Wakil presiden Irak Adel Abdul-Mahdi mengundurkan diri dari pemerintahan koalisi Syiah, Sunni dan Kurdi.
Pengunduran diri Mahdi itu terjadi ketika Perdana Menteri (PM), Nuri al-Maliki, menangkis pengkritik yang mengatakan dirinya tidak memenuhi janji pembagian kekuasaan sejak membentuk pemerintah multi-sektarian yang rapuh pada Desember 2010, setelah sembilan bulan kebuntuan politik.
Ammar al-Hakim, pemimpin Dewan Irak Islam Tertinggi (ISCI), pada awal pekan ini mengatakan bahwa Abdul-Hadi, seorang politikus senior Syiah, menyampaikan pengunduran dirinya, yang belum disetujui oleh Presiden Irak, Jalal Talabani, yang seorang Kurdi.
Abdul-Mahdi, seorang Syiah, adalah satu dari tiga wakil presiden yang ditunjuk oleh parlemen bulan ini ke pemerintah yang dipimpin oleh Maliki, seorang Syiah lainnya. Hakim tidak menjelaskan mengapa ia mundur, tapi tampaknya ada perpecahan di antara sekutu-sekutu Syiah.
Mundurnya Abdul-Mahdi tak mungkin akan menekan koalisi, yang masih mendapat dukungan dari sebagian besar blok Syiah dalam pemerintah, termasuk kelompok Sadrist yang berpengaruh dengan 39 kursi di parlemen.
Pengunduran diri itu menekankan perpecahan politik yang meningkat di Irak ketika tentara Amerika Serikat bersiap untuk menarik diri pada akhir tahun ini.
Para pemimpin oposisi telah berusaha untuk menekan Maliki, yang menghadapi tenggat awal Juni sesuai keterapannya sendiri untuk menunjukkan kemajuan pada rakyat Irak yang meminta pelayanan dasar yang banyak dibutuhkan setelah bertahun-tahun perang dan kekerasan.
Lebih dari delapan tahun setelah invasi pimpinan Amerika Serikat (AS) yang menjatuhkan diktator Sunni, Saddam Hussein, rakyat Irak mengeluhkan pemerintah mereka tidak cukup berbuat untuk memecahkan masalah hari ke hari seperti pasokan listrik dan penciptaan pekerjaan.
Aliansi Irak yang didukung Sunni, yang dipimpin oleh mantan perdana menteri Iyad Allawi, juga mengkritik Maliki karena gagal membentuk badan penasehat nasional yang Allawi akan pimpin dan menangguhkan penunjukan orang untuk jabatan-jabatan penting seperti menteri pertahanan dan menteri dalam negeri.
Irak telah diporak-porandakan oleh kekerasan sektarian yang ditimbulkan oleh invasi pimpinan AS. Kekerasan secara keseluruhan telah menurun dengan cepat dari hari-hari gelap pembunuhan sektarian pada 2006-07, tapi serangan oleh gerilyawan Islam Sunni dan Syiah terus terjadi tiap hari. (antaranews)