TEL AVIV – Seorang wanita Israel berusia 23 tahun menjalani sidang pada hari Senin atas tuduhan spionase serius karena diduga membocorkan dokumen militer dan menghadapi ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Tiba di pengadilan distrik Tel Aviv, Anat Kam mengatakan dirinya senang bisa keluar rumah setelah lima bulan berada di dalam tahanan rumah.
Sidang pada hari Senin itu digelar secara tertutup.
Dia dituduh mencuri sekitar 2,000 dokumen, termasuk detail rencana operasional dan pengiriman pasukan, selama masa tugasnya di kemiliteran antara tahun 2005 hingga 2007.
Beberapa dari dokumen itu adalah sumber laporan surat kabar Haaretz tahun 2008 bahwa tentara Israel telah menerima perintah untuk melakukan pembunuhan dengan sasaran pejuang Palestina dalam pelanggaran terhadap perintah Mahkamah Agung Israel.
Kam didakwa dengan “spionase serius” yang membahayakan keamanan Israel, sebuah dakwaan dengan hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Kebocoran itu menghadirkan ancaman nyata dan langsung terhadap nyawa tentara IDF (pasukan pertahanan Israel) dan warga negara Israel,” ujar kepala agen intelijen domestik Shin Bet, Yuval Diskin, pada editor-editor Israel bulan lalu.
“Jika dokumen-dokumen ini, sebagian dari mereka, sampai ke tangan musuh atau agen intelijen asing, ini bisa menyebabkan gangguan keamanan yang serius dan bahaya bagi tentara IDF dan warga negara Israel,” ujarnya.
Kam mengatakan tindakannya itu dilandasi motif ideologis dan bahwa dia ingin mempublikasikan kebijakan militer Israel di wilayah Palestina.
“Dalam catatan sejarah, mereka yang memperingatkan tentang kejahatan perang telah dimaafkan,” ujarnya.
Artikel Haaretz dipublikasikan pada bulan Oktober dan November 2008 tapi lebih dari setahun kemudian sebelum Kam ditahan. Dia telah menjadi tahanan rumah sejak Desember tahun lalu.
Pada tahun 2008, koran Haaretz mempublikasikan sebuah artikel yang menuduh militer melanggar putusan Mahkamah Agung Israel tentang membunuh pejuang yang seharusnya bisa ditangkap hidup-hidup. Haaretz mengatakan militer telah secara unilateral melonggarkan aturan keterlibatannya dan menarget pejuang untuk dibunuh.
Di akhir tahun 2006, Mahkamah Agung Israel menerapkan serangkaian pembatasan ketat atas pembunuhan di Tepi Barat, membatasi mereka untuk kasus-kasus yang luar biasa. Secara resminya, militer menghentikan praktik itu untuk mematuhi perintah Mahkamah.
Namun laporan Haaretz mengutip sebuah dokumen dari bulan Maret 2007 yang mencakup sebuah perintah dari Mayor Jenderal Yair Naveh, komandan utama Israel saat itu di Tepi Barat, yang mengijinkan penembakan terhadap tiga pejuang top Palestina bahkan ketika mereka tidak menghadirkan bahaya nyata.
Musim panas itu, salah satu dari mereka, Ziad Malaisha dari Jihad Islam, dibunuh di kota Jenin, Tepi Barat. Para ahli yang diwawancarai oleh Haaretz mengatakan bahwa pembunuhan itu ilegal.
Mayor Jenderal Naveh mengatakan pada saat itu bahwa pembunuhan tersebut dibenarkan dan tidak melanggar peraturan pengadilan. Mayor Jenderal Naveh kini telah pensiun dan tidak dapat dimintai komentar.
Anat Kam sendiri sekarang telah menyelesaikan dinasnya di kemiliteran dan menjadi kolumnis gosip untuk situs web Walla. Dakwaan terhadap Kam tidak berhubungan dengan aktivitasnya sebagai jurnalis.
sumber: suaramedia