Pemimpin Kashmir memboikot pertemuan dengan anggota Parlemen India yang berlangsung Senin kemarin. Sementara itu, pemerintah India, khususnya pihak keamanan telah menempatkan pemimpin Kashmir sebagai tahanan rumah.
Sebelumnya, lebih dari 100 warga sipil telah tewas dalam bentrokan yang berlangsung selama tiga bulan. Di ibukota Srinagar diberlakukan jam malam untuk mengahdapi dan menghentikan aksi pengunjuk rasa, yang terus melakukan perlawan terhadap aparat keamanan dengan melemparkan batu terhadap mereka. Kemudian lemparan batu dibalas dengan tembakan dengan peluru tajam, yang mengakibatkan banyak jatuh korban di kalangan warga sipil.
Perdana Menteri Manmohan Singh mengadakan pertemuan darurat dengan semua partai politik utama, Minggu lalu, dan memutuskan untuk mengirim delegasi 37 anggota Parlemen yang akan berkunjung ke Kashmir untuk berbicara dengan politisi lokal dan kelompok bisnis.
Di tengah-tengah langkah pemerintah India yang ingin melakukan dialog dengan para pemimpin Kashmir, tapi justru India menempatkan para pemimpin Kashmsir di bawah tahanan rumah. Dua pemimpin Kashmir mengatakan kepada Reuters polisi telah menempatkannya di bawah tahanan rumah. Polisi menolak untuk mengkonfirmasi penangkapan. Kami memilih untuk tidak memenuhi undangan delegasi Parlemen India, dan kami mengirimkan memorandum," ujar Mirwaiz Umar Farooq, pemimpin ulama Kashmsir, dan Ketua Organisasi Hurriyat (Kemerdekaan).
"Kita telah melihat bahwa hanya ketika terjadi krisis besar, pemerintah India memperhatikan kondisi di Kashmir, dan berusaha memahami aspirasi kita. Begitu krisis mereda, maka pemerintah tidak ada lagi perhatian terhadap kondisi rakyat Kashmir", tambah Umar Farooq.
"Kita sekarang waspada bahwa saat ini kunjungan anggota Parlemen India, yang hanya merupakan upaya dari manajemen krisis jangka pendek," kata Farooq dalam memorandum itu. Justru pemerintah India menggunakan kekuatan militer untuk menghadapi pembangkangan rakyat sipil. Inilah merupakan tindakan kekerasan yang sudah permanen yang dilakukan pemerintah India, ucap Farooq
Tetapi, sebagian politisi Pro-India di kawasan mayoritas Muslim bertemu dengan anggota parlemen dan meminta untuk mendorong kemajuan di Kashmir, termasuk otonomi daerah dan untuk pencabutan hukum darurat militer, yang memberikan pasukan keamanan kekebalan dalam kasus tewasnya warga sipil.
Mehbooba Mufti, pemimpin oposisi Kashmir yang dikirim untuk menghadiri pertemuan hari Senin, di sebuah kota Srinagar, tetapi tidak hadir.
Keputusan Konferensi Nasional Masyarakat dan Partai Demokrat menerima kekuasaan India di Kashmir. Sebagai wakil New Delhi mendarat di Srinagar, ibukota musim panas negara itu, pemerintah diberlakukan jam malam yang ketat di seluruh wilayah. pasukan keamanan bersenjata berat berpatroli di jalan-jalan sepi dan pengeras suara dipasang pada kendaraan polisi meminta warga untuk tinggal di dalam rumah, kata saksi.
Oposisi utama Rakyat Kashmir Partai Demokrat menegaskan kembali panggilan untuk membebaskan tahanan politik dan untuk mencabut hukum kekebalan terhadap pasukan keamanan. Putusan Konferensi Nasional meminta bahwa otonomi diberikan kepada negara.
Pasukan India banyak membunuhi para pemuda atau remaja, dan akibat berita kematian itu lebih banyak orang turun ke jalan-jalan dan menyebabkan bentrokan mematikan lebih lanjut dengan aparat keamanan.
Seorang wanita 22 tahun tewas dalam protes pada hari Minggu malam di kota utara Sopore, sehingga jumlah warga sipil yang meninggal menjadi 106. Jam malam dan pemogokan telah menutup Srinagar dan kota-kota lainnya selama berminggu-minggu yang mengakibatkan penduduk kekurangan makanan dan obat penting.
Kelompok-kelompok politik di Kashmir dan partai-partai menuntut penarikan pasukan India dan pasukan "anti-terorisme", termasuk Pasukan Khusus yang jumlahnya mencapai 500.000 pasukan. (Eramuslim.com)