Saat negara-negara Arab tengah menghadapi kerusuhan, Amerika Serikat telah mencuri sejumlah dokumen rahasia dan pasokan logistik sensitif, kata seorang pejabat senior Angkatan Bersenjata Republik Iran.
"Karena takut dengan revolusi populer di negara-negara regional, Amerika mengambil dokumen rahasia dan pasokan logistik sensitif di negara-negara tersebut dan mengirimkannya ke Amerika Serikat," kata pejabat dinas intelijen yang merahasiakan namanya itu sebagaimana dikutip kantor berita IRNA, Rabu (6/4).
AS mengirimkan dokumen dan perlengkapan tersebut ke kapal-kapal perangnya yang dikerahkan di perairan dekat Timur Tengah dan kemudian dikirimkan ke Washington, tambah pejabat itu.
Pejabat itu mengingatkan bahwa AS melakukan hal tersebut guna mencegah agar benda-benda tersebut tidak menjadi "bumerang" alias dipergunakan oleh orang-orang dan pemerintahan independen yang terbentuk nantinya di negara-negara itu untuk menentang kepentingan Amerika.
Ia menambahkn, meski AS terlibat dalam mentransfer materi amat rahasia dari negara-negara lalim yang menghadapi revolusi, AS juga memberikan dukungan dan menutup mulut dalam aksi represif terhadap unjuk rasa dan revolusi populer di seluruh kawasan Timur Tengah.
Dalam beberapa bulan terakhir, gelombang revolusi dan kerusuhan menentang pemerintahan menyapu dunia Arab.
Januari lalu, revolusi di Tunisia mampu menumbangkan rezim mantan Presiden Zine El Abidine Ben Ali yang sebelumnya telah berkuasa selama 23 tahun.
Pada bulan Februari, revolusi Arab lainnya menggulingkan mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak dan kekuasaan otoriternya selama tiga dekade.
Februari lalu, jalanan Iran dipenuhi pengunjuk rasa yang menentang pemerintahan. Meski Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mengklaim mendukung para pengunjuk rasa di Mesir, tapi boleh jadi ia juga mengalami situasi yang mirip dengan Mubarak.
Wartawan investigasi Wayne Madsen menerangkan bahwa kubu oposisi di Iran arus berhati-hati dalam menuntut pemilu yang bebas dan pemerintahan demokratis.
"Iran berada di bawah embargo ekonomi dari AS dan PBB," kata Madsen. "Mereka punya pasukan di Afghanistan dan Irak, jadi rezim di sana bisa menunjuk fakta bahwa mereka dikepung dan ada di bawah ancaman serangan dari para politikus di Israel dan Amerika Serikat. Mereka bisa menyampaikan hal itu dan mengatakan bahwa rezim itu tidak bisa ditentang karena tengah dikepung."
Departemen Luar Negeri AS juga telah meluncurkan feed Twitter dalam bahasa Persia untuk menyampaikan informasi kepada para pengunjuk rasa Iran. Hal itu bisa dipergunakan Iran untuk mengklaim bahwa AS berada di balik unjuk rasa oposisi.
Revolusi juga melanda Libya, Yaman, dan Bahrain. Sementara itu, sejumlah kerusuhan menentang pemerintahan juga dikabarkan muncul di Arab Saudi, Yordania, Oman, Kuwait, Aljazair, dan Syiria.
Sementara itu, diperkirakan akan muncul hal serupa di negara-negara Arab lainnya.
"Ekonomi berperan penting dalam semua situasi ini," terang Madsen.
Saat unjuk rasa menyebar, para pemimpin yang didukung AS di Timur Tengah juga terancam. AS memberikan bantuan kepada Yaman dan pemerintahan-pemerintahan lain, kata Madsen. Ketidakstabilan di kawasan itu dirasa tidak baik bagi AS.(SMcom)