Tumbangnya rezim Gaddafi menandai sebuah babak baru bagi Libya. Barisan Pengawal diktator Libya itu menyerang, dua putra Gaddafi ditangkap, gedung radio dan televisi Libya dikuasai kubu revolusioner.
Lebih dari itu, kota Tripoli berhasil dikuasai kubu oposisi dan Gaddafi sendiri melarikan diri. Mohammad, putra sulung Gaddafi tinggal di rumahnya bersama ibu dan keluarganya. Ia mendapat perlindungan dari rakyat revolusioner meski antara pengawal dan sejumlah pasukan rakyat terjadi baku tembak.
Saif al-Islam yang disebut-sebut sebagai pengganti Gaddafi dan didakwa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terlibat dalam aksi kejahatan anti kemanusiaan dilaporkan telah ditangkap. Sejumlah berita juga menyebutkan ditangkapnya Saidi Gaddafi, putra sang diktator Libya lainnya. Sementara itu, Khamis Gaddafi tewas dalam serangan NATO di kota Zlitan dan sebelumnya Saif al-Arab juga tewas akibat serangan NATO tiga bulan lalu.
Mu'tasim Gaddafi yang berperan besar meredam kemarahan rakyat hingga kini belum diketahui keberadaannya. Adapun Hannibal Gaddafi yang baru-baru ini menimbulkan masalah antara Libya dan Swiss juga masih misterius.
Ketua Dewan Militer Gerakan Kebebasan Nasional Libya, Munir Mohammed al-Mabrouk menandaskan, Bab al-Azizia sepenuhnya telah dikosongkan dan dikepung oleh pasukan revolusioner. Al-Mabrouk mengatakan, dengan semakin dekatnya pasukan revolusioner ke Bab al-Azizia, istana sekaligus simbol kekuasaan Gaddafi, sang diktator Libya melarikan diri dan sepertinya kini tengah bersembunyi di sebuah rumah sakit. Al-Mabrouk menambahkan, rakyat revolusiner kini di Tripoli akan bergabung dengan pasukan pengawal kebebasan nasional. Di sisi lain, pasukan NATO juga menyerang Bab al-Azizia dan pasukan pengawal presiden dilaporkan melarikan diri.
Sementara itu, Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) hari ini mengucapkan selamat atas kemenangan kubu revolusioner Libya menggulingkan rezim diktator Gaddafi.
Di balik itu semua, tampaknya kepentingan asing begitu besar bermain dalam kemenangan itu. New York Times melaporkan, hingga Sabtu (20/8/2011), pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan sekutunya telah melancarkan 7.459 serangan tempur ke ribuan target di Libya, mulai dari target roket peluncur hingga ke markas militer besar.
Pertanyaan besar yang hinggap dibenak kita sekarang ini adalah, biaya perang yang begitu besar dikeluarkan NATO, siapa yang harus menebusnya? Bukankah cerita di Libya akan mirip tergulingnya diktator Irak, Saddam Hussein, "Dikuasai negaranya dan dikuras kekayaan alamnya."(IR/konsp)