NEW DELHI (SuaraMedia News) – Mahkamah Agung India pada hari Sabtu memutuskan bahwa wanita Muslim tidak akan dapat memperoleh kartu identitas pemilih jika mereka menolak untuk membuka cadarnya saat difoto, kanal televisi India CNN-IBNlive melaporkan pada hari Sabtu.
Mahkamah yang terdiri atas Ketua Hakim KG Balakrishnan dan Hakim Deepak Verma mengeluarkan perintah tersebut saat mendengarkan petisi dari warga Madurai, Ajmal Khan, yang berdalih bahwa mencetak foto para wanita Muslim dalam daftar pemilih melanggar Islam dan hak-hak dasar mereka untuk mempraktikkan dan menganut agama.
Mahkamah Agung tidak yakin, dan menanyakan padanya apa yang akan dilakukan kaum wanita Muslim jika mereka mencalonkan diri dalam pemilihan.
“Bagaimana jika kau ingin memenangkan pemilihan?” tanya pengadilan. “Jika kau memiliki sentimen relijius yang begitu kuat, dan tidak ingin dilihat oleh masyarakat umum, maka jangan pergi memberikan suara. Kau tidak bisa mengenakan burqa ketika memilih. Itu akan menimbulkan komplikasi dalam identifikasi pemilih.”
“Jika seseorang datang untuk memilih dengan memakai burka dan fotonya juga diambil dalam balutan yang menutupi seluruh tubuh hingga muka, bagaimana seseorang akan mengidentifikasi si pemilih?”
Ajmal Khan mengajukan sebuah pembelaan di Pengadilan Apex setelah putusan dari Pengadilan Tinggi Madras menolak pembelaannya yang mempertanyakan langkah Komisi Pemilihan India memiliki foto-foto para pemilih.
“Kebiasaan relijius dan ceramah-ceramah tentang Al-Qur’an menentukan bahwa wanita Muslim harus mengenakan cadar dan burka dan memperlihatkan wajah hanya kepada suami dan kerabat dekat saja,” ujar Ajmal dalam pembelaannya.
Ajmal mengatakan bahwa wanita Muslim tidak menentang kartu identitas pemilih, tapi menentang dicetaknya foto mereka di sebuah dokumen publik.
Menurut Deccan Herald, sejumlah kelompok Muslim pada hari Sabtu mendukung penolakan Mahkamah Agung terhadap argumen bahwa wanita tidak dapat membuka cadarnya untuk foto identitas pemilih, dan mengatakan bahwa hukum Islam membolehkan mereka membukanya untuk kepentingan khusus.
“Saya sangat sependapat dengan perintah Mahkamah Agung. Jika kita tidak keberatan difoto untuk paspor haji, kenapa kita harus keberatan untuk hal yang sama ini. Ini seharusnya tidak dijadikan sebuah persoalan yang emosional,” ujar Ketua Komisi Minoritas Delhi dan anggota Dewan Hukum Personal Muslim Seluruh India, Kamal Faruqui.
Ketika ditunjukkan bahwa beberapa ulama menentang prosedur tersebut, Faruqui mengatakan bahwa ia akan meyakinkan komunitas mengenai pentingnya foto identitas pemilih. “Saya yakin mereka akan mengerti pentingnya memiliki foto tersebut.”
“Cadar tidaklah wajib bagi kaum wanit menurut Syariah, namun hukum Islam memberikan ijin bersyarat di bawah situasi khusus,” ujar anggota senior Dewan Hukum Personal Muslim Seluruh India dan Naib Imam Idgah, Lucknow, Khalid Rasheed Forangimahal. Sekretaris dan juru bicara Jamiat-Ulema-e-Hind, Abdul Hamid Nomani, juga mengatakan bahwa Islam mengijinkan wanita Muslim untuk memperlihatkan wajahnya jika ada kebutuhan khusus.
“Apa hubungannya foto identitas dengan burka. Ini bukan situasi umum di mana cadar itu penting. Beberapa orang mencampuradukkan situasi yang khusus dengan yang umum. Ini seharusnya tidak diproyeksikan sebagai isu agama,” ujar Nomani.
Sekretaris Jama’at-e-Islami, Mujtaba Farooqi, mengatakan, “Saya pikir apa yang dikatakan Mahkamah Agung itu benar. Dokumen tentang warga negara harus dipersiapkan dan foto mereka harus ada untuk menjadikannya sebagai dokumen dasar.”
Farooqi mengatakan bahwa mereka yang mendukung cadar pun melonggarkannya untuk dokumen-dokumen penting semacam itu dan madrasah juga telah mengeluarkan fatwa bahwa foto wanita Muslim dapat diambil jika memang benar-benar dibutuhkan. Imam Masjid Fatehpuri, Mufti Mukarram Ahmed, mengatakan bahwa ia tidak melihat ada yang salah dengan pengamatan Mahkamah Agung.
“Tidak ada yang salah dengan apa yang dikatakan Mahkamah Agung. Meskipun Syariah menyebutkan bahwa cadar itu penting bagi kaum wanita, ia mengijinkan diperlihatkannya wajah mereka jika memang dibutuhkan dan diwajibkan. Jika seorang wanita benar-benar sakit, dia tidak dapat mengenakan cadar di depan dokternya. Difoto untuk kartu identitas pemilihan umum atau dokumen penting lainnya itu diijinkan.” (rin/nt) www.suaramedia.com