Tampaknya, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) sengaja membiarkan isu nuklir sipil Iran dalam kesimpangsiuran. Dirjen IAEA Yukiya Amano masih saja kerap melontarkan pernyataan yang ambigu. Satu sisi ia mengakui status sipil progam nuklir Iran, namun di sisi lain, seperti biasanya, ia pun melontarkan kecurigaan tak berdasar dan prasangka buruk bahwa Tehran kemungkinan bakal mengembangkan rudal yang diperlengkapi hulu ledak nuklir.
Amano dalam keterangan persnya kemarin (Senin, 7/3) di sela-sela Sidang Dewan Gubernur IAEA menuturkan bahwa meski badan PBB yang dipimpinnya itu tidak menyatakan bahwa Iran memiliki program persenjataan nuklir, namun IAEA masih mengkhawatirkan kemungkinan Iran bakal mengembangkan program tersebut. Tanpa menyebutkan detail soal kekhawatirannya itu, Amano menambahkan, "Para pengawas nuklir PBB semenjak akhir tahun lalu menemukan sejumlah informasi yang menambah kekhawatiran".
Tentu saja, klaim bahwa IAEA menemukan informasi yang mengindikasikan kemungkinan Iran mengembangkan persenjataan nuklir tak lebih sekedar klaim tak berdasar dan prasangka belaka. Klaim seperti itu sebelumnya juga pernah dilancarkan melalui skenario rekayasa. Lima tahun lalu, saat AS mengubah masalah teknis nuklir Iran menjadi isu politik, IAEA juga bertindak dengan cara yang sama. Padahal klaim sepihak AS itu hingga kini tak pernah bisa dibuktikan kebenarannya. Ironisnya lagi, meski mengaku memiliki bukti-bukti kuat bahwa Iran tengah mengembangkan senjata nuklir, namun Washington tak pernah mau menyerahkan bukti-bukti tersebut.
Tak begitu berbeda, sekarang pun Amano mengaku telah menghimpun beragam data dan infomasi dari beragam sumber. Suatu trik licik seperti yang dipraktekkan Dirjen IAEA sebelumnya, Mohammad Elbaradei. Namun ujung-ujungnya pun pada akhirnya mereka mengakui bahwa IAEA terus berada dalam tekanan AS dan sejumlah negara Barat.
Tentu saja sikap semacam itu bertentangan nyata dengan prinsip-prinsip independensi IAEA dan akan membuat keputusan lembaga tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum. Padahal jelas sudah bahwa seluruh aktifitas nuklir Iran senantiasa berada dalam pengawasan IAEA dan Iran sendiri telah diakui sebagai negara yang telah mengamalkan komitmennya terhadap Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Klaim lain Amano bahwa pihaknya tidak melihat adanya perkembangan soal transparansi dalam program nuklir Iran, merupakan tudingan sepihak lainnya yang sama sekali tidak berdasar. Jika tudingan itu memang benar lantas bagaimana IAEA bisa memperoleh beragam informasi mengenai program nuklir Iran hingga mereka mampu merilis 26 laporan yang semuanya membuktikan status sipil program nuklir Iran? Yang jelas, melontarkan tudingan dan klaim yang hanya berdasarkan prasangka dan ketakutan berlebihan hasil rekayasa negara-negara Barat, niscaya bakal merusak reputasi dan independensi IAEA sebagai otoritas internasional di bidang nuklir. (IRIB/LV/NA)