Kesediaan Presiden Ali Abdullah Saleh untuk meletakkan jabatannya akhir tahun ini ternyata tidak mampu meredam gejolak di Yaman. Bentrokan antara pasukan yang setia dan penentang rezim Yaman kembali terjadi di kota Mukalla, Kamis (24/3) kemarin. sejumlah unit militer tentara pembelot dan pasukan elite pemerintah, Garda Republik saling serang mengakibatkan tiga orang terluka dikedua belah pihak.
Militer pembelot dan loyalis Saleh bentrok di Kota Mukalla menjelang fajar kemarin. "Dua anggota pasukan elite dan seorang personel militer (pembelot) berpangkat kolonel terluka dalam kontak senjata tersebut," kata seorang petugas paramedis yang menyaksikan bentrokan tersebut.
Bentrokan di antara dua kubu itu merupakan kali kedua dalam sepekan terakhir. Sejak Komandan Divisi Infanteri Bersenjata Militer Yaman Jenderal Mohammed Ali Mohsen Al-Ahmar membelot Senin lalu (21/3), tentara Yaman terbelah. Sebagian petinggi dan personel militer Yaman mengikuti jejak Mohsen dan bergabung dengan oposisi. Di bawah komando Mohsen, tentara pembelot yang berpihak kepada oposisi itu pun sering berkonflik dengan pasukan elite yang membela rezim Saleh.
Ketegangan di satu-satunya negeri republik di Jazirah Arab tersebut bertambah ketika pemerintah Uni Emirat Arab menggagalkan upaya penyelundupan senjata ke Yaman. Sebanyak 16 ribu pucuk senjata selundupan itu diduga hendak diselundupkan kepada pemberontak di Yaman. Berdasar informasi, senjata aneka jenis tersebut dibawa dari Turki dan akan dikirim ke Provinsi Saada, utara Yaman. "Kawasan itu dikenal sebagai sarang pemberontak Syiah di Yaman," kata Letjen Dahi Khalfan, kepala polisi Dubai.
Selain mengamankan senjata, polisi menangkap enam warga UEA. Saat ini enam pria itu menjalani pemeriksaan. "Seluruh senjata rakitan yang diberi merek palsu ini diproduksi di Turki," tutur Khalfan dalam jumpa pers. Dia menegaskan bahwa Dubai hanya menjadi transit senjata-senjata ilegal yang ditemukan dalam sebuah gudang sekitar dua pekan lalu itu.
Kemarin Khalfan menunjukkan foto-foto senjata sitaan tersebut. Pistol-pistol itu dikemas rapi dan disembunyikan dalam kontainer berisi mebel. "Untuk menindaklanjuti kasus ini, kami bekerja sama dengan pemerintah Turki, Yaman, dan Mesir," jelasnya. Sebelum tiba di Pelabuhan Dubai, kapal kontainer itu singgah di Mesir.
Khalfan yakin senjata-senjata tersebut bukan pesanan pemerintah Yaman. Dia menduga pemberontak Hawthi yang memesannya. Apalagi akhir-akhir ini gerakan anti pemerintah marak di Yaman. Pemberontak Hawthi sudah memerangi pemerintah selama enam tahun terakhir. "Tetapi, bisa juga senjata itu dipesan individu. Sebab, perdagangan senjata di pasar gelap Yaman sangat marak," ujarnya.
Sementara itu, kondisi politik di Yaman yang semakin tidak menentu membuat Inggris khawatir. Kemarin pemerintahan Perdana Menteri (PM) David Cameron menarik sebagian staf Kedutaan Besar Inggris dari Kota Sana"a. "Menimbang situasi keamanan Yaman yang tak kondusif, Kementerian Luar Negeri menarik sejumlah staf kedutaan Inggris dari Sana"a," jelas pejabat Kemenlu dalam keterangan tertulisnya.
Dalam pernyataan resminya, Inggris menyatakan bahwa pemulangan sejumlah besar staf kedutaan itu hanya bersifat sementara. Jika kondisi Yaman kembali stabil, mereka kembali bertugas di Sana"a. Kemenlu Inggris juga mengimbau warganya agar tidak berkunjung ke Yaman. Warga Inggris yang berada di Yaman diminta untuk segera kembali ke negerinya.(jpnn)