RAMALLAH - Presiden PLO, Mahmoud Abbas mengesahkan undang-undang anti korupsi yang diajukan sebagai langkah utama transparansi mengikuti serangkaian skandal korupsi dan pemecatan kepala staf awal tahun ini.
"Undang-undang ini akan diterapkan pada seluruh departemen dan badan Pemerintahan Palestina. Setiap badan resmi akan bertanggung jawab," ungkap Abbas dalam konferensi media di Ramallah bersama dengan Rafiq An-Natshah, penasihat presidensial dalam pemerintahan terintegrasi.
"Siapapun yang berbuat salah dan mendapat keuntungan dari melanggar hukum melalui eksploitasi PA atau yang lainnya harus dihukum," ujar Abbas. "Pengesahan hukum itu adalah langkah di arah yang benar, mengarah pada masa depan yang lebih baik untuk membangun pondasi negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Negara itu akan dimulai dengan langkah-langkah seperti keamanan, ekonomi, hukum, akuntabilitas, tanggung jawab -- semuanya adalah elemen yang dibutuhkan negara yang kuat."
Bagian dari undang-undang itu merupakan beberapa usaha terbaru untuk membasmi kelakukan buruk di Ramallah. Abbas memecat Sheikh Tayseer Tamimi, kepala hakim Palestina, dan Rafiq Husseini, kepala stafnya, di akhir tuntutan yang diajukan oleh Fahmi Shabana awal bulan ini.
Shabana, mantan petugas inteligen, sekali mendapat tugas anti korupsi Pemerintahan Palestina tapi kemudian kecewa dengan kegagalan pemerintahan Abbas mengambil tindakan dalam kesimpulan dan rekomendasinya.
Tamimi, yang dipaksa mengundurkan diri dilanjutkan dengan pensuin mengikuti pengumuman berdasarkan agen surat kabar pemerintah WAFA, mengatakan tanggal 6 Mei lalu bahwa Abbas "tidak berniat mempensiunkan" kepala hakim itu.
Tidak jelas korupsi semacam apa yang dituduhkan atas Tamimi, walaupun sumber dalam pemerintahan mengatakan Shabana menunjukkan rekaman pembicaraan telepon Tamimi dan menunjukkannya sebagai bukti korupsi pria tersebut.
Pemerintahan Palestina mendapat dugaan korupsi sejak pendiriannya di tahun 1990an sebagai bagian dari proses perdamaian Oslo, khususnya sebelum tahun 2005, ketika masih dipimpin oleh mantan pemimpin Palestina Yasser Arafat.
April lalu, Hamas mengecam keras Mahmoud Abbas terkait keputusan presiden Palestina tersebut untuk membakar seluruh arsip korupsi keuangan, administratif dan moral. Selain itu, arsip yang ada hubungannya dengan hubungan mencurigakan dengan penjajah Israel juga dibakar. Hamas mengatakan tindakan Abbas tersebut dilakukan untuk menghapus jejak perbuatan pemerintah Palestina.
Seorang pejabat senior pemerintah Palestina mengatakan bahwa Abbas memerintahkan aparat keamanan dan intelijennya untuk membakar dan memusnahkan seluruh catatam foto, dokumen dan CD yang ada hubungannya dengan korupsi dan skandal seks para pejabat tinggi pemerintah Palestina dan Fatah.
Persepsi luas tentang korupsi merupakan faktor utama dalam kemenangan pergerakan Islam Hamas atas Fatah pada pemilihan tahun 2006.
Bahkan umat Kristen di Palestina pun berbagi kekecewaan yang sama dengan umat Muslim tentang proses Oslo dan korupsi yang merajalela pada Pemerintahan Palestina, yang telah menyalahgunakan jutaan dolar bantuan dari masyarakat internasional.
Kemenangan Hamas pada pemilihan di wilayah tertentu merefleksikan kekecewaan warga Palestina, dan merupakan reaksi alami terhadap ketidakpuasan mereka. Umat Kristen di Bethlehem dan Ramallah yang sudah bosan dengan korupsi Pemerintahan Palestina dan skandal seks, tidak takut memilih Hamas.
Usaha terbaru ini merupakan bagian dari keseluruhan rencana Abbas dan perdana menteri Salam Fayyad untuk membangun institusi negara independen pertengahan tahun depan, dengan atau tanpa kemajuan pembicaraan damai yang macet dengan Israel. (suaramedia)