Saya turut merasakan keprihatinan yang semakin luas atas ketidakserasian mata uang di dunia saat ini. Menteri Keuangan Brasil berbicara mengenai bahaya pecahnya perang mata uang. Apa yang dikatakannya itu benar karena di pasar mata uang itulah berbagai kebijakan ekonomi dan berbagai sistem politik yang berbeda-beda tersebut berinteraksi dan bentrok.
Sistem nilai tukar yang ada sekarang ini berat sebelah. Pada dasarnya, Cina mengaitkan mata uangnya dengan dolar, sementara sebagian besar mata uang negara-negara lainnya berfluktuasi secara bebas. Cina punya sistem dua tingkat yang dengan ketat mengontrol capital account (bagian neraca pembayaran yang terdiri atas arus keuangan internasional jangka pendek dan jangka panjang.). Sebagian besar mata uang lainnya tidak membedakan antara current account (bagian neraca pembayaran yang terdiri atas ekspor dan impor barang serta jasa) dan capital account. Ini membuat mata uang Cina, renminbi, undervalued dan menjamin surplus perdagangan yang besar bagi Cina.
Yang paling penting, pengaturan seperti ini memungkinkan pemerintah Cina menarik keuntungan dari nilai ekspornya tanpa mengganggu insentif yang membuat rakyatnya bekerja begitu keras dan begitu produktif. Efeknya sama dengan pengenaan pajak, tapi lebih efektif. Rahasia keberhasilan Cina ini membuat negeri itu unggul dalam perdagangan dibanding negara-negara lain karena punya kelebihan dalam memanfaatkan surplus tersebut. Dan kebijakan ini melindungi Cina dari krisis keuangan yang telah mengguncang negara-negara maju. Bagi Cina, krisis ini merupakan peristiwa eksternal yang dialaminya, terutama dalam bentuk penurunan sementara ekspor.
Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa sejak terjadinya krisis keuangan itu, Cina sudah berada di kursi sopir ekonomi dunia. Pergerakan mata uangnya punya pengaruh yang menentukan nilai tukar mata uang pada umumnya.
Awal tahun ini, ketika mata uang euro mengalami kesulitan, Cina telah mengambil kebijakan wait-and-see. Tidak ikutnya Cina membeli euro menyumbang merosotnya mata uang ini. Ketika euro anjlok sampai US$ 1,20, Cina akhirnya turun tangan menjaga euro sebagai mata uang internasional. Pembelian yang dilakukan Cina mengerem kelanjutan anjloknya euro.
Belum lama ini, ketika Kongres Amerika Serikat mengancam akan mengeluarkan legislasi terhadap manipulasi mata uang yang dilakukan Cina ini, Beijing membiarkan nilai renminbi naik dua poin persentase terhadap dolar. Namun meningkatnya nilai euro, yen, dan mata uang lainnya menggantikan penurunan nilai dolar ini, sehingga Cina tetap diuntungkan.
Posisi dominan Cina ini sekarang terancam, baik oleh faktor eksternal maupun faktor internal. Showdown global di ambang pintu itu telah meningkatkan tekanan diberlakukannya langkah-langkah proteksionis.
Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Brasil secara sepihak telah melakukan intervensi dalam pasar mata uang. Jika mereka mulai meniru Cina dengan mengenakan restriksi transfer modal, Cina bakal kehilangan sebagian dari keuntungan yang sekarang dinikmatinya. Pasar mata uang global bakal mengalami kekacauan, dan ekonomi global bakal mengalami kemerosotan.
Michael Pettis, pakar mengenai Cina, sudah menunjukkan bahwa konsumsi sebagai persentase PDB telah turun dari level yang sudah rendah, sebesar 46 persen, pada 2000 menjadi 35,6 persen pada 2009. Tambahan dana yang diinvestasikan dalam barang modal tidak banyak memberikan hasil yang diharapkan. Mulai sekarang dan selanjutnya, konsumsi harus tumbuh lebih cepat daripada PDB
Pertimbangan-pertimbangan eksternal mendesak diapresiasinya renminbi. Tapi setiap penyesuaian mata uang harus menjadi bagian dari suatu rencana yang terkoordinasi secara internasional guna mengurangi terjadinya ketidakseimbangan global. Ketidakseimbangan yang terjadi di Amerika Serikat merupakan cerminan citra ketidakseimbangan yang terjadi di Cina. Sementara Cina terancam inflasi, AS menghadapi risiko deflasi. Konsumsi yang mencapai hampir 70 persen dari PDB di AS itu terlalu tinggi. AS perlu stimulus fiskal untuk meningkatkan daya saing, bukan apa yang dinamakan "quantitative easing" (peredaran kuantitatif) dalam kebijakan moneter, yang mendongkrak tekanan pada mata uang kecuali renminbi.
AS perlu menuntut dinaikkannya nilai renminbi guna mengurangi defisit perdagangan dan mengurangi beban akumulasi utangnya. Cina, pada gilirannya, bisa menerima dinaikkannya nilai renminbi dan diturunkannya laju pertumbuhannya secara keseluruhan selama pangsa konsumsi dalam ekonominya juga meningkat dan peningkatan taraf hidup rakyatnya terus berlanjut. Publik di Cina bakal terpuaskan. Hanya, para eksportir bakal menderita, dan surplus yang dinikmati Cina bakal berkurang. Apresiasi renminbi yang terlalu tinggi bakal membawa bencana, seperti dikatakan Perdana Menteri Wen Jiabao, tapi 10 persen per tahun bisa ditoleransi.
Karena pemerintah Cina merupakan pihak yang diuntungkan secara langsung dari surplus mata uang, ia harus memiliki pandangan jauh ke depan untuk menerima penurunan surplus mata uang ini serta mengakui keuntungan-keuntungan yang tergantikan dengan mengkoordinasi kebijakan ekonominya dengan negara-negara lainnya di dunia. Para pemimpin Cina perlu mengakui bahwa negeri mereka tidak bisa terus tumbuh tanpa memberikan perhatian yang lebih besar kepada kepentingan mitra-mitra dagangnya.
Hanya Cina yang bisa mengambil inisiatif dan memulai proses kerja sama internasional ini, karena ia yang bisa memberikan harapan diapresiasinya renminbi. Cina sudah mengembangkan mekanisme yang dirancang dengan baik dalam konsensus di dalam negeri. Sekarang ia harus melangkah lebih jauh ke depan dan membangun konsensus internasional. Imbalannya adalah diterimanya kebangkitan Cina itu oleh negara-negara lainnya di dunia.
Diakui atau tidak, Cina telah muncul sebagai sebuah negara yang memimpin dunia. Jika ia gagal memenuhi tanggung jawab kepemimpinan ini, sistem mata uang global bakal ambruk dan bersama itu ambruk pula ekonomi dunia. Bagaimanapun, surplus perdagangan Cina pasti akan berkurang, tapi akan jauh lebih baik bagi Cina jika itu terjadi akibat meningkatnya taraf hidup rakyat Cina, bukan akibat menyurutnya ekonomi global.
Kemungkinan bakal terjadinya sesuatu yang positif memang kurang menggembirakan, namun kita harus berjuang mencapainya. Sebab, tanpa kerja sama internasional, dunia akan terjerumus ke dalam pergolakan dan kekacauan. *
George Soros - Chairman Soros Fund Management
Hak cipta: Project Syndicate, 2010.