12 Apr 2011

Rezim Al Khalifa, Benteng Terdepan Kepentingan Para Diktator Arab?

ImageAksi demonstrasi rakyat anti pemerintahan Bahrain yang meluas ke seluruh pelosok negara, benar-benar telah menggoyang rezim Al Khalifa. Tapi dampak dari protes luas di Bahrain lebih dirasakan oleh rezim-rezim di kawasan ini. Para penguasa Arab di Timur Tengah, khususnya Teluk Persia terpaksa berpikir keras untuk mencegah aksi semacam itu menyebar ke negaranya. Bahkan sebagian dari rezim-rezim ini sepert Arab Saudi dan Uni Emirat Arab telah mengirim pasukan mereka ke Manama guna menumpas aksi demonstrasi damai rakyat Bahrain.


Di sisi lain, menurut majalah Foreign Policy apapun saja transformasi Timur Tengah dan Afrika Utara, namun pememangnya sudah diketahui dan itu adalah Republik Islam Iran. Karena apa yang terjadi di dua kawasan ini, rezim-rezim penentang Iran satu persatu mulai tumbang dan para diktator yang berkuasa perlahan-lahan mulai meletakkan kekuasaannya. Pertama, Hosni Mubarak di Mesir dan kini giliran Muammar Gaddafi di Libya.


Sebelum ini, diktator Gaddafi selama berkuasa berkali-kali mencela sikap Iran yang tetap mempertahankan sikapnya terkait masalah nuklir di hadapan tekanan Barat. Muammar Gaddafi juga menegaskan bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat bertahan melawan Amerika. Rezim Gaddafi sendiri pada 2003 akhirnya takluk di hadapan tekanan Amerika dan menyerahkan seluruh perlengkapan nuklir Libya kepada Paman Sam. Namun apa yang terjadi sekarang? Pesawat-pesawat tempur Amerika kini tengah membombardir posisi militer Libya dan berputar-putar di atas gedung kepresidenan Sang Kolonel.


Namun apa yang terjadi di Timur Tengah tidak berhenti pada Muammar Gaddafi. Rezim Arab Saudi yang punya hubungan dekat dengan Bahrain melihat nasibnya juga bergantung pada negara kecil ini. Tumbangnya rezim Al Khalifa di Bahrain bakal mendorong rakyat di Timur Tengah untuk menggulingkan rezim-rezim yang sama. Itulah mengapa sekalipun sebelumnya terdapat perselisihan di antara negara-negara Arab Teluk Persia, tapi terkait Bahrain mereka kemudian bersatu.


Pengiriman pasukan Saudi ke Manama, selain untuk menumpas aksi demonstrasi damai rakyat Bahrain, rezim Riyadh berusaha mempertahankan keluarga Al Khalifa untuk tetap berkuasa di negara ini. Pengiriman pasukan Arab Saudi ke Bahrain sejatinya aksi campur tangan urusan dalam negeri negara lain. Bahkan lebih dari itu, pengiriman pasukan ini berarti praktis Arab Saudi telah menduduki Bahrain. Tampaknya rezim Saudi tidak mengambil pelajaran dari pendudukan Amerika di Irak, atau Amerika yang sengaja membiarkan sekutu terdekatnya bersikap demikian.


Rezim Saudi perlu mencamkan bahwa mereka yang turun ke jalan-jalan di Manama melakukan aksi demonstrasi adalah rakyat Bahrain yang menuntut hak-haknya sebagai warga negara. Mereka adalah warga negara Bahrain yang sudah letih menyaksikan kehadiran armada angkatan laut kelima Amerika di negaranya. Intervensi militer Saudi di Bahrain juga mendapat lampu hijau dari Amerika. Itu berarti apa yang dilakukan Arab Saudi hanya pengulangan dipecundanginya tentara pendudukan.


Arab Saudi dan seluruh penguasa Arab Teluk Persia sebenarnya tidak mengkhawatirkan situasi Bahrain. Mereka lebih mencemaskan teriakan Allahu Akbar di sekeliling istananya. Untuk itu, kebangkitan rakyat Bahrain harus segera ditumpas agar tidak menjalar ke rezim-rezim Arab lainnya. Bagi mereka, Bahrain saat ini merupakan benteng terdepan yang membela kepentingan para diktator Arab. Namun pertanyaannya, apakah ada yang dapat bertahan di hadapan tekad kuat rakyat muslim Bahrain? (irib)

Artikel Terkait

- Reviewer: Asih - ItemReviewed: Rezim Al Khalifa, Benteng Terdepan Kepentingan Para Diktator Arab? Deskripsi: Aksi demonstrasi rakyat anti pemerintahan Bahrain yang meluas ke seluruh pelosok negara, benar-benar telah menggoyang rezim Al Khalifa. Tapi... Rating: 4.5
◄ Newer Post Older Post ►