Berawal dari Benghazi, 42 tahun silam. Kapten Moammar Qadhafi muda memimpin sejumlah tentara muda melakukan kudeta. Saat itu, Raja Idris I sedang berobat di Turki, sehingga perebutan kekuasaan berlangsung tanpa pertumpahan darah.
Ketika itu, Qadhafi muda mendapat dukungan rakyat. "Kami pikir, revolusi Qadhafi demi kebebasan dan hak asasi manusia," kata Fathi Baja, warga Benghazi yang mendukung langkah Qadhafi saat itu. Ironisnya, 42 tahun kemudian, ia kembali ikut revolusi, tapi kali ini untuk "memecat" Qadhafi. "Setelah empat dekade, yang ada hanya kekacauan," ujarnya. "Yang ada kediktatoran yang brutal."
Dipimpin Qadhafi, yang lahir dari keluarga Badui pada 1942, Libya menjadi begitu terkenal. Dia menyediakan surga bagi para penentang Barat.
Di bawah kepemimpinannya, tak ada presiden ataupun perdana menteri. Dia juga tak mengangkat diri menjadi jenderal, tapi hanya kolonel. Qadhafi cuma menyebut diri sebagai pemimpin dan pengarah.
Pada 1970-an, ia mengeluarkan "Buku Hijau" yang menggabungkan sosialisme, kapitalisme, dan Islam untuk mengatur negerinya. Buku ini seolah menjadi konstitusi yang tak pernah ada selama kepemimpinannya.
Dia juga mendeklarasikan sistem "jumhuriyah": kekuasaan ada di tangan rakyat. Implementasinya, kekuasaan berada di tangannya sendiri.
majalah.tempointeraktif