Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Rodham Clinton mengakui AS tidak bisa meramalkan perkembangan di Timur Tengah seperti yang terjadi di Mesir dan Tunisia, ia juga menegaskan tidak ada unsur diluar yang terlibat
Sebagaimana dilaporkan Yediot Aharonot, Clinton (15/2) bahwa nyaris tidak mungkin untuk memprediksi jatuhnya rezim Mubarak di Mesir .
"Saya tidak mengira kita akan duduk di sini berbicara tentang akhir kekuasaan Mubarak," kata Clinton mengomentari bagaimana mungkin sumber-sumber AS tidak mampu memprediksikan perkembangan dramatis di Mesir.
Dalam sebuah wawancaranya dengan televisi Al-Arabiya, Clinton menegaskan bahwa tidak unsur atau atau pengaruh asig yang terlibat dalam apa yang terjadi di Mesir.
"Ini semua tentang rakyat Mesir, dan saya pikir rakyat Mesir sendiri yang menyatakan dengan jelas bahwa mereka tidak menginginkan kekerasan, mereka menuntut penghormatan terhadap hak asasi mereka, serta perubahan menuju demokrasi," ungkapnya.
Clinton mengklaim bahwa pemerintahan Obama menekankan kepada para pemimpin Arab agar segera melaksanakan reformasi politik dan ekonomi.
Pada kesempatan lain saat diwawancarai Aljazeera, Clinton memperingatkan kesulitan yang akan dihadapi di masa mendatang.
Clinton menambahkan, semua pihak menyadari bahwa konstitusi Mesir harus direvisi, peraturan baru harus ditetapkan, dan partai politik harus terbentuk. Sederet list tugas yang perlu diperhatikan oleh setiap orang. Menurutnya hal ini ini akan memakan banyak energi dari semu pihak yang terlibat.
DI bagian lain pernyataannya, Clinton menyatakan mendukung langkah-langkah awal yang diambil oleh militer Mesir.
Awal pekan ini Dewan Tinggi Angkatan Bersenjata Mesir berjanji akan menyelenggarakan referendum amandemen konstitusi dan membentuk sebuah komite pelaksananya.
Mantan hakim Tariq al-Bishri, seorang pendukung independensi yudisial diangkat sebagai ketua komite tersebut.
irib.ir
