ANKARA – Pers Turki mengungkapkan mengenai skenario AS untuk memperlemah pemerintahan Recep Tayyip Erdogan, kepala Partai Keadilan dan Perkembangan (AK) yang berakar Islam.
Surat kabar sekuler Ocksham menyebutkan bahwa setelah konferensi yang digelar kubu oposisi sekuler yang diperkirakan akan menunjuk Kamal Kilic Daroglu untuk menggantikan Deniz Baykal, yang mundur minggu lalu karena skandal seks, AS mengawasi perkembangan politik di Turki.
Surat kabar tersebut mengatakan bahwa Washington kini menginginkan partai oposisi yang kuat. Pemerrintahan Barack Obama ingin memperlemah pemerintahan Erdogan yang dianggal keras dan menentang Israel, namun justru dekat dengan poros Iran dan Syria serta menjaga jarak dengan AS.
Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengumumkan bahwa Amerika Serikat telah mencapai kesepakatan dengan Rusia dan China mengenai draf resolusi penjatuhan sanksi terhadap Iran terkait program nuklir negara tersebut.
Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu mengancam akan mundur dari kesepakatan segitiga pertukaran uranium dengan Brazil dan Iran jika negara-negara besar menjatuhkan sanksi terhadap Teheran.
Dalam forum internasional Uni Eropa dan Amerika Latin di Madrid, Erdogan menyerukan dukungan terhadap pernyataan final (tiga negara: Iran, Brazil, dan Turki) atas nama perdamaian dunia, ia mengatakan: “Kita harus berhenti membicarakan penjatuhan sanksi terhadap Iran setelah kesepakatan ini.”
Sementara itu, Turki dan Brazil mendesak negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB untuk memerhatikan kesepakatan dengan Iran untuk mencegah penjatuhan sanksi terhadap Teheran.
Surat tersebut dikiriimkan saat DK PBB memeriksa sebuah draf resolusi AS yang menyerukan agar Iran dijatuhi sanksi baru karena meneruskan aktivitas pengayaan uranium.
Meski kesepakatan tersebut dianggap sebagai kudeta diplomatik oleh Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva, AS dan sekutunya Inggris dan Perancis mengatakan bahwa yang dilakukan Iran belum cukup untuk menarik dorongan penjatuhan sanksi.
Washington khawatir Teheran berusaha membangun senjata nuklir dengan kedok program nuklir sipil, sebuah tudingan yang dibantah Teheran.
Brazil mengatakan kesepakatan pertukaran uranium Iran adalah sebuah tindakan untuk membangun kepercayaan dan harus dipertimbangkan secara layak.
“Kesepakatan ini adalah bukti baru yang harus dievaluasi,” kata Menteri Luar Negeri Celso Amorim, yang memimpin negosiasi Iran-Brazil-Turki kepada para wartawan di Brasilia pada Selasa malam.
“Mengabaikan kesepakatan ini sama halnya dengan mengesampingkan kemungkinan solusi yang tenang,” katanya.
Lula, yang melakukan kunjungan ke Madrid, mengatakan bahwa Dewan Keamanan PBB sebaiknya menunjukkan kesediaan untuk bernegosiasi.
Kesepakatan itu “persis apa yang diinginkan Amerika Serikat lima bulan yang lalu,” kata Lula.
Sebuah pemungutan suara untuk menjatuhkan sanksi PBB akan membuyarkan upaya tersebut dan upaya Brazil mendapatkan kesepakatan dengan Iran dalam kunjungan yang dilakukan hari Minggu-Senin lalu.
Lula, yang habis masa jabatannya sebagai presiden akhir tahun ini, dipuji di dalam negeri dan sejumlah surat kabar di luar negeri, ia dipandang sebagai diplomat ahli ketika kesepakatan tersebut diumumkan.
Namun, AS, Perancis, dan Inggris mengabaikan hal itu. Mereka mengatakan Iran sebelumnya telah melanggar banyak janji dan pernah menegaskan akan melanjutkan pengayaan cadangan uranium di negara tersebut.
Sejumlah sumber AS mengatakan pemerintahan Obama amat khawatir dengan kebijakan Erdogan yang bertentangan dengan Israel dan semakin dekatnya Turki dengan Syria.
Surat kabar Jerusalem Post mengutip sumber Yahudi Amerika yang mengatakan, “AS belum memutuskan apakah kedekatan Turki - Syiria membuktikan semakin jauhnya orientasi kebijakan Turki dari Barat, namun (AS) mengawasi tindakan-tindakan Turki.”
Lobi Yahudi dalam Kongres AS telah memulai langkah-langkah untuk menentang Turki, seiring dengan kecaman berkelanjutan Erdogan terhadap Israel. Mereka merumuskan draf resolusi kepada Senat AS megenai “genosida” terhadap Armenia di Anatolia pada 1915.
sumber: suaramedia