Setelah empat tahun ditutup dalam program boikot yang dijalankan Rezim Zionis Israel, akhirnya pintu perbatasan Rafah yang menghubungkan Jalur Gaza dengan dunia luar dibuka. Menteri Luar Negeri Mesir, Nabil Al-Arabi mengatakan, pembukaan pintu perbatasan Rafah dimaksudkan untuk meringankan derita warga Gaza akibat blokade yang diberlakukan rezim Zionis terhadap wilayah ini. Menlu Mesir menyebut penutupan perbatasan Rafah sebagai noktah hitam yang memalukan. Dia menambahkan, kondisi warga Gaza harus diperbaiki secara menyeluruh. Kebijakan terbaru pemerintah Mesir ini disambut gembira oleh Faksi Gerakan Hamas yang menyebutnya sebagai tindakan berani dan bertanggungjawab.
Empat tahun lalu, pemerintah Mesir yang dipimpin diktator Hosni Mubarak dengan alasan keterikatan dengan perjanjian Camp David menyertai rezim Zionis dalam memblokade Jalur Gaza yang dikuasai oleh kubu Islamis, Hamas dengan cara menutup perbatasan Rafah. Blokade itu sendiri diterapkan untuk melumpuhkan pemerintahan Hamas dan memaksanya menyerah di hadapan kemauan Israel atau setidaknya menyerahkan kekuasaan kepada kubu pro perdamaian dengan Israel di Palestina.
Dengan demikian, Gaza yang dihuni oleh sekitar satu setengah juta jiwa tak ubahnya bagai penjara raksasa dengan kondisi penghuninya yang menyedihkan. Tak ada jalan bagi suplai bahan makanan, bahan bakar, obat-obatan dan barang material kecuali sangat minim ke wilayah ini. Resistensi warga Palestina di Gaza mendorong mereka untuk melakukan hal-hal yang tidak mungkin seperti membuat tunel-tunel terowongan bawah tanah yang menghubungkan mereka ke Mesir untuk pengadaan barang-barang kebutuhan. Namun tunel-tunel itupun tak lepas dari amukan militer Zionis bahkan Mesir.
Kini pasca jatuhnya kekuasaan Mubarak oleh revolusi rakyat, pemerintahan Dewan Militer memutuskan untuk membuka perbatasan Rafah secara permanen demi meringankan derita warga Gaza. Pemerintah Mesir mengumumkan, perbatasan ini dibuka setiap hari dari pukul 9 pagi sampai 17 sore kecuali hari Jumat dan hari libur resmi. Diumumkan pula bahwa wanita Gaza dan anak laki-laki di bawah usia 18 tahun atau mereka yang berusia di atas 40 tahun dan mereka yang bersama anak dan ibu bisa memasuki Mesir tanpa visa. Dinyatakan pula bahwa mereka yang ingin belajar atau berobat ke Mesir harus mengantongi dokumen resmi.
Pembukaan pintu perbatasan Rafah secara permanen oleh pemerintah Mesir disambut gembira oleh rakyat Palestina. Sementara, di Israel keputusan itu ditanggapi dengan kegeraman yang sangat. Sejumlah petinggi Zionis menyatakan tak akan membiarkan perbatasan Rafah dibuka. Pernyataan, yang lantas direaksi oleh pemerintah Mesir dengan menegaskan bahwa masalah perbatasan Rafah adalah hak dan wewenang Mesir. (irib)