
Hasil penghitungan referendum yang diadakan di Mesir menunjukkan rakyat Mesir mendukung perubahan konstitusi undang undang dasar, yang memungkinkan militer segera melangkah ke arah pemilihan umum anggota DPR dan pemilihan Presiden. Menurut sumber di pengadilan, Ahad (20/3), pemungutan suara parlemen hasil referendum bisa dilaksanakan paling cepat September.
Ketua Komisi Referendum, Mohammad Atiyeh, Ahad malam (20/3) menyatakan bahwa 77 persen warga Mesir mendukung perubahan undang-undang dasar.
Mohammad Atiyeh sebagaimana dilaporkan Kantor Berita AFP mengatakan, "77 persen pemilih menyatakan positif atau setuju atas perubahan undang-undang dasar."
Menurut keterangan Atiyeh, tingkat partisipasi masyarakat berkisar 41 persen. Dikatakannya, "Lebih dari 18 juta warga dari 45 juta warga yang memenuhi syarat sebagai pemilih, ikut serta dalam referendum ini."
Dengan demikian, sekitar 14 juta warga menyatakan setuju atas perubahan undang-undang dasar di Mesir, sedangkan empat juta lainnya menolak.
Warga Mesir, hari Sabtu (19/3) mulai menggunakan hak pilih dalam referendum untuk menentukan amandemen konstitusi. Tempat pemungutan suara dibuka pada pukul 08.00 hingga pukul 19.00 waktu setempat.
Referendum tersebut diadakan oleh Dewan Tertinggi Militer selaku penguasa sementara setelah mengambil alih kekuasaan dari presiden terguling Hosni Mubarak pada 11 Februari.
Sebelumnya, Dewan Militer membekukan konstitusi dan membentuk komite terdiri atas ahli hukum dan politik untuk mengajukan perubahan pasal tertentu guna menjamin pemilihan umum jujur dan transparan. Amandemen itu juga mencakup pengurangan masa jabatan presiden dari enam tahun menjadi empat tahun serta membatasi seorang presiden hanya boleh menjabat dua masa bakti.
Komisi Referendum mengatakan yang berhak memilih adalah warga berusia 18 tahun ke atas dan hanya menunjukkan kartu tanda penduduk. Sejumlah 34.000 tentara dikerahkan untuk membantu polisi dalam pengamanan referendum tersebut.
Dalam referendum itu, pemilih hanya memilih "ya" atau "tidak". Ikhwanul Muslimin, oposisi utama, yang menggerakkan revolusi 25 Januari tersebut, mengampanyekan warga memilih "ya". Sementara itu, beberapa kalangan oposisi, termasuk Mohamed ElBaradei, menyeru warga memilih "tidak", dengan alasan amandemen ajuan komite militer itu belum sempurna. (ir)