Seorang pejabat pemerintahan Afghanistan mendesak Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada negara tetangga, Pakistan, karena dianggap mendukung terorisme.
Dalam wawancara dengan kantor berita Washington Post, Penasihat Keamanan Nasional Afghanistan, Rangin Dadfar Spanta mengatakan bahwa yang menjadi isu sentral dalam perang melawan teroris adalah dukungan dan pelatihan yang mereka dapatkan dari militer dan intelijen Pakistan serta perlindungan yang mereka peroleh di Pakistan.
Menurut Spanta, Amerika Serikat harus memutar arah pesawat-pesawat tanpa awaknya untuk menarget para komandan Taliban Afghanistan yang tinggal di Pakistan.
Ia juga menyerukan penjatuhan sanksi terhadap Pakistan dan penolakan visa bagi para jenderal Pakistan serta para pejabat lain yang terlibat dalam memberikan dukungan terhadap aktivitas teror.
Dalam tulisannya dalam pemberitaan Washington Post edisi Senin lalu, Spanta meminta Amerika Serikat mengevaluasi kembali hubungan dengan Pakistan dan menyebut dukungan yang diberikan AS kepada Pakistan sebagai "kesalahan strategis."
"Saat kita kehilangan puluhan orang pria dan wanita karena serangan teroris yang terjadi setiap hari, pengajar utama teroris terus saja menerima dana bantuan miliaran dolar. Bagaimana mungkin kontradiksi fundamental ini bisa dibenarkan?" tulis Spanta.
Pernyataan tersebut diberikan setelah muncul laporan bahwa Presiden Afghanistan Hamid Karzai merasa amat frustrasi dengan kebijakan AS mengenai Pakistan.
"Ia menuding Pakistan telah campur tangan dalam urusan Afghanistan, tapi kemudian Barat menyebut Pakistan sebagai mitra strategis. Ia beranggapan, Pakistan melatih pasukan untuk dikirim ke Afghanistan dan membunuh para prajurit kami," kata seorang pejabat yang menolak menyebut nama. "Hal itu betul-betul membuatnya kesal."
Menurut Spanta, setelah 9/11, Afghanistan menjadi contoh langka konsensus internasional. "Di tengah persaingan kepentingan regional dan internasional, komunitas global melakukan intervensi militer yang didorong dan dibenarkan oleh Dewan Keamanan PBB."
"Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Al Qaeda telah menciptakan tempat perlindungan di Afghanistan dengan dukungan dari badan intelijen Pakistan. Membongkar infrastruktur teroris regional ini penting bagi strategi antiterorisme internasional," tambahnya.
Spanta menambahkan, ada kebingungan dalam mengidentifikasi siapa kawan dan lawan Afghanistan. "Rakyat Afghanistan berteruma kasih kepada komunitas internasional atas pengorbanan harta dan darah. Sayangnya, intelijen militer dari salah satu negara kami masih menganggap Afghanistan sebagai lingkup di bawah pengaruhnya. Meski dihadapkan dengan ancaman teroris yang bermunculan, Pakistan terus saja memberikan tempat perlindungan dan dukungan bagi Syura Quetta, jaringan Haqqani, kelompok Hekmatyar, dan Al Qaeda," tambahnya.
"Meski dokumen yang baru-baru ini dibocorkan oleh WikiLeaks berisi informasi yang tidak baru atau mengejutkan, dokumen tersebut merupakan bukti hubungan dekat antara Taliban, Al Qaeda, dan intelijen Pakistan," tulis Spanta.
"Komunitas internasional hadir di Afghanistan untuk membongkar jaringan teroris internasional ini. Tapi, fokus dari tugas dasar ini terus dikikis dan dihadang oleh kegagalan strategis, yaitu kesalahan merangkul mitra strategis yang, faktanya, memelihara terorisme," tulisnya.
"Banyak hal yang telah dikatakan mengenai keinginan politik pemerintah Afghanistan, cara memerintah dan korupsi di negara kami. Hal-hal ini utamanya adalah variabel domestik. Memang benar bahwa elit politik yang kelelahan dan putus asa di Afghanistan, yang berhadapan dengan orang-orang oportunis di dalam dan di luar struktur kekuasaan, membuat mafia bisa masuk ke dalam politik. Institusi-institusi pemerintahan dan aturan hukum menjadi lemah. Tidak diragukan lagi, tiadanya transparansi, bertentangan dengan kehadiran perusahaan-perusahaan keamanan swasta yang jelas berhubungan dengan orang-orang tertentu, mengakibatkan privatisasi keamanann dan mengakibatkan ketidakamanan di negara kami, adalah hal-hal yang meresahkan. Tapi, kehadiran teroris internasional di kawasan ini tidak hanya disebabkan oleh korupsi Afghanistan. Inggris, Spanyol, Turki, China, Jerman, dan India, semuanya menjadi korban, bukan oleh korupsi Afghanistan, melainkan oleh terorisme internasional yang berasal dari kawasan tersebut." (Suaramedia.com)