Laporan lokal mengatakaan bahwa panggilan sholat melalui pengeras suara telah dilarang di bagian utara Tajikistan ketika Muslim di seluruh dunia siap untuk menyambut bulan suci Ramadhan, yang dimulai pada 11 dan 12 Agustus.
Laporan mengatakan bahwa pihak otoritas di kota bagian utara Tajikistan, Panjakent di provinsi Sughd telah melarang adzan melalui pengeras suara karena mereka mengatakan bahwa adzan tersebut dapat menyebabkan kebingungan dan mengganggu ketenangan.
Tajikistan adalah negara berpenduduk dominan Muslim.
Umat Muslim menjalankan bulan suci dengan menjauhkan diri dari makanan, minuman, merokok dan melakukan hubungan intim selama jam-jam matahari masih bersinar di siang hari.
Sebenarnya, pelarangan adzan menggunakan pengeras suara tersebut bukan yang pertama bagi Tajikistan. Pada beberapa tahun silam, Masjid-Masjid yang tidak terdaftar di ibu kota Dushanbe juga tidak menyiarkan panggilan adzan melalui pengeras suara, Muslim lokal mengatakan pada Forum 18 News Service, namun pada waktu itu para pejabat menyangkal bahwa tidak ada surat ketetapan yang telah dikeluarkan. Shamsuddin Nuriddinov dari departemen urusan agama pemerintahan kota mengakui kepada kantor berita Forum 18 bahwa pihak otoritas telah "meminta" para pemimpin masjid-masjid yang tidak terdaftar untuk tidak menggunakan pengeras suara untuk seruan adzan. Nuriddinov menyakini bahwa tempat-tempat ibadah Muslim yang tidak terdaftar tidak dapat dianggap sebagai Masjid dan beroperasi secara ilegal.
Juru bicara untuk kemuftian Tajikistan, Said Negmatov, engatakan pada kantor erita Forum 18 bahwa ia "belum mendengar apapun" tentang sebuah surat keputusan dari otoritas kota dan oleh karenanya tidak dapat memberikan keterangan.
Imam-hatyb dari Masjid pusat Dushanbe, Khabibhon Azimjanov memberikan informasi yang lebih baik. "Saya memang mendengar tentang sebuah surat keputusan tersebut," ia mengatakan pada kantor berita Forum 18. "Pada faktanya itu bahkan bukan sebuah surat keputusan, hanya sebuah permintaan verbal." Ia mengatakan bahwa perintah tersebut tidak mempengaruhi Masjidnya dan banyak Masjid besar lainnya, dan bahwa Masjid pusat masih menggunakan pengeras suara untuk menyiarkan panggilan sholat seperti sebelumnya.
"Kemungkinan bahwa orang-orang yang sudah lanjut yang merasa sulit untuk mencapai Masjid yang lebih besar akan menginginkan panggilan sholat tersebut dibuat menggunakan pengaeras suara di mahalla (kota distrik) mereka, namun waktu telah berubah," Azimjanov menambahkan. "Sekitar sepuluh tahun yang lalu panggilan sholat disiarkan melalui radio, namun sekarang tidak mungkin!"
Ketua departemen urusan keagamaan dari pemerintahan kota, Shamsuddin Nuriddinov, mengakui pada kantor berita Forum 18 bahwa pihak otoritas telah "meminta" para pemimpin Masjid-masjid yang tidak terdaftar untuk tidak menggunakan pengeras suara untuk panggilan sholat.
Bagaimanapun juga, ia meyakini bahwa hanya tempat-tempat ibadah Muslim yang terdaftar yang dapat dianggap sebagai Masjid. "Menurut hukum Tajikistan tentang Agama, pendaftaran bersifat wajib dan oleh karenanya asosiasi keagamaan yang tidak terdaftar beroperasi di luar hukum," Nuriddinov kepada kantor berita Forum 18. Pada faktanya tidak ada pada hukum agama tentang sebuah persyaratan untuk mendaftar.
Pada bulan lalu, pemerintahan Mesir juga menyerukan hal yang agak mirip dengan yang diserukan pihak otoritas Tajikistan. Menyambut datangnya Ramadhan, Mohamed Zaqzouq, Menteri urusan Wakaf Islam Mesir, mengumumkan bahwa semua mikrofon akan dilepaskan dari semua Masjid-Masjid di Kairo untuk digantikan dengan sebuah panggilan adzan yang disatukan. Dengan tujuan yang agak sedikit berbeda dengan yang diajukan otoritas Tajikistan, menteri tersebut mengatakan, "Ini adalah sebuah rencana yang bertujuan untuk menghilangkan keributan yang dipicu oleh suara-suara yang tumpang tindih dari imam-imam Masjid yang tak terhitung jumlahnya ketika tiba waktu sholat." (Suaramedia.com)