Putra Penguasa diktator Libya, Saif al-Islam Gaddafi, menyatakan, "Sudah saatnya untuk melancarkan serangan militer penghabisan terhadap pasukan anti-pemerintah." Ancaman putra Gaddafi itu mengemuka di saat kondisi Libya terus memburuk.
Reuters melaporkan, kemarin (10/3) Saif al-Islam mengatakan bahwa serangan membabi-buta akan segera dilakukan menyusul tidak ada ruang lagi untuk bernegosiasi dengan pasukan revolusioner."
Pada hari yang sama, pesawat tempur Libya membombardir posisi pertahanan pasukan revolusioner di kota pelabuhan minyak Ras Lanuf, dalam rangka menjegal serangan balasan pasukan revolusioner yang bergerak menuju benteng terakhir Muammar Gaddafi di Tripoli.
Serangan itu dilakukan di saat militer pro-Gaddafi telah meningkatkan volume serangan udara terhadap pasukan revolusioner.
Pasukan pro-Gaddafi menutup kota Zawiyah yang telah dikuasai oleh pasukan revolusioner sejak Rabu dan mengepung kota itu dengan tank serta penembak jitu di berbagai titik strategis. Namun pasukan revolusioner berhasil merebut kembali kontrol kota tersebut.
Meningkatnya korban, bahaya kelaparan dan krisis pengungsi telah memaksa banyak negara dunia untuk mengambil langkah kongkret terhadap rezim Gaddafi.
Inggris dan Perancis tengah mengupayakan resolusi PBB untuk menyetujui pemberlakuan zona larangan terbang di wilayah udara Libya guna menghentikan serangan udara militer pro-Gaddafi.
Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, menegaskan bahwa tindakan tersebut hanya harus diambil oleh PBB.
Pasukan revousioner anti-pemerintah Libya, berjuang mengusir rezim Gaddafi yang telah berkuasa secara despotik di negara ini selama lebih dari 41 tahun. Gerakan kebangkitan rakyat itu terinspirasi dari keberhasilan revolusi rakyat Tunisia dan Mesir dalam menggulingkan rezim diktator. (irib)