Televisi satelit Al Jazeera yang berbasis di Sana’a dicabut izinnya oleh pihak berwenang di yaman karena dianggap oleh rezim Ali Abdullah Saleh telah mendukung sabotase di yaman
"Karena ada sejumlah media yang berulang kali mencampuri urusan dalam negeri Yaman, aparat keamanan memutuskan untuk menyegel kantor stasiun televisi Al Jazeera yang bermarkas di Doha di Sana’a dan mencabut izin operasionalnya," kata seorang pejabat kementerian informasi seperti dikutip kantor berita Saba, Sabtu (9/4).
"Tindakan final ini dilakukan setelah televisi Al Jazeera terus saja menjalankan rencana bawah tanah dan mendukung sabotase yang bertujuan untuk menghasut, menimbulkan kebencian dan perlawanan terhadap pemerintah di sejumlah provinsi di Yaman," tambah pejabat itu.
"Selain itu, Al Jazeera juga melanggar hukum di Yaman dan kurang memiliki kredibilitas, profesionalisme, dan berat sebelah dalam meliput unjuk rasa anti-pemerintahan di Yaman," tambahnya.
Hal itu dilakukan beberapa jam setelah Yaman menarik duta besarnya untuk Qatar, menanggapi pernyataan Perdana Menteri Qatar dan Menteri Luar Negeri Sheikh Hamad bin Jassem bin Jabr al-Thani bahwa Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) berharap mencapai kesepakatan dengan presiden Yaman agar ia mengundurkan diri.
Maret lalu, Yaman mengumumkan pengusiran Al Jazeera yang meliput kerusuhan Arab secara ekstensif setelah, menurut Yaman, stasiun televisi tersebut menayangkan penyiksaan di sebuah penjara Irak dan diklaim direkam di Yaman.
Penutupan kantor-kantor Al Jazeera di Sana’s dilakukan akibat kesalahan informasi dan penayangan rekaman yang keliru, kata Kementerian Informasi Yaman.
Al-Jazeera sempat menayangkan rekaman penyiksaan di sebuah penjara Irak dan menyatakan seolah-olah rekaman itu diambil di Yaman.
Rekaman video itu tidak hanya membuat kesal para pejabat Yaman, namun juga para penduduk yang merasa terperanjat dengan munculnya rekaman yang mereka anggap sebagai kebohongan besar. Seorang penduduk setempat, Ammar al-Yamani, mengatakan bahwa sebelumnya dirinya tidak saja meragukan kredibilitas Al Jazeera, namun kejadian itu membuat kelanjutan liputan Al Jazeera di Yaman diragukan.
"Saya selalu merasa Al Jazeera mungkin sedikit melebih-lebihkan, dan ini yang membuat beritanya jadi lebih menarik. (Al Jazeera) juga menghubung-hubungkan berbagai peristiwa yang berbeda meski terkadang tidak ada kaitannya," kata Ammar.
Megenai rekaman video Irak itu, Ammar mengatakan, "Sulit dipercaya bahwa sebuah channel berita besar yang punya banyak arsip dan sumber daya tidak tahu apakah video itu benar atau tidak."
"Mereka harus memeriksa sebelum menyiarkan. Entah mereka bodoh karena menyiarkan video tanpa memeriksanya atau bodoh karena berpikir tidak ada yang tahu bahwa itu video penjara Irak, bukan di Yaman," tambahnya.
Dalam pernyataan yang tidak merujuk pada kejadian itu, Al Jazeera mengecam Yaman yang melakukan pengusiran. Al Jazeera menyebutkan, kantor-kantornya di Sanaa diserbu oleh 20 orang pria bersenjata.
"Ketika kami mengatakan bahwa aparat semestinya memberikan perlindungan yang memadai kepada kami, bukan tindakan seperti itu yang ada dalam benak kami," kata Al Jazeera.
"Tim kami di Yaman secara berani dan luar biasa meliput kejadian di sana selama bertahun-tahun," tambah televisi tersebut.
Yaman, yang menuding pemberitaan Al Jazeera condong pada kelompok penentang rezim, bulan lalu mengusir dua orang koresponden Al Jazeera dari Yaman karena mereka dianggap bekerja secara ilegal dan bertindak tidak profesional.
Perintah itu dikeluarkan setelah para pendukung rezim Presiden Ali Abdullah Saleh menembak 52 pengunjuk rasa di Sana’a, memicu lahirnya kecaman internasional.(SMcom)