26 Oct 2010

Dibalik Perang Mata Uang AS-China

ImageMemanasnya perang mata uang di tengah kecamuk krisis ekonomi yang mendera Negeri Paman Sam, mendorong Menteri Keuangan AS Timothy Geithner terpaksa bertandang ke China Ahad ini (24/10) untuk menggelar perundingan. Tindakan China yang berusaha mempertahankan nilai yuan pada level rendah ditengarai sebagai sumber sengketa antara Beijing dan Washington dalam beberapa bulan terakhir ini.
Bukan hanya para pejabat ekonomi AS, kalangan Kongres pun menuding China sengaja mendevaluasi yuan supaya komoditas ekspornya tetap bisa bersaing di pasar global. Sebaliknya Beijing menuduh Washington menerapkan kebijakan moneter yang tidak bertanggung jawab sehingga menyebabkan nilai tukar dolar melemah dan arus modal panas pun menyerbu negara-negara emerging market untuk memperoleh keuntungan jangka pendek. Masalah inilah yang membuat silang sengkarut di antara dua raksasa ekonomi dunia itu tak juga beres.


Menanggapi hal tersebut Menteri Keuangan AS Timothy Geithner menyinggung pertemuan negara-negara G-20 di Korea Selatan dan menyatakan, para menteri keuangan G-20 telah mencapai kata sepakat soal pentingnya peningkatan secara bertahap nilai mata uang negara-negara yang memiliki surplus perdagangan tinggi. Dalam laporan departemen keuangan AS juga disebutkan, negara-negara yang mempertahankan nilai mata uangnya jauh lebih rendah dari nilai aslinya telah berkomitmen untuk bergerak menuju sistem transaksi yang berbasiskan pasar.


Menteri keuangan AS dalam wawancaranya dengan Televisi Bloomberg seusai menghadiri sidang G-20 di Korea Selatan menandaskan, "China beranggapan bahwa peningkatan nilai yuan akan menguntungkan pihaknya lantaran tidak ingin Bank Sentral AS mengendalikan kebijakan moneternya". Ia menilai, China merupakan negara mandiri dengan kekuatan ekonomi yang besar dan tumbuh cepat. Meski demikian, Timothy berharap Beijing bisa menggerakkan kebijakan ekonominya secara lebih dinamis karena itu perlu diupayakan peningkatan nilai yuan secara berkesinambungan.


Sementara itu, Kongres AS dan sebagian ekonom dunia berkeyakinan bahwa nilai yuan saat ini 20 persen lebih rendah daripada nilai yang semestinya. Jeffry Frieden, professor dari Universitas Harvard menjelaskan, tindakan China yang berusaha mempertahankan nilai yuan tetap rendah, bukan hanya merusak ekonomi AS tetapi juga bagi sebagian besar negara-negara dunia. Pakar masalah moneter dan finansial di banyak negara itu menambahkan, rekayasa devaluasi yuan yang dilakukan China, sejatinya akan menyeret negara-negara dunia untuk berlomba-lomba menurunkan nilai mata uangnya. Di sisi lain, ia juga menilai bahwa pelemahan nilai yuan juga menjadi biang utama yang membuat perbaikan ekonomi di Negeri Paman Sam tak juga membaik. Meski Jeffry tak mengingkari kelemahan internal ekonomi AS, namun kebijakan China itu dinilainnya telah menyebabkan kebijakan ekonomi AS di kancah global terseok-seok. (IRIB/LV/NA)

Artikel Terkait

- Reviewer: Asih - ItemReviewed: Dibalik Perang Mata Uang AS-China Deskripsi: Memanasnya perang mata uang di tengah kecamuk krisis ekonomi yang mendera Negeri Paman Sam, mendorong Menteri Keuangan AS Timothy Geithner ... Rating: 4.5
◄ Newer Post Older Post ►