TEL AVIV – Sebuah tim yang terdiri dari para pejabat CIA dan agensi intelijen pertahanan (DIA) bertemu dengan para pejabat militer dan dinas intelijen Israel untuk membahas “sentuhan akhir” dari sebuah rencana, yang akan memberikan “tekanan diplomatik” dan “opsi militer” terhadap Iran.
Tim intelijen tersebut tiba di Tel Aviv sesaat setelah sebuah pertemuan antara para pucuk pimpinan intelijen AS, Israel, Mesir dan Yordania di Amman, demikian isi laporan yang dimuat di situs web Israel, DEBKA, pada hari Senin.
Pertemuan tersebut dilakukan satu minggu setelah AS dan Israel menggelar latihan militer terbesar, yang diberi nama sandi Juniper Cobra 10.
Menurut DEBKA, yang memiliki jaringan dekat dengan dinas intelijen Israel, Mossad, pertemuan tersebut memberikan “sentuhan akhir” dalam strategi pemerintahan AS pimpinan Presiden Barack Obama untuk memberikan tekanan diplomatik dan militer kepada Iran, agar negara tersebut bersedia menunda program nuklirnya.
Kedua kubu setuju untuk meningkatkan hubungan langsung dan tukar menukar informasi, antara Gedung Putih dan kantor perdana menteri Israel, demikian halnya antara para pucuk pimpinan pertahanan dan intelijen AS dan Israel, demikian ungkap DEBKA.
Laporan mengenai konferensi intelijen AS - Israel tersebut terungkap setelah Israel meningkatkan retorika perangnya terhadap Iran. Deputi Menteri Luar Negeri Israel, Danny Ayalon, pada tanggal 7 November lalu mengatakan bahwa ancaman terus menerus yang diberikan Tel Aviv kepada Iran bukan hanya sekedar gertak sambal.
Israel dan sekutunya yang paling setia, AS, terus bersikeras dan menyatakan bahwa Iran tengah mencoba mengembangkan sebuah program senjata nuklir, meski keduanya tidak mampu memberikan bukti nyata untuk membuktikan klaim mereka.
Pemberitaan pada hari Senin tersebut dipasang di situs DEBKA beberapa jam sebelum badan pengawas nuklir PBB menyampaikan laporan terbarunya mengenai program nuklir Iran.
Dalam laporannya, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengkonfirmasikan bahwa pembangkit nuklir Iran di Fordo memang sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh para pejabat nuklir Iran. DItambahkan pula bahwa Teheran telah memberikan akses terhadap seluruh fasilitas nuklirnya kepada para inspektur IAEA pada kunjungan Lembaga PBB tersebut bulan Oktober silam.
Laporan IAEA tersebut mengkonfirmasikan bahwa tidak ada mesin pemutar sentrifugal di dalam fasilitas nuklir tersebut, namun, IAEA menambahkan bahwa pihaknya masih memiliki pertanyaan mengenai tujuan utama pendirian fasilitas nuklir tersebut dan bagaimana fasilitas tersebut dimanfaatkan dalam program nuklir Iran.
Sementara itu, perwakilan Iran untuk IAEA mengatakan bahwa Iran akan terus mempertahankan haknya untuk memperkaya uranium yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi nuklir untuk tujuan damai.
Berbicara kepada Press TV pada hari Senin, Ali Asgar Soltaniyeh, menyampaikan pesan politik kepada negara-negara Barat yang terus mengungkit dan mempertanyakan motif dibalik pembangunan fasilitas pengayaan nuklir baru Iran di Fordo.
Para pejabat nuklir Iran mengatakan bahwa pembangunan pembangkit nuklir Fordo mengandung satu pesan politik yang seolah mengatakan bahwa Iran tidak akan menghentikan aktivitas pengayaan nuklirnya, apapun taruhannya.
Iran, negara yang menandatangani traktat non-proliferasi nuklir (NPT) mengatakan bahwa aktivitas nuklirnya murni bertujuan untuk menghasilkan energi listrik untuk memenuhi kebutuhan warganya.
Iran terus mendapatkan tekanan untuk menghentikan aktivitas pengayaan nuklirnya, negara-negara kuat dunia mengklaim bahwa program tersebut bertujuan utama untuk menghasilkan bom nuklir.
Akan tetapi, Teheran menyangkal telah berusaha mendapatkan senjata nuklir, Iran juga menyerukan adanya penghapusan senjata pemusnah massal dari muka bumi. (dn/pv) www.suaramedia.com