Bogor - Tim relawan organisasi kegawatdaruratan kesehatan, "Medical Emergency Rescue Committee", Indonesia untuk misi "Flotilla to Gaza" melalui pelayaran menembus blokade Israel atas Gaza, Palestina, menyatakan bahwa misi kemanusiaan itu tidak akan tunduk pada permintaan dan ancaman Israel.
"Misi `Flotilla to Gaza` akan tetap berlayar sesuai rencana, dan tidak akan tunduk pada permintaan Israel," kata Ketua tim relawan "Medical Emergency Rescue Committee" (MER-C) Indonesia Nur Fitri Moeslim Taher melalui pesan singkat yang dikirimkan kepada ANTARA dari Pelabuhan Antalya, Turki, Selasa malam.
Saat ini, katanya, tim dengan peserta yang terdiri atas berbagai elemen dan pegiat kemanusiaan dan hak asasi manusia dari 50 negara, yang direncanakan masuk Gaza pada tanggal 25 Mei 2010 sudah berada di Pelabuhan Antalya Turki, tempat kapal-kapal berada.
Ia mengatakan, setelah meminta kapal-kapl dalam misi "Flotilla to Gaza" untuk bersandar di Port Eskelot sebelum ke Gaza, sekarang Israel meminta kapal-kapal dalam misi itu bersandar di Pelabuhan Al-Arish, kawasan perbatasan Mesir-Jalur Gaza.
"Semua partisipasn menyatakan bahwa `Flotilla` akan berlayar sesuai rencana tanpa mengikuti keinginan Isreal," kata Fitri, yang bersama empat relawan MER-C Indonesia lain, yakni dr. Arief Rachman, Abdillah Onim, Nur Ikhwan Abadi, dan Muhammad Yasin tergabung dalam misi dimaksud.
Hanya saja, kata dia, kapal-kapal dari Eropa diperkirakan akan terlambat tiba di Antalya. "Jadi, kemungkinan besar kami tidak berlayar sampai hari Kamis (27/5) menunggu kapal Eropa datang untuk berlayar bersama," katanya.
Sementara itu, Ketua Presidium MER-C Indonesia dr. Sarbini Abdul Murad juga membenarkan bahwa misi pelayaran "Flotilla to Gaza" yang direncanakan dimulai Selasa (25/5) dari Pelabuhan Antalya ditunda hingga hari Kamis mendatang.
Penundaaan disebabkan karena kedatangan kapal-kapal dari Eropa, termasuk kapal "Rachel Corrie" milik organisasi "Free Gaza Movement", terlambat dari jadwal yang sudah diperkirakan.
Panitia pelayaran memutuskan untuk menunda pelayaran hingga kapal-kapal dari Eropa tiba karena pelayaran ke Gaza akan tetap dilakukan dengan formasi semua kapal beriringan.
Sementara itu, kapal-kapal IHH (Insani Yardim Vakfi), salah satu organisasi HAM dan kemanusiaan terbesar di Turki yang bermarkas di Istanbul, sudah berada di Pelabuhan Antalya, sebuah kota pelabuhan tua di Turki yang sangat terkenal dengan keindahannya.
Kapal-kapal itu, termasuk kapal "Mavi Marmara" yang akan ditumpangi oleh tim MER-C Indonesia, sudah berlayar lebih dahulu ke Antaliya sejak Sabtu (22/5) usai acara jumpa wartawan "Flotilla to Gaza" yang diadakan IHH Turki di Pelabuhan Sarayburnu Istanbul, dan dilepas oleh ribuan orang.
Tim MER-C beserta peserta pelayaran lainnya menyusul menuju Antalya pada hari Minggu (23/5) dan tiba di Antalya pada hari Senin (24/5) pukul 11.00 siang waktu setempat setelah menempuh sekitar 12 jam perjalanan via darat dari kota Istanbul.
Seiring semakin dekatnya waktu pelayaran, kata dia, berita-berita adanya ancaman Israel untuk menghadang dan menggagalkan misi ini juga semakin gencar.
Namun, "Flotilla to Gaza" ini akan tetap berlayar sesuai rencana dan tidak akan tunduk pada permintaan Israel. Bahkan, menurut informasi dari tim MER-C di lapangan, kata dia, sempat tersiar kabar bahwa Israel saat ini sedang menyiapkan kapal-kapal untuk memblokade bantuan ke Gaza.
Isarel juga dikabarkan tengah menyiapkan sebuah wilayah di Israel bernama Sderot sebagai tempat untuk memenjarakan peserta pelayaran ini.
Terkait dengan hal itu, Ketua IHH Turki Bulent Yildirim menyatakan konvoi kapal tidak gentar dengan ancaman dan gertakan pihak Israel yang akan menghadang semua kapal yang memasuki perairan Gaza. "Peserta pelayaran ini sangat paham apa yang akan mereka lakukan, dan tidak melanggar hukum apa pun," katanya.
Ia menyebutkan bahwa batas laut tiap negara adalah 12 mil. Hal ini tentunya berlaku untuk Israel.
Gerakan "Flotilla to Gaza" itu akan berlayar 80 mil di luar garis pantai Israel. "Jika Isreal melakukan sesuatu untuk menggagalkan konvoi ini, negara itulah yang melanggar hukum laut internasional," katanya menandaskan.
sumber: antara