Dunia Arab hingga hari Kamis (10/6) tidak memberi komentar secara resmi terhadap resolusi DK PBB No 1.929 tentang sanksi baru terhadap Iran. Namun, sikap Lebanon yang memilih abstain merupakan refleksi dari sikap dunia Arab menyangkut isu nuklir Iran selama ini.
Duta Besar Lebanon untuk PBB Nawaf Salam menjelaskan alasan di balik sikap abstain Lebanon, yakni agar Israel bergabung dalam Pakta Nonproliferasi Nuklir (Nuclear Non-Proliferation Treaty/NPT). Tujuannya adalah agar Timur Tengah bebas dari semua jenis senjata pemusnah massal. Ia menegaskan, adalah hak Iran memiliki program nuklir untuk tujuan damai.
Sikap klasik dunia Arab selama ini selalu melihat Israel sebagai pintu untuk menolak program nuklir Iran.
Upaya dunia Arab itu berhasil dilakukan melalui konferensi untuk evaluasi pelaksanaan NPT pada 28 Mei lalu. Konferensi itu memutuskan pelaksanaan konferensi internasional tahun 2012 dengan tujuan menjadikan kawasan Timur Tengah bebas dari senjata nuklir, dengan melibatkan semua negara termasuk Israel dan Iran.
Konferensi itu juga merekomendasikan agar Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menginspeksi instalasi nuklir Israel. Israel selama ini menolak keras bergabung dalam NPT.
Sebelumnya, IAEA pada 18 September 2009 meminta Israel secara resmi menandatangani NPT dan agar tim IAEA diizinkan menginspeksi instalasi nuklir Israel.
Arab memiliki sikap soal nuklir, yakni berusaha mewujudkan dasar hukum untuk menjadikan kawasan Timur Tengah bebas dari semua jenis senjata pemusnah massal, khususnya senjata nuklir.
Arab meminta Israel menanggalkan senjata nuklir sebagai syarat inti agar kawasan Timur Tengah bebas dari senjata pemusnah massal seperti tertera dalam Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 49 dan Nomor 71 tanggal 15 Desember 1994. Resolusi tersebut menyerukan semua pihak di Timur Tengah mengambil langkah serius mewujudkan Timur Tengah bebas dari senjata nuklir.
Arab juga meminta Israel memenuhi komitmen menjadikan kawasan Timur Tengah bebas nuklir seperti tertera dalam kesepakatan damai Israel-Jordania tahun 1994.
Dalam kesepakatan itu, Israel dan Jordania berjanji berusaha menjadikan kawasan Timur Tengah bebas dari senjata nuklir.
Masih sebuah impian
Namun, dunia Arab melihat impian itu masih tetap sebuah impian. Perimbangan kekuatan di Timur Tengah kini sangat timpang, terlihat dengan keunggulan negara non-Arab seperti Israel dan Iran.
Iran memiliki teknologi nuklir dan mampu melakukan proses pengayaan uranium sendiri. Diyakini, Iran memiliki bahan uranium yang cukup untuk membuat senjata nuklir jika ada kemauan.
Israel sudah memiliki instalasi nuklir di Demona, Israel Selatan, dan diyakini sudah memiliki 200 hingga 300 hulu ledak nuklir. Para pakar memperkirakan, Israel mulai memproduksi senjata nuklir sejak tahun 1968 hingga 1972.
Pakar nuklir Israel yang membelot, Mordechai Vanunu, pada tahun 1986 mengungkapkan, Israel telah memproduksi sedikitnya 100 bom nuklir.
Negara-negara Arab hanya memiliki instalasi nuklir skala rendah. Mesir hanya memiliki instalasi nuklir untuk keperluan riset dengan kekuatan hanya 2 hingga 23 megawatt, dan tidak mampu melakukan proses pengayaan uranium sendiri.
Mesir membatalkan program nuklir tahun 1986 setelah menandatangani NPT tahun 1981. Mesir saat itu sempat memiliki enam instalasi nuklir dengan masing-masing mempunyai kekuatan 600 megawatt. (kompas)