20 Mar 2011

Apalagi Janji Obama untuk Negara Latin?

Image


Tampaknya Amerika Serikat tidak ingin pengaruhnya di negara negara Amerika Latin semakin merosot seiring dengan kian menguatnya puak-puak sayap kiri yang dimotori Presiden Venezuela Hugo Chavez di kawasan. Mulai hari ini, Sabtu (19/3) Presiden AS Barack Obama menggelar rangkaian safarinya ke Amerika Selatan. Tujuan pertama Obama adalah Brazil, setelah itu dilanjutkan ke El Salvador dan berakhir di Chili. Penguatan hubungan ekonomi dan politik merupakan agenda utama safari Obama ke Amerika Latin.


Para pengamat politik berkeyakinan, salah satu target utama lawatan Obama kali ini adalah untuk mengembalikan infiltrasi Washington di kawasan yang sempat melemah drastis di era kepemimpinan George W. Bush. Sebelumnya, presiden berkulit hitam pertama AS itu sempat melontarkan dimulainya era baru hubungan AS dan Amerika Latin dalam KTT Negara-negara Amerika Latin dan Kawasan Karibia pada tahun 2009. Uluran tangan Obama saat itu pun mendapat sambutan optimis dari para pemimpin regional. Sayangnya, implementasi dari janji-janji Obama itu masih saja sarat dengan arogansi dan standar ganda. Kebijakan Obama di kawasan ternyata mengingatkan kembali memori publik tentang gaya intervensi Paman Sam pada dekade 1970-an dan 1980-an. Kala itu, Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger memegang peranan kunci dalam menyetir kebijakan Washington di Amerika Latin.


Intervensi pertama Gedung Putih di Amerika Latin pada era Obama bisa disaksikan dalam upaya kudeta terhadap Presiden Honduras yang sah, Manuel Zelaya. Kendati saat itu, Obama mengaku tak tahu-menahu soal kudeta tersebut, namun tak lama kemudian terkuak berita soal hubungan intim para pelaku kudeta dengan Pentagon. Terungkapnya isu tersebut membongkar bagaimana keterlibatan AS dalam kudeta di Honduras.


Intervensi lain AS di Amerika Latin adalah penguatan dukungan terhadap kubu-kubu oposisi dan penyokong liberalisme dengan cara menyulut krisis politik di Venezuela, Bolivia, Nikaragua, dan Ekuador. Sebenarnya, model intervensi seperti itu pernah dipraktekkan Washington pada dekade 1970-an untuk menumbangkan para pemimpin sayap kiri Amerika Latin dan kini Obama mencoba kembali menguji nasib peruntungannya dengan menerapkan kebijakan serupa.


Namun situasi dan peta politik regional saat ini jauh berbeda dengan dua atau tiga dekade sebelumnya. AS kini bukan satu-satunya pemain di kawasan. China, Rusia, Uni Eropa dan bahkan Iran telah menjalin hubungan yang erat dengan negara-negara Amerika Latin. Munculnya Brazil sebagai kekuatan ekonomi baru di belahan selatan Amerika juga turut banyak mempengaruhi daya tawar Washington di kawasan. Tak heran, jika kunjungan Obama ke kawasan kali ini juga mengusung iming-iming politik untuk membujuk negara-negara regional agar tetap menjaga kepentingan AS di kawasan.(irib)