Otorita Ramallah melancarkan operasi pencarian untuk menemukan sumber kebocoran dokumen rahasia yang mengungkapkan kerjasama dengan Israel.
Rahasia "Palestina Papers," diterbitkan pada hari Minggu, mengungkapkan karakter utama Otorita Ramallah berunding dengan Israel yang didukung AS selama lebih dari 10 tahun yang memicu kecaman bangsa Palestina
Menurut dokumen setebal 1.600 halaman, para pemimpin Otorita Ramallah siap untuk berkompromi pada isu-isu kunci di jantung enam dekade konflik Israel-Palestina, termasuk masalah sensitif hak kembali bagi para pengungsi Palestina dan status al-Quds (Yerusalem) yang diyakini bangsa Palestina sebagai ibukota negara masa depan mereka.
Dokumen tersebut memicu kemarahan bangsa Palestina, yang menyalahkan para pemimpin Otorita Ramallah menjalin kompromi dengan Israel demi kepentingan pribadi.
Ketua perunding Palestina Saeb Erekat mengatakan sumber kebocoran tampaknya berada dalam Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Urusan Negosiasi.
Ramallah telah mengidentifikasi sejumlah tersangka sehubungan dengan terungkapnya borok para pemimpin Otorita Ramallah, yang semuanya mantan anggota atau pendiri Uni Pendukung Negosiasi Palestina (NSU).
The NSU menjadi sumber penasehat utama untuk Otorita Ramalllah dalam negosiasi dengan pihak Israel.
Menurut sumber tingkat tinggi Otorita Ramallah, tersangka utama dalam kasus kebocoran dokumen rahasia ini adalah Bishara Nazmi, keponakan Azmi Bishara anggota parlemen Arab-Israel (Knesset).
Nazmi dilaporkan meninggalkan Tepi Barat dan sekarang bekerja sebagai seorang analis untuk jaringan televisi al-Jazeera. Dia adalah salah satu kritikus utama Pemimpin Otorita Ramallah, Mahmoud Abbas dan negosiator senior Erekat.
Menurut dokumen rahasia yang bocor itu, selama perundingan dengan Israel, Otorita Ramallah meminta pengembalian 10.000 pengungsi selama jangka waktu 10 tahun dan tidak protes terhadap pencaplokan Israel atas sebagian besar Timur al-Quds dan mengusulkan komite internasional untuk mengambilalih tempat-tempat suci Islam dan Yahudi di al-Quds.
Berbagai masalah tersebut merupakan Isu-isu yang sangat sensitif dan tidak bisa dinegosiasikan di masa lalu.
Ada sekitar lima juta pengungsi Palestina dan keturunan mereka yang ingin kembali ke tanah airnya. (irib.ir)