Penderitaan Husain bin Ali bin Abi Thalib menjelang ajal menjadi tema sentral peringatan Asyura di beberapa belahan bumi. Juga di Irak, yang menutupi perbatasannya sejak pekan lalu untuk menyambut perayaan ini.
SEMBURAN darah yang deras merendam wajah-wajah itu bercerita tentang suatu petang yang terik di Padang Karbala, Irak, lebih dari satu milenium silam. Hari itu, Jumat 10 Muharam 61 Hijriah (20 Oktober 680), seorang lelaki gurun bernama Syimir bin Dzil Jauzan mengayunkan pedangnya ke leher Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Dengan sekali tebas, kepala cucu Nabi Muhammad SAW itu terlepas dari tubuhnya yang sudah lebih dulu koyak dicabik-cabik belasan pedang, lembing, dan anak panah. Angin mati di tepian Sungai Eufrat. Kepala Husain diarak dari Karbala sampai Damaskus, Suriah, oleh pasukan musuh yang dipimpin Umar bin Sa'ad. Oleh Gubernur Damaskus, Ubaidillah bin Ziyad, kepala itu diserahkan lagi sebagai bukti loyalitasnya kepada Yazid bin Muawiyah.
Punggung-punggung yang boyak akibat torehan mata pedang itu berkisah tentang ambisi Yazid, cucu salah seorang penentang terbesar ajaran Islam, Abu Sufyan sang bangsawan suku Quraisy. Terbunuhnya Ali bin Abi Thalib (600-661), ayah Husain, sebagai khalifah keempat menimbulkan ketegangan yang kembali melibatkan obsesi keturunan Abu Sufyan untuk duduk di pucuk kekuasaan lewat anaknya, Muawiyah, ayah Yazid.
Sebuah muslihat dipasang. Husain diminta membebaskan penduduk Kufah, Irak, dari cengkeraman tentara Yazid. Maka berangkatlah ia dari Mekah ditemani hampir seratus pengikut. Sampai di Karbala, rombongan Husain beristirahat di tengah padang yang memanggang. Saat itu Kamis 9 Muharam, ketika Husain menyadari kemahnya dikepung, dan ia dijebak oleh pasukan Umar bin Sa'ad, yang sepuluh kali lebih banyak. Negosiasi hanya menunda waktu, tapi bukan hasil akhir. Seluruh rombongan Husain tumpas pada hari berikut, tanpa kecuali.
Sejak itu Asyura (dalam ba-hasa Arab berarti sepuluh) bukan hanya berarti hari saat Ibrahim diselamatkan Allah ketika dibakar Namrud. Atau Nuh diselamatkan dari bahteranya setelah bumi tenggelam selama enam bulan. Atau hari turunnya Taurat kepada Musa. Bagi kaum Syiah terutama, Asyura adalah hari untuk merasakan sakitnya pengkhianatan yang dirasakan Husain pada detik-detik terakhir hidupnya. Asyura adalah momen untuk berbagi penderitaan, terutama secara fisik, atas pedih yang diderita Imam Husain. Entah itu di Iran, Libanon, Suriah, Afganistan, Turki, atau di Irak yang baru bebas merayakan Asyura pada tahun kedua setelah tumbangnya Saddam Hussein. (Akmal Nasery Basral adalah wartawan dan sastrawan Indonesia. Sumber: tempinteraktif)
Artikel Terkait
- Reviewer: Asih -
ItemReviewed: Sebuah Derita, Sebuah Asyura
Deskripsi:
Berikut ini adalah artikel yang ditulis temanku, Akmal Naery Basral tentang Asyura. Sangat layak untuk dibaca. Penderitaan Husain bin Ali bi...
Rating: 4.5