Impian revolusi Yaman berlangsung damai seperti Tunisia dan Mesir, kini tinggal harapan. Yaman malah mengikuti jejak Libya dengan beralih ke perang saudara.
Namun, lingkup perang saudara di Yaman masih sebatas dalam internal kabilah Hasid, suku terbesar dan berpengaruh di Yaman. Suku Hasid adalah penduduk mayoritas ibu kota Sana’a dan wilayah Yaman utara hingga perbatasan Arab Saudi.
Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, yang berasal dari suku Hasid, kini berseteru dengan Pemimpin suku Hasid Sheikh Sadeq al-Ahmar. Berbagai stasiun televisi memberitakan, pasukan loyalis Saleh dan Al Ahmar, Selasa (31/5), kembali terlibat bentrok di Sana’a.
Bentrok senjata baru itu mengakhiri kesepakatan gencatan senjata yang dicapai kedua pihak, Sabtu lalu. Distrik Hasabah dan sekitarnya di ibu kota Sana’a menjadi ajang pertempuran sengit kedua pihak dengan berbagai jenis senjata berat dan menengah. Rangkaian ledakan dahsyat terdengar di ibu kota Sana’a sejak Senin malam.
Kantor Sheikh Sadiq al-Ahmar menuduh pasukan loyalis Abdullah Saleh melanggar gencatan senjata dengan menyerang rumah Al Ahmar. Pasukan loyalis Al Ahmar mengklaim, pasukan Saleh telah menyerahkan diri serta telah berhasil menyita senjata dan peluru dari mereka.
Konflik senjata antara pasukan loyalis Saleh dan Sheikh Sadeq al-Ahmar meletus menyusul gagalnya upaya mediasi dari Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) untuk mengakhiri krisis di Yaman pada 22 Mei.
Sejak itu korban tewas dan luka-luka di berbagai wilayah di Yaman meningkat tajam. Korban tewas di Sana’a sejak 23 Mei telah mencapai 100 orang. Sementara itu, korban tewas akibat serangan militer Yaman terhadap pengunjuk rasa di alun-alun kebebasan di kota Taiz mencapai 57 orang.
Penanggung jawab Lembaga Mirsad untuk Hak Asasi Manusia di Yaman, Abdurraham Barman, dalam situs Al Jazeera mengungkapkan tengah menyiapkan tuduhan melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap Presiden Abdullah Saleh dan rezimnya. (kompas)