Dunia Barat Akan Isolir Iran. Para pemimpin Uni Eropa mengeluarkan peringatan bersama untuk Iran, Senin (23/1/2012) malam, yaitu bahwa republik Islam itu akan menghadapi isolasi ekonomi jika tidak segara meninggalkan ambisi nuklirnya.
Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan tidak akan menerima upaya Iran untuk mengembangkan senjata nuklir. Cameron menegaskan hal itu saat ketegangan militer antara Iran dan Barat terus meningkat. Dalam sebuah pernyataan bersama yang jarang terjadi dengan Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, Cameron memperingatkan Teheran bahwa Iran akan menghadapi isolasi ekonomi kecuali jika segera meninggalkan ambisi nuklirnya.
Bunyi pernyataan mereka menyatakan, "Kami tidak berselisih dengan rakyat Iran. Namun, kepemimpinan Iran telah gagal untuk memulihkan keyakinan internasional terkait tujuan damai program nuklirnya. Kami tidak akan bisa menerima Iran memperoleh senjata nuklir."
Pernyataan itu, yang merupakan kesimpulan dari aktivitas yang intens selama seharian, didukung oleh sebuah paket sanksi Uni Eropa yang "belum pernah terjadi sebelumnya", yang dirancang untuk menyedot darah rezim Iran. Paket sanksi itu termasuk larangan untuk mengimpor minyak Iran ke Eropa.
Teheran langsung menanggapi sanksi itu dengan tantangan. Sejumlah pihak dari rezim yang berkuasa memperingatkan, Iran akan menutup Selat Hormuz yang strategis. Penutupan selat itu dilihat sebagai sebuah langkah yang akan efektif menutup Teluk yang selama ini menjadi jalur lalu lintas pengiriman minyak dan akan menyebabkan harga minyak dunia meroket.
Amerika Serikat telah memperingatkan Teheran bahwa penutupan selat itu, yang menyalurkan seperlima dari ekspor minyak dunia, akan memicu respons militer besar-besaran dari pihak Barat. Pesan itu semakin ditegaskan pada akhir pekan ketika Inggris, AS, dan Perancis mengirim enam kapal perang melalui selat itu.
Ketegangan tersebut terjadi di tengah kekhawatiran yang bertambah bahwa Teheran semakin dekat untuk mengembangkan senjata nuklir.
Setelah perundingan untuk menyepakati sanksi baru Uni Eropa, Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan, "Tidak ada penjelasan sipil yang masuk akal bagi program pengayaan uranium Iran."
Negara-negara anggota Uni Eropa mengimpor hampir 600.000 barrel minyak mentah per hari dari Iran. Larangan ekspor emas, logam mulia, dan berlian dari Iran juga telah diberlakukan bersama dengan larangan transaksi ekonomi dan perjalanan terhadap para anggota rezim garis keras itu.
Tokoh-tokoh terkemuka di Teheran menanggapi dengan marah sanksi baru itu. Mohammad Kossari, Wakil Kepala Urusan Luar Negeri dan Komite Keamanan Parlemen Iran, mengatakan, "Jika ada gangguan terkait penjualan minyak Iran, Selat Hormuz pasti akan ditutup." Politisi senior Heshmatollah Falahatpisheh menambahkan, "Dalam kasus ada ancaman, penutupan Selat Hormuz merupakan salah satu hak Iran."
Namun, sumber-sumber Inggris percaya penutupan penuh selat itu tetap tidak mungkin terjadi karena hal itu akan membawa "konsekuensi buruk yang sangat besar" bagi Teheran.
Kemarin, kapal induk AS, USS Admiral Lincoln, yang mengangkut 90 pesawat, memimpin kelompok enam kapal melintasi Selat Hormuz. Kapal itu dikawal tiga kapal perang AS yang lain serta masing-masing satu kapal perang Inggris dan Perancis. Sebuah sumber di Departemen Pertahanan Inggris menolak anggapan bahwa itu merupakan langkah provokatif demi meningkatkan tekanan terhadap Iran. Sumber itu menambahkan, "Ini sebuah pernyataan yang membuat sangat jelas bahwa ini merupakan perairan internasional dan seluruh negara harus menghormati itu. Ini menunjukkan bahwa kami bekerja dalam kemitraan dan solidaritas."
Profesor Paul Stevens, peneliti senior di lembaga think-tank Chatham House, mengatakan, ia ragu Teheran akan melaksanakan ancamannya untuk memblokade selat itu karena takut memicu "perang" dengan AS. Sebaliknya, kata dia, blokade minyak akan mendorong kelompok garis keras di Iran untuk meluncurkan gelombang serangan teror.
Profesor Stevens mengatakan, sebuah blokade minyak tidak akan berhasil karena Teheran bisa mengapalkan minyaknya melalui pipa ke Turki dan Mesir. Dia menambahkan, "Sejarah dipenuhi kegagalan embargo minyak. Namun, pelajaran sejarah itu tampaknya telah diabaikan para pengambil keputusan di Uni Eropa."