasi meluas ke Homs dan Baniya.
23 Maret
Enam demonstran tewas di kompleks Masjid Omari di Daraa, dan mengundang aksi lebih besar. Pemerintah menyatakan Presiden Bashar al-Assad memberhentikan Gubernur Daraa Faisal Kalthoum.
24 Maret
Penasihat Assad menyatakan Presiden memerintahkan pembentukan komite untuk meningkatkan standar kehidupan dan mempelajari pencabutan undang-undang darurat perang.
26 Maret
Untuk menghentikan aksi, Assad membebaskan 260 tahanan politik dan 16 lainnya di hari berikutnya. Sedangkan aksi terus berjalan dan korban berjatuhan. Setidaknya 12 orang tewas dalam demonstrasi di Latakia.
29 Maret
Assad menunjuk Naji al-Otari, kepala pemerintahan yang mengundurkan diri, sebagai perdana menteri sementara.
30 Maret
Sejak protes meletus, pertama kali Assad berpidato. Dia menyalahkan konspirator asing sebagai penyebab kerusuhan di negerinya.
31 Maret
Presiden memerintahkan investigasi atas kematian dalam berbagai aksi di Daraa dan Latakia.
6 April
Assad memerintahkan penutupan satu-satunya kasino di Suriah dan membatalkan peraturan larangan guru mengenakan jilbab.
14 April
Mantan Menteri Pertanian Adel Safar menjadi perdana menteri dalam pemerintahan baru. Assad memerintahkan pembebasan ratusan demonstran yang ditahan, kecuali pelaku kriminal.
18 April
Menteri Dalam Negeri menuduh aksi belakangan yang diwarnai kekerasan adalah pemberontakan bersenjata oleh kelompok Salafi, yang dianggap sebagai kelompok militan.
19 April
Kabinet mengajukan draf peraturan yang membatalkan undang-undang darurat militer. Namun Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan peraturan baru, yaitu setiap warga yang akan berdemonstrasi harus mendapat izin.
21 April
Assad mengeluarkan keputusan mengakhiri undang-undang darurat militer, menjamin hak berdemonstrasi dengan damai, dan menghapus pengadilan keamanan. (tempointeraktif)