TEHERAN – Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mengkritik negara-negara tertentu anggota permanen dewan keamanan PBB karena menerapkan kebijakan reaksioner yang terbelakang.
Berbicara dalam upacara penutupan KTT G-15 di Teheran, presiden Iran tersebut mengatakan bahwa negara-negara tertentu anggota permanen Dewan Keamanan PBB masih hidup di akhir era 1940-an dan “mengharapkan negara-negara lain mengikuti langkah mereka.”
“Dewan Keamanan PBB masih menjalankan hukum reaksioner pasca Perang Dunia II, dan oleh karena itu telah kehilangan efisiensi dan tidak dapat dipercaya,” tambahnya.
Sebelumnya, pada hari Senin, Iran menandatangani deklarasi nuklir menyusul pembicaraan segitiga dengan Brazil dan Turki, setelah upaya intensif ketiga negara tersebut untuk mencapai solusi diplomatis terkait program nuklir Iran.
Iran telah menyetujui pengiriman uraniumnya ke Turki untuk diperkaya dan menyelesaikan perseteruan internasional terkait program nuklir negara tersebut, demikian dilaporkan oleh kantor berita Anatolia pada hari Senin dengan mengutip ucapan sejumlah sumber diplomat.
Kesepakatan tersebut tercapai setelah pembicaraan selama 18 jam di Teheran antara menteri luar negeri Brazil, Iran, dan Turki, kata laporan tersebut.
Teks yang disetujui dalam pertemuan tersebut akan diserahkan kepada Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan, kata kantor berita tersebut. Erdogan bertolak menuju Teheran dalam kunjungan di luar jadwal pada hari Minggu malam.
Teheran menghadapi ancaman sanksi keempat PBB yang lebih keras yang mendapat dukungan penuh dari AS dan para sekutu Eropanya. Diyakini bahwa kesepakatan pertukaran bahan bakar nuklir akan membuat upaya sanksi DK PBB tidak lagi perlu dilakukan, namun Uni Eropa segera menyampaikan keberatan terhadap kesepakatan yang mampu menjawab semua “kekhawatiran” mereka.
Presiden Iran tersebut mengemukakan proposal dua tahap untuk mencegah “negara-negara penindas mengorbankan kepentingan negara-negara lain demi kepentingan pribadi mereka dan merusak stabilitas dunia dengan cara menggunakan senjata dan kekuatan di luar batas alasan dan logika.
Proposal tersebut juga menyerukan pembentukan dua komisi permanen untuk memudahkan pembuatan kebijakan dan keputusan ekonomi dalam kelompok tersebut.
“Mempertimbangkan perubahan yang dialami ekonomi global saat ini. Diusulkan pembentukan komite khusus untuk mempelajadi cara-cara permanen memperkuat hubungan dan mengembangkan interaksi di berbagai bidang antara negara-negara anggota G-15,” kata Ahmadinejad.
Sebelumnya, Mahmoud Ahmadinejad menyerukan agar negara-negara yang mengancam menggunakan senjata atom harus dijatuhi hukuman. Ucapan itu jelas merujuk pada strategi nuklir baru AS yang dirilis bulan lalu.
Berbicara pada permulaan pertemuan 189 negara penandatangan kesepakatan nonproliferasi nuklir tahun 1970 yang berlangsung satu bulan, Ahmadinejad mendesak agar ancaman dalam bentuk apa pun untuk menggunakan senjata nuklir atau serangan terhadap fasilitas nuklir damai dianggap sebagai pelanggaran keamanan dan perdamaian internasional.
“Ancaman semacam itu harus mendapatkan reaksi cepat dari PBB dan membatalkan seluruh kerja sama negara penandatangan NPT dengan negara pengancam,” kata Ahmadinejad.
Sama halnya dengan pertemuan Majelis Umum PBB sebelumnya, delegasi dari Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis melakukan aksi walk out dari ruangan saat presiden Iran tersebut menyampaikan pidato.
“Saya rasa sudah benar jika delegasi kami dan banyak lainnya keluar saat serangkaian tudingan liar dilontarkan dalam pidato (Ahmadinejad),” kata juru bicara Gedung Putih Robert Gibbs.
Aksi berjalan keluar tersebut serempak dilakukan saat Ahmadinejad mengatakan Israel mengancam negara-negara tetangganya dengan teror dan invasi, namun terus mendapatkan dukungan tanpa syarat dari Washington dan negara-negara sekutunya.
Di antara hukuman yang harus dijatuhkan kepada negara-negara yang menggunakan, atau mengancam menggunakan, senjata atom terhadap negara lain adalah skors dari dewan gubernur lembaga pengawas nuklir PBB di Vienna, kata Ahmadinejad.
sumber:suaramedia