Inggris telah meningkatkan kapasitas pasukannya untuk "berbuat lebih" demi membantu para pemberontak Libya. Setelah Perdana Menteri Inggris David Cameron memberikan sinyal bahwa operasi darat melawan Pemimpin Libya Moammar Khadafy bisa saja terjadi.
Pernyataan Cameron itu dirilis The Telegraph, Senin (18/4/2011). Diberitakan, Cameron menolak untuk mengabaikan peran pasukan darat Inggris di Libya. "David Cameron sudah mengisyaratkan adanya kemungkinan pasukan Inggris beroperasi di dalam Libya dengan menyatakan Inggris sedang bersiap untuk 'berbuat lebih' demi membantu oposisi berjuang menggulingkan Kolonel Khadafy,” kata berita itu.
Operasi darat mungkin dilakukan dalam waktu singkat, yang oleh The Telegraph disebut short- lived ground-level operations. Cameron berulang kali mengatakan, serangan darat terhadap Khadafy bisa saja terjadi sekalipun dalam waktu yang singkat. Dia menegaskan, tak akan ada "pendudukan" atas Libya.
Sudah lebih dari empat minggu aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) melakukan serangan udara terhadap loyalis Khadafy. Namun, rezim Khadafy masih kuat. Bahkan, pasukan loyalis Khadafy terus mencatat kemajuan dan membuat oposisi kocar-kacir di banyak kota. Upaya oposisi merangsek maju ke Tripoli, basis Khadafy, belum menghasilkan kemajuan berarti.
Pasukan Khadafy terus menggempur Misrata, benteng oposisi di Libya barat. Serangan itu bahkan menjadi tekanan baru bagi para pemimpin Barat untuk mengintensifkan intervensi mereka di Libya. Cameron menjelaskan, ia sedang menimbang opsi-opsi membantu oposisi.
"Kami harus bertanya kepada diri kami sendiri, apa lagi yang bisa kami lakukan demi menjaga warga sipil dan untuk menghentikan mesin perang Khadafy yang merenggut nyawa rakyatnya sendiri," ujar Cameron.
Inggris telah memberikan perlengkapan pelindung tubuh dan teknologi komunikasi untuk para oposan. Sudah menjadi rahasia umum juga bahwa Pasukan Khusus Inggris telah berada di Libya. Beberapa ahli militer mengatakan, pasukan itu bisa membantu melatih dan memimpin pasukan oposisi yang tengah berusaha keras maju menuju Tripoli demi memaksa Khadafy turun.
Saat ini serangan udara aliansi NATO di bawah payung Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 1973 sedang berlangsung di Libya. Negara yang terlibat operasi berusaha mengambil "semua langkah yang diperlukan" demi melindungi warga sipil. Namun, operasi itu "tidak termasuk pendudukan kekuatan asing dalam bentuk apa pun".
Cameron mengakui, batasan tersebut membuat ruwet intervensi Barat. "Karena kami telah menegaskan, kami takkan menginvasi, kami takkan menduduki. Dalam banyak hal kasus ini amat sulit," katanya.
Apakah operasi darat "sementara" itu mungkin? "Saya sudah menjawab pertanyaan itu. Kami tidak sedang menduduki, kami tidak sedang menginvasi," kata Cameron, seperti dikutip The Telegraph. "Seperti yang sudah dinyatakan, tidak ada invasi atau pendudukan di Libya," ucap Cameron, seperti dikutip AFP.
Pertempuran Misrata
Loyalis Khadafy, Senin, kembali membombardir Misrata, kota terbesar ketiga yang menjadi basis pertahanan oposisi di Libya barat. Sudah tujuh pekan loyalis mengepung Misrata. Ribuan warga mengungsi dan melarikan diri hingga ke Italia.
"Pasukan Khadafy saat ini sedang menggempur Misrata. Mereka menembakkan roket dan senjata artileri di timur jalan Nakl el Theqeel dan daerah permukiman di sekitarnya," kata Abdubasset Abu Mzeireq, warga Misrata, Senin.
Kubu oposisi langsung melancarkan serangan balasan dari wilayah pasar dan berhasil merebut sebagian kecil Misrata. Meski demikian, pasukan Khadafy masih jauh lebih unggul dari segi sumber daya tentara yang juga memiliki senjata canggih. "Kami butuh senjata, senjata modern," kata Ayman Aswey (21), seorang oposan. "Jika kami memiliki senjata itu, kami bisa melawan mereka (loyalis)," katanya.
Serangan hari Senin itu adalah lanjutan serangan sehari sebelumnya. Loyalis menyerang Misrata dengan roket dan menembak dengan senjata berat. Serangan ini menewaskan 17 orang. "Sementara itu, para penembak jitu berjaga di atap gedung dan menembak apa saja yang bergerak," kata Abdel-Salam, warga.
Pada hari Minggu juga, jet NATO membombardir Al-Hira, 50 kilometer barat daya Tripoli, ibu kota Libya. Menurut televisi Libya, wilayah ini pernah diserang NATO sebelumnya.
Warga kembali mengecam NATO gagal melindungi warga sipil. Juru bicara Libya, Mussa Ibrahim, menyangkal tudingan bahwa rezim memakai bom curah melawan oposisi di Misrata(kompas)