Sejumlah bocoran kawat rahasia WikiLeaks yang dilaporkan harian The Washington Post pada Senin (18/4) kemarin, menyatakan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menyalurkan dana US$ 6 juta sejak 2006 kepada sekelompok warga Suriah yang eksil, mengoperasikan kanal Barada TV yang berbasis di London, dan menandai aktivitas di dalam Suriah.
Barada TV mulai siaran April 2009, tapi menggenjot produksinya meliput protes-protes massa di Suriah yang meruyak mulai bulan lalu sebagai bagian dari kampanye jangka panjang menggulingkan Presiden Bashar al-Assad. Harian itu menyebutkan dana Washington buat para tokoh oposisi Suriah mulai mengalir pada era Presiden George W. Bush setelah hubungan politik dengan Damaskus dibekukan pada 2005.
Dukungan terus berlanjut di bawah Presiden Barack Obama, bahkan begitu pemerintahannya berusaha membangun kembali hubungan dengan Assad. Pada Januari lalu, Gedung Putih mengirim seorang duta besar ke Damaskus untuk pertama kalinya dalam enam tahun.
Tak jelas apakah Amerika kini masih mendanai kelompok oposisi Suriah, tapi kawat menunjukkan uang disisihkan setidaknya sampai September 2010. Sebelumnya, kawat-kawat rahasia menunjukkan, pada 2009 para pejabat Kedutaan Besar Amerika di Damaskus cemas saat mengetahui bahwa agen intelijen Suriah mempertanyakan program-program Amerika Serikat.
Satu kawat pada April 2009 yang diteken seorang diplomat top Amerika di Damaskus terbaca soal itu. "Pemerintah Suriah tak diragukan lagi melihat setiap dana Amerika Serikat buat kelompok-kelompok politik ilegal sama saja mendukung perubahan rezim," tulis The Washington Post.
Hingga kemarin, menurut Washington Post, Departemen Luar Negeri Amerika menolak berkomentar mengenai keaslian kawat atau menjawab tentang pendanaan Barada TV.
Dari Homs, utara Suriah, menurut satu pegiat hak asasi manusia, pasukan keamanan menembak mati delapan pendemo dalam bentrokan setelah kematian seorang pemimpin suku di tahanan. "Homs membara. Pasukan keamanan dan preman rezim memprovokasi suku bersenjata selama sebulan," ujar seorang aktivis yang menolak disebutkan namanya kemarin. Namun pemerintah menuding kelompok-kelompok bersenjata dan penyusup yang memantik kekerasan, dengan mengatakan mereka memulai menembaki pasukan keamanan dan demonstran.(tempo)