16 Mar 2011

Teluk Bela Bahrain, Iran Geram

ImageAksi revolusi rakyat Timur Tengah dan Afrika Utara sudah merembet ke negara Bahrain, sebuah negeri pulau di Teluk, memiliki sensitivitas tersendiri. Negeri tersebut berpenduduk mayoritas Muslim Syiah, tetapi dipimpin oleh kaum elite dari minoritas Muslim Sunni.


Seiring dengan terjadinya gelombang revolusi di Timur Tengah saat ini, Bahrain juga tak terlepas dari terpaan gelombang itu. Akan tetapi, gelombang revolusi di Bahrain diwarnai dengan perseteruan Syiah- Sunni.


Muslim Syiah yang menjadi penduduk mayoritas di negara itu menuntut demokrasi yang lebih besar lagi. Ujung-ujungnya, tuntutan demokrasi ini kelak akan membuat mayoritas Syiah bisa berkuasa.


Kaum Syiah sudah berhasil berkuasa di Iran dan Irak. Bahkan, Syiah di Lebanon (Hezbollah) yang minoritas memegang kunci keputusan di negara itu.


Itulah yang kemudian menjadi isu di Bahrain. Tuntutan demokrasi di negara ini memiliki nuansa regional pula. Masalah di Bahrain bukan semata-mata soal demokrasi, melainkan menyangkut hubungan krusial antara Iran (mayoritas Syiah) dan negara-negara Arab Teluk (Sunni).


Pemerintah Bahrain sudah meminta bantuan aparat keamanan dari Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) untuk memulihkan keamanan dan stabilitas akibat aksi unjuk rasa di negara itu. Tak pelak lagi hal ini memicu reaksi cukup keras dari Iran, pembela warga Syiah Bahrain.


Menteri Luar Negeri Iran Ali Akbar Salehi menegaskan, Iran tidak akan berpangku tangan atas campur tangan Arab Saudi di Bahrain. Ia meminta pemerintah Bahrain tidak melakukan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. ”Kami yakin Pemerintah Bahrain bisa menghadapi demonstran dengan bijak. Pemerintah Bahrain juga hendaknya melakukan cara-cara damai menghadapi tuntutan pengunjuk rasa,” katanya.


Analis militer yang juga profesor di Universitas Nayef untuk Ilmu Keamanan di Arab Saudi, Jamal Madhlum, mengatakan, campur tangan militer dari pasukan perisai Aljazeera di Bahrain adalah sebuah keharusan. Ini masuk akal dalam konteks kerja sama militer dan pertahanan bersama di antara negara-negara Arab Teluk.


Dalam pasal 2 dari kesepakatan pertahanan bersama GCC ditegaskan, negara-negara anggota GCC menganggap bahwa setiap aksi permusuhan terhadap salah satu anggota berarti turut melakukan tindakan permusuhan terhadap semua anggota GCC.


Ancaman bagi GCC


Dalam Pasal 3 ditegaskan, adalah kewajiban bagi GCC membantu anggota lain yang mendapat ancaman atau tindakan permusuhan. Ini sah dalam konteks pertahanan bersama GCC. Mereka bisa melakukan tindakan militer yang bertujuan meredam ancaman serta mengembalikan keamanan dan stabilitas di GCC.


Menurut Madhlum, campur tangan aparat keamanan dari GCC bukan berarti GCC akan menguasai Bahrain. Aparat keamanan GCC itu bekerja di bawah komando aparat keamanan Bahrain. ”Pasukan GCC hanya bertugas menjaga tempat-tempat strategis. Pengunjuk rasa tetap ditangani aparat keamanan Bahrain,” ungkap Madhlum.


Pasukan perisai Aljazeera dibentuk pada tahun 1982 dan anggotanya terdiri atas semua anggota GCC, yakni Arab Saudi, Qatar, Bahrain, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Kesultanan Oman. Pasukan perisai Aljazeera ini awalnya hanya memiliki 5.000 personel, tetapi kini sudah berjumlah sekitar 30.000 personel. Markas pasukan perisai Aljazeera berada di Hafr El Bathin di Arab Saudi di dekat perbatasan Kuwait.


Pada Desember 2000, anggota GCC menandatangani kesepakatan pertahanan bersama, di mana setiap anggota berkewajiban mempertahankan atau membela anggota lain yang mendapat ancaman atau tindakan permusuhan.


Pada Desember 2001, GCC membentuk dewan agung militer untuk melaksanakan kesepakatan pertahanan bersama itu. (kompas)

Artikel Terkait

- Reviewer: Asih - ItemReviewed: Teluk Bela Bahrain, Iran Geram Deskripsi: Aksi revolusi rakyat Timur Tengah dan Afrika Utara sudah merembet ke negara Bahrain, sebuah negeri pulau di Teluk, memiliki sensitivitas ter... Rating: 4.5
◄ Newer Post Older Post ►