5 Letusan Terbesar Gunung Di Tanah Air. Gunung api yang meningkat aktivitasnya hingga meletus memang kerap terjadi di Indonesia. Ini merupakan konsekuensi daerah yang berada di cincin api Pasifik.
Nah, berikut ini beberapa letusan dahsyat gunung-gunung api yang ada di Indonesia, dirangkum dari berbagai sumber:
1. Gunung Kelud
Gunung Kelud merupakan gunung berapi di Jawa Timur yang termasuk tipe stratovulkan dengan karakteristik letusan eksplosif.
Letusan terbesar gunung Kelud terjadi pada pada tahun 1586 dan diperkirakan memakan korban mencapai 10.000 orang. Menurut Rovicky Putrohari, geologi pengamat energi, kebencanaan dan lingkungan dalam blognya, rovicky.wordpress.com, letusan tahun 1856 itu diperkirakan memiliki kekuatan Volcanic Explosivity Index (VEI)= 5.
Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada 1901, 1919, 1951, 1966, dan 1990. Pada 2007, aktivitas Gunung Kelud kembali meningkat. Kemudian pada ahli gunung api pun menyimpulkan gunung ini memiliki siklus letusan 15 tahunan. Saat ini, Gunung Kelud dalam keadaan siaga.
2. Gunung Krakatau
26-27 Agustus 1883, sepertinya menjadi hari yang tidak akan dilupakan penduduk di Pulau Jawa, Sumatera, dan penghuni Bumi lainnya. Bagaimana tidak, di hari itu Gunung Krakatau meletus dengan kekuatan dahsyat. Para ahli bahkan menyebut letusan Krakatau saat itu setara dengan 13.000 kali kekuatan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki atau 150 megaton TNT. Lebih dari 36 ribu orang tewas akibat awan panas dan tsunami yang diakibatkan letusan gunung yang terletak di Selat Sunda, antara pulau Jawa dan Sumatera itu.
Gelombang laut kala itu tingginya mencapai 40 meter sehingga menghancurkan pemukiman dan kampung di pesisir pantai. Longsoran bawah laut pun terjadi pada saat itu.
Suara letusan Krakatau pun sangat dahsyat, sehingga terdengar sampai radius lebih dari 4.600 kilometer. Letusan yang terdengat di sepanjang Samudera Hindia ini tercatat sebagai suara letusan paling keras yang pernah terdengar di Bumi. Konon suara letusan keras itu dapat didengar oleh 1/8 penduduk Bumi saat itu.
Batuan apung dan abu vulkanik bervolume 18 kilometer kubik terlontar dalam letusan dahsyat tersebut. Debu vulkanisnya menyembur hingga jarak 80 km. Bahkan material vulkanik yang dimuntahkan Krakatau terlempar hingga negara-negara lainnya seperti Sri Lanka, India, Pakistan, Australia, dan Selandia Baru.
Sehari setelah letusan, penduduk di Batavia (Jakarta) dan Lampung tidak dapat melihat matahari lantaran adanya kabut asap yang amat tebal. Perisai atmosfer setebal 20-150 meter ditengarai terbentuk akibat letusan gunung itu yang berdampak pada menurunnya temperatur sebesar 5-10 derajat selama 10-20 tahun.
Mendinginnya suhu bumi diperkirakan menjadi penyebab penyakit sampar bubonic. Penyakit ini konon secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.
Sekitar 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api dari kawasan kaldera purba tersebut. Masyarakat menyebutnya Anak Krakatau. Gunung ini bertambah tinggi 20 inci per bulan. Saat ini Anak Krakatau diperkirakan memiliki ketinggian sekitar 230 meter di atas permukaan laut.
3. Gunung Tambora
Pada April tahun 1815, Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Indonesia, meletus dahsyat. Letusan gunung ini terdengar hingga radius lebih dari 2.000 km. Sementara itu abu vulkaniknya jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Maluku.
71.000 Orang tewas, di mana 11.000—12.000 di antaranya tewas langsung akibat letusan gunung tersebut. Pohon-pohon di pulau tumbang dan masuk ke laut bercampur dengan batu apung. Kerusakan tanah dan lahan, tsunami serta runtuhnya kaldera terjadi menyusul letusan Tambora.
Ledakan dari gunung baru berhenti beberapa bulan kemudian, tepatnya 15 Juli 1815. Namun empat tahun setelah letusan dilaporkan adanya api dan gempa susulan.
Setahun pasca letusan dikenal sebagai tahun tanpa musim panas lantaran perubahan drastis cuaca di Amerika Utara dan Eropa. Hal ini dikarenakan debu yang dihasilkan dari letusan Tambora tersebut. Berubahnya iklim yang drastis menyebabkan gagal panen dan kematian hewan ternak di belahan Bumi utara. Akibatnya terjadi kelaparan terburuk di abad ke-19.
Sebelum letusan hebat 1815, diperkirakan Tambora telah meletus sebanyak tiga kali. Namun besaran letusan yang diperkirakan terjadi pada tahun 3910 SM ± 200 tahun, 3050 SM dan 740 ± 150 tahun belum diketahui.
Gunung Tambora saat ini berstatus aktif normal. Kubah lava kecil dan aliran lava masih terjadi pada lantai kaldera pada abad ke-19 dan abad ke-20. Letusan terakhir tercatat pada 1967.
4. Gunung Toba
Gunung Toba di Sumatera Utara saat ini terlihat tenang setelah meletus terakhir kali pada 74 ribu tahun lalu. Gunung ini tergolong supervolcano karena memiliki kantong magma yang besar. Jika meletus, maka kalderanya mencapai puluhan kilometer.
Dari wikipedia, letusan pertama Gunung Toba terjadi sekitar 800 ribu tahun lalu.
Letusan kedua dengan kekuatan lebih kecil, terjadi 500 ribu tahun lalu. Letusan ketiga pada 74 ribu tahun lalu menghasilkan kaldera dan menjadi Danau Toba dengan Pulau Samosir di tengahnya.
Letusan Gunung Toba diketahui sebagai letusan gunung berapi yang paling dahsyat di Bumi. Letusannya diklasifikasikan kategori VEI = 8, sehingga disebut 'mega-colossal'. Besaran volume lontaran material vulkanis letusan -/+ 1.000 km kubik.
Letusan Gunung Toba saat itu diikuti gelombang besar tsunami. 2.800 Kilometer kubik abu dimuntahkan dan menyebar ke seluruh atmosfer bumi sehingga sinar matahari sempat tertutup abu vulkanik hingga 6 tahun. Akibat letusan gunung ini, konon hampir seluruh umat manusia musnah.
5. Gunung Papandayan
Gunung Papandayan di Garut, Jawa Barat, pernah meletus dahsyat pada 11 Agustus 1772. Konon letusan ini merupakan letusan Papandayan yang paling dahsyat dalam sejarah. Bagaimana tidak, 40 perkampungan di dataran tinggi Garut luluh lantak akibat letusan itu. Sekitar 2.957 warga pun tewas.
Letusan gunung Papandayan ini dicatat oleh penjelajah gunung berkebangsaan Jerman, FW Junghuhn. "Dengan suara menggelegar dan gemeratak yang hebat, setelah tengah malam mendadak tampak membubung ke atas sinar-sinar terang, yang menerangi kegelapan, memecah-mecah puncak gunung, melemparkannya dan bongkah-bongkahnya disebar ke sekitarnya," begitu tulisnya.
Gunung setinggi 2.665 meter ini kemudian 'tidur panjang' pasca letusan dahsyatnya. Hingga 151 tahun kemudian, yakni pada 1923, letusan kembali terjadi di gunung ini. Lumpur dan batuan dilontarkan hingga 150 meter, disertai gempa bumi di desa sekitar gunung. Sedikitnya terjadi 7 kali erupsi di Kawah Baru.
Sejak itu, letusan kecil yang tidak membahayakan semakin sering terjadi. Misalnya pada 1924, suhu di Kawah Mas meningkat dari 364 derajat menjadi 500 derajat yang disusul letusan di Kawah Mas dan Kawah Baru. Di tahun itu, terjadi gemuruh dan ledakan di Kawah Baru disertai dimuntahkannya lumpur dan batuan. Pada 1942, letusan Papandayan kembali dicatat.
Letusan Papandayan yang cukup besar terjadi pada 11 November 2002. Puluhan rumah hancur akibat terjangan lahar dingin. 60 Kali gempa muncul sebelum terjadinya letusan dari lubang kepundan gunung. Tidak dilaporkan adanya korban jiwa.
16 April 2008, status waspada disematkan ke Gunung Papandayan lantaran aktivitasnya yang meningkat. Pada Agustus 2011, gunung ini dinaikkan lagi statusnya menjadi siaga karena peningkatan aktivitas di Kawah Mas dan Kawah Baru. Lantas pada 31 Januari 2012, status Papandayan diturunkan ke level waspada.
"Mudah2an kita semua umat manusia selalu dalam lindungan Allah SWT. Aminn"