BEIJING - Pemerintahan China berusaha mengendalikan pemilihan umum pemimpin spiritual Tibet. Alasannya adalah usia Dalai Lama yang sekarang akan memasuki 75 tahun. Walaupun pemilihannya seharusnya diadakan setelah kematian pemimpin spiritual Tibet, para pendukung Lama dan pemerintahan China sudah memperhatikan persoalan ini.
Permasalahannya cukup serius karena Dalai Lama bukan hanya pemimpin spiritual. Pavel Manzhutkin, menyatakan dalam wawancara dengan Pravda.ru bahwa bagi umat Buddha dia adalah "guru yang hebat dan benar untuk dikatakan bahwa dia adalah perwujudan hidup ketuhanan, Bodhisattva, seseorang yang telah mendapat pencerahan dan memutuskan untuk melayani masyarakat."
Bagaimanapun, pemimpin Partai Komunis China percaya bahwa Dalai Lama yang sekarang adalah seorang "separatis" yang, dengan bantuan layanan inteligen luar negeri, berusaha untuk memisahkan Tibet dari China. Mereka percaya dia satu-satunya yang bertanggung jawab atas pemberontakan yang terjadi di area tersebut dari waktu ke waktu.
Cerita tentang institut Dalai Lama dimulai pada abad ke-13, ketika cucu Genghis Khan, Kublai Khan dari Mongolia, menaikkan guru Buddhanya Lama Pagb ke peringkat guru negara dan Dalai Lama, memintanya untuk mengatur Tibet yang merupakan bagian dari kerajaan luas yang dikuasai Mongolia.
Bagaimanapun, di abad ke-14 dinasti Yuan Mongolia yang menguasai China digulingkan. Mereka digantikan oleh dinasti Ming China yang melemahkan pengaruh China di Tibet. Tibet ada sebagai negara merdeka sejak abad ke-17, ketika Dalai Lama kelima menyatukannya di bawah kendalinya. Sejak saat itu, Dalai Lama terus memerintah negara tersebut sampai invasi tentara China di tahun 1049 dan sepenuhnya mengambil alih Tibet tahun 1959.
Dalai Lama ke-14 (yang masih cukup muda saat itu) yang memerintah di sana pada waktu itu, melarikan diri ke India. Sejak saat itu, semua tindakannya menjadi sumber sakit kepala pemimpin China.
Dalai Lama mengkritik China atas kebijakan mereka terhadap wilayah tersebut. Ia berulang kali membuat pernyataan yang mengindikasikan bahwa kebijakan Beijinglah yang menyebabkan penurunan jumlah warga Tibet selama beberapa dekade.
Khususnya tidak menyenangkan bagi Partai Komunis China adalah fakta bahwa Dalai Lama terus membuat pernyataan tentang perlunya demiliterisasi wilayah tersebut dan sepenuhnya penarikan pasukan nuklir. China menyimpan sepertiga persenjataan nuklirnya di Tibet (sehubungan dengan hubungan yang rumit dengan negara tetangga India). Pihak Barat secara aktif mendukung Dalai Lama. Hal ini tidak mengherankan, mengingat melemahnya pertumbuhan cepat di China disebabkan oleh pemisahan sejumlah wilayah nasional, termasuk Tibet, akan menguntungkan bagi Amerika dan Eropa (dan tidak hanya mereka).
Bagaimanapun, tidak benar menyebut Dalai Lama yang sekarang seorang "separatis" ketika mereka melakukannya di China. Saat ini, secara resmi ia mengumumkan kembali tahta Tibet, meninggalkan pemerintah dalam pengasingan dan menolak untuk memberikan kemerdekaan bagi Tibet, membatasi permintaannya untuk otonomi luas.
Bagaimanapun, pemerintah China menolak untuk memenuhi permintaan ini. Mereka mengatakan bahwa Beijing sudah menginvestasikan sejumlah besar uang dalam pengembangan wilayah tersebut, khususnya, sudah membangun rel kereta api tertinggi di dunia menuju ibu kota Tiber Lhasa dan secara umum meningkatkan standar hidup warga Tibet. Oleh karena itu, mereka menolak permintaan Dalai Lama. Tapi kekacauan yang terjadi di Tibet secara jelas menunjukkan bahwa kekayaan materi tidak dapat menggantikan keinginan warga lokal untuk menjadi otonom.
Dalai Lama adalah satu-satunya yang bertanggung jawab untuk apa yang terjadi di Tibet (menurut Partai Komunis China). Pemerintah China memutuskan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara radikal dan mengambil alih pemilihan umum. Komunis China merujuk pada pengalaman historis. Diduga, pada abad ke-18, prosedur pemilihan umum Dalai Lama berada di bawah kendali Kaisar Langit Hunli.
Dalai Lama ke-14 menjawab dengan kata-kata berikut ini: pemimpin spiritual yang baru tidak akan dilahirkan di China. Lagipula, transformasi tidak akan terjadi. Dalam kata-katanya, institusi Dalai Lama telah memenuhi tujuannya.
Akankah rencana pemimpin China berhasil? Akankah "pemilihan" ini menyebabkan ketidakpuasan massa diantara warga Tibet, dan India, yang menyatakan memiliki satu bagian Tibet (dan menerima Dalai Lama)?
Sergei Luzyanin, direktur deputi Institut Far East, menjawab pertanyaan tersebut untuk kantor berita Pravda.ru.
"Tidak benar menyebut Komunis China memutuskan untuk mengangkat Dalai Lama itu sendiri. Ada sistem yang kompleks di China yang mengatur kehidupan spiritual. Ia memiliki sistemnya sendiri tentang pengendalian agama, yang tidak dihadapi secara terbuka oleh Partai Komunis China. Dan Komunis China secara formal menjauhkan diri mereka dari permasalahan pemilihan Dalai Lama. Mereka hanya memutuskan untuk mempengaruhi komisi spiritual yang memilih Dalai Lama.
Menurut tradisi, Dalai Lama yang baru mungkin terlahir kembali sebagai anak laki-laki. Biar saya ingatkan Anda bahwa saat ini ada dua kandidat. Salah satunya anak laki-laki yang tinggal di Beijing, yang lainnya tinggal di wilayah India. Dapat dipahami jika ini akan menguntungkan bagi pemerintah China jika kandidat yang tinggal di Beijing memenangkan pertarungan.
Tidak sulit memahami Beijing. Katakan apa yang Anda suka, tapi Tibet ada di bawah kendalinya, dan ini adalah kartu truf yang nyata. Tapi ini adalah persoalan yang sensitif karena berhubungan dengan politik dan dapat menyebabkan frustasi tertentu warga Tibet. Sebuah kerusuhan Tibet hampir mungkin terjadi. Biasanya, prediksi yang paling mengerikan tentang tingkat ketidakpuasan mereka tidak terjadi.
Juga bagi India, sekarang mengambil jalan kerja sama dengan China. Dan walaupun Dalai Lama tinggal di wilayahnya sendiri, ada kesepakatan antara New Delhi dan Beijing, dimana Dalai Lama tidak melakukan hubungan politik apapun di India. Di samping itu, pemimpin India mengakui bahwa Tibet milik China." (suaramedia)