Darimana Korut Dapat Sumber Dana Untuk Program Nuklinya? - Ada alasan sejarah pernah menjuluki Korut sebagai ‘Kerajaan Hermit’, istilah untuk negara yang menutup dirinya dari mata dunia. Baik secara metafora maupun fisik. Tadinya, seluruh Korea adalah Kerajaan Hermit. Namun kini hanya Korut.
Sulit memperoleh informas dari negara yang resminya menyebut diri sebagai Democratic People’s Republic of Korea (DPRK) itu. Apalagi, mencari tahu dari mana mereka memperoleh uang. Akhirnya, banyak yang bermain tebak-tebakan.
Apakah Korut aktif di pasar gelap? Banyak yang menduga demikian. Sebab, pemerintahnya juga enggan melansir neraca perdagangan negara. Namun, sejumlah media melakukan riset tentang cara Pyongyang mengumpulkan pundi-pundinya.
Sebelum 1970-an, Korut merupakan salah satu dari dua sentra industri terbesar Asia, selain Jepang. Meski bukan anggota, Korut diizinkan mengambil untung dari Dewan Bantuan Ekonomi Bersama, sebuah serikat perekonomian internal Uni Soviet.
Begitu Uni Soviet runtuh dan rangkaian bencana alam menimpa, secara perlahan sektor industri Korut turus turun. Uni Soviet juga tak lagi memberikan minyaknya pada Korut. Sektor pertanian melemah sejak 1980-an.
“Mereka terlalu bergantung pada pupuk. Tanahnya sudah tak bisa ditanami lagi, orang-orangnya sudah lelah, dan peralatan jadi rusak,” ujar Jim Hoare dari London’s School of Oriental and African Studies (SOAS).
Krisis listrik kemudian menjadi ujian selanjutnya negara itu. Pyongyang beralasan, inilah sebab utama mereka melaksanakan program nuklir. Bukannya teratasi, sanksi internasional malah mengalir.
Seperti orang putus asa, Korut mulai melakukan apa saja agar bisa menghidupi rakyat. Kabarnya, dalam beberapa tahun terakhir negara komunis ini juga berdagang heroin dan methamphetamine.
Secara keseluruhan, kondisi perekonomian Korut tak bagus. Badan Itelijen AS (CIA) World Factbook, kumpulan data untuk badan-badan pemerintahan Amerika Serikat (AS) menyebutkan, Korut menghadapi masalah ekonomi yang kronis.
“Sektor industrinya sudah rusak parah karena bertahun-tahun kekurangan dana, suku cadang, dan perawatan yang memprihatinkan. Seluruh penghasilan yang bisa untuk investasi dan konsumsi rakyat, digunakan untuk militer,” demikian CIA World Factbook.
Berdasarkan riset Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dari data 1999, PDB Korut per 2011 diperkirakan mencapai US$1.800 per kapita. Ini lebih tinggi 0,8% ketimbang perkiraan PBB yang US$506 dan pertumbuhan minus 0,1%.
Sebagai perbandingan, CIA World Factbook memperkirakan PDB per kapita tetangganya, Korea Selatan (Korsel) per 2011 mencapai US$31.700 dengan pertumbuhan 3,6%. Pada 2012, PDB Korsel US$32.400 dan pertumbuhan 2%.
Perindustrian utama Korut adalah produk militer, mesin, tenaga listrik, kimia, pertambangan, tekstil, pengolahan makanan, dan pariwisata. Ekspor utamanya, mineral, persenjataan, tekstil, pertanian, perikanan dan banyak lagi.
Impornya meliputi bahan bakar, batu bara, mesin dan peralatan, tekstil, serta biji-bijian. Industri diperkirakan mencapai lebih dari setengah total PDB negara ini. Kemudian sektor jasa dan pertanian.
Kementerian Unifikasi Korsel menyebutkan, perdagangan kedua negara per 2011 mencapai US$1,7 miliar. Diantaranya, US$914 juta bersifat inbound dan US$800 juta outbound. Bantuan kemanusiaan Korsel ke Korut mencapai US$17,4 juta.
Meski begitu, perdagangan dengan Korsel hanyalah 19,4% dari total ekspor dan 20% total impor Korut. Mitra dagang terbesar adalah China, dengan 67,2% ekspor dan 61,6% impor. India juga bagian dari 3,6% ekspor dan Uni Eropa 4% impornya.
Pada 2011, UNICEF memperkirakan 25% penduduk Korut atau sekitar enam juta orang kelaparan. Hampir sejuta diantaranya adalah balita. UNICEF menyatakan, Korut mengalami krisis pangan karena kondisi politik, ekonomi, isolasi, dan perubahan iklim.
Sementara World Food Programme (WFP) mencatat, Korut masih terus mengalami kekurangan pangan. “Satu diantara tiga anak mengalami kurang gizi kronis dan mereka terlalu pendek untuk usianya,” demikian WFP.
Maret 2012 lalu, Korut setuju menghentikan sejumlah porsi program nuklir dan rudalnya serta penyelidikan inspeksi nuklir internasional, sebagai ganti bantuan pangan sebesar 240 ribu metrik ton dari Amerika.
Resminya, Korut menggunakan mata uang won seperti Korsel. Tapi selalu dikaitkan (peg) dengan dolar Amerika, termasuk di pasar gelap. Pemimpin redaksi situs New Focus Internasinal, Jang Jin-sung, berpendapat won Korut sudah seperti kertas toilet.
“Semua menggunakan dolar. (Won) hanya digunakan masyarakat kelas bawah. Bahkan, ada yang masih barter,” ujar pemimpin media yang banyak memberitakan Korut itu. Jang yang mengungsi dari Korut pada 2004 pernah menjadi pejabat di Dewan Penyiaran Korut.
Beberapa waktu belakangan, euro juga mulai banyak digunakan karena rakyat Korut khawatir AS akan melemahkan dolar. Mata uang asing masuk ke negara itu melalui perdagangan di perbatasan China dan dari warga negara asing yang berkunjung.