Menyusul dimulainya perundingan pembentukan pemerintah dan berlanjutnya kelancangan para jenderal Dewan Tinggi Angkatan Bersenjata Mesir (SCAF), protes warga negara ini di Bundaran Tahrir, terus berlanjut sampai realisasi cita-cita revolusi.
Pasca terpilihnya Muhammar Mursi, sebagai presiden baru yang terpilih secara demokratis di negara ini, demonstrasi warga terus berlanjut dalam upaya mencegah "gerilya-lancang" SCAF.
Junta Mesir dan segelintir kelompok pendukungnya yang pro-Barat, cukup terkejut dengan berlanjutnya demonstrasi di Bundaran Tahrir, simbol kemenangan revolusi rakyat Mesir. Pasalnya, mereka beranggapan bahwa demo dan protes anti-SCAF akan mereda setelah terpilihnya Mursi sebagai presiden dari kubu Islam. Namun protes terus bergulir dan bahkan volumenya tidak berkurang. Beberapa waktu lalu, Ikhwanul Muslimin dan juga Front Enam April Mesir juga menyatakan bergabung dalam demonstrasi di Tahrir menentang SCAF.
Kesadaran Rakyat
Ternyata lenggang Mursi ke istana kepresidenan Kairo, gagal meredakan ketidakpuasan warga Mesir. SCAF dituding telah lancang ketika berkuasa dengan menetapkan undang-undang penyempurna yang membatasi wewenang presiden baru. Berdasarkan undang-undang baru itu, Mursi nyaris tidak memiliki wewenang apapun.
Bahkan ditetapkan pula bahwa kontrol undang-undang dasar, berada di tangan SCAF sampai terbentuknya parlemen baru. Tidak hanya itu, para jenderal SCAF kini menikmati hak istimewa untuk memveto setiap penetapan undang-undang baru.
Banyak pihak yang menilai kelancangan junta militer Mesir sangat keterlaluan dengan merebut wewenang wewenang penetapan bujet dan menguasai kas negara. Kelompok-kelompok politik dan warga Mesir menilai fenomena ini sebagai "kudeta politik" para jenderal terhadap pemerintahan revolusioner.
Pelimpahan kekuasaan sesuai jadwal dan anulir keputusan tidak sah pembubaran parlemen oleh SCAF, merupakan di antara tuntutan rakyat Mesir. Dan demo akan terus berlanjut sampai tuntutan mereka terealiasi.
Memang perundingan menyangkut apakah pemerintahan baru negara ini harus bersifat koalisi atau teknokrat, serta munculnya friksi dalam hal ini tidak diungkap secara meluas di media massa dan cenderung dibahas secara internal. Namun rakyat Mesir menyadari bahwa saat ini para jenderal SCAF sedang bergerilya untuk mendominasi kekuatan dan kekuasaan. Apalagi setelah pembubaran parlemen dan juga hak veto SCAF.
Rakyat Mesir sebagai pemenang dalam revolusi melawan rezim diktator Hosni Mubarak, sekali lagi ingin membuktikan bahwa merekalah poros kekuatan negara, bukan para jenderal. Bangsa Mesir bertekad menunjukkan bahwa roda keadilan yang diperjuangkan dalam revolusi akan mampu menggilas para jenderal meski mereka didukung oleh Barat dan kroninya di Israel. Revolusi terbukti berhasil menggulingkan rezim diktator yang cengkeraman kekuasaannya telah menancap kokoh hampir setengah abad di negara ini. Belum lagi, status rezim Mubarak sebagai mitra terkuat AS dan Israel di kawasan.
Para jenderal SCAF, tampaknya ingin bernostalgia dengan kemegahan mereka di era Mubarak yang baru saja runtuh selain itu ingin menggunakan peluang yang ada saat ini untuk mendominasi kekuasaan bahkan melampaui yang pernah dicicipinya di era Mubarak. Hanya SCAF yang masih bertahan hingga kini sebagai peninggalan rezim Mubarak.
Namun rakyat Mesir kadung bertekad akan menggerus seluruh kekuatan di negara ini selain kekuatan rakyat. Satu per satu cita-cita revolusi akan mereka wujudkan meski harus dengan menempuh jalan terjal yang sama ketika berjuang melawan sang diktator Hosni Mubarak. Karena mereka tidak ingin kembali ke masa lalu yang suram dan menyongsong masa depan cerah dengan penuh wibawa. (IRIB Indonesia/MZ/PH)