Sekelompok mantan staf WikiLeaks yang keluar dari situs tersebut kabarnya tengah bersiap meluncurkan sebuah situs yang baru dan berkampanye pekan depan untuk memprotes Julian Assange, demikian menurut laporan surat kabar Swedia, Dagens Nyheter.
Nyheter menyebutkan, keputusan meluncurkan situs yang dinamai Openleaks itu dibuat untuk memprotes, menentang Julian Assange.
"Tujuan jangka panjang kami adalah membangun sebuah landasan yang kuat dan transparan untuk mendukung para pembocor rahasia, baik dalam hal teknologi maupun politik, dan pada saat yang bersamaan mendorong yang lainnya merintis proyek yang serupa," kata seorang sumber dari situs baru tersebut kepada surat kabar Swedia itu seperti diberitakan Telegraph.
Ia juga mengatakan bahwa tujuan jangka pendeknya adalah menyelesaikan infrastruktur teknis dan memastikan bahwa "organisasi terus dikelola secara demokratis oleh seluruh anggotanya, bukannya terbatas pada sekelompok individu," merujuk pada peranan Assange dalam memimpin WikiLeaks.
Pemberitaan yang mengangkat tajuk "‘WikiLeaks Baru’ Membelot terhadap Assange" tersebut menyatakan bahwa sumber itu tidak mau disebutkan namanya.
Di luar kebiasaan, surat kabar itu mencetak artikel tersebut dalam bahasa Inggris dan Swedia di halaman depan situs internetnya.
Menurut kabar itu, meski situs baru tersebut juga bertujuan menyediakan sarana bagi para pembocor rahasia untuk memberikan informasi, tapi situs itu tidak akan memublikasikan informasi secara langsung. Akan ada organisai lain yang mengakses sistem Openleaks dan kemudian mempresentasikan materi tersebut kepada audiens mereka.
Dokumen-dokumen yang ada kemudian akan diproses dan dipublikasikan oleh berbagai organisasi yang bekerja sama, seperti media, organisasi nonprofit, serikat dagang, serta kelompok-kelompok lainnya.
"Karena kami berniat tidak memublikasikan dokumen apa pun secara langsung dan atas nama kami, maka kecil kemungkinan kami mendapat tekanan politik seperti yang saat ini dialami WikiLeaks," demikian kata seorang sumber lain seperti dikutip surat kabar itu.
Situs Assange baru-baru ini membocorkan 250.000 dokumen rahasia militer AS dan mengklaim masih menyimpan banyak dokumen lain. Assange ditangkap di Inggris awal pekan ini atas tuduhan kejahatan seksual.
Oktober lalu, sejumlah mantan staf dan sukarelawan WikiLeaks mengungkapkan bahwa perpecahan di dalam WikiLeaks sempat melumpuhkan situs pembocor rahasia tersebut dan menghambatnya merilis dokumen di luar perang Irak dan Afghanistan.
Situs tersebut sebelumnya mengungkapkan lebih dari 390.000 dokumen rahasia militer AS dari perang Irak dan dinyatakan sebagai bocoran data intelijen paling eksplosif dalam ingatan.
Tapi, sejumlah mantan anggotanya menyatakan bahwa obsesi situs itu dalam memburu rahasia militer AS mengakibatkan WikiLeaks melupakan prinsip dasarnya bahwa semua bocoran harus disediakan untuk publik, tak peduli banyak sedikitnya informasi yang didapat.
Namun, Julian Assange kemudian membantah klaim itu dan menuding para mantan stafnya "tidak mengetahui keadaan dan menyebarkan rumor palsu yang beracun."
Bagian dari masalah yang dialami WikiLeaks adalah besarnya data yang harus dikelola untuk memproses data perang Afghanistan dan Irak yang terdiri dari puluhan ribu laporan lapangan yang ditulis dalam jargon militer yang berjumlah banyak.
Brigitta Jonsdottir, seorang anggota parlemen Islandia yang berhenti dari WikiLeaks dan turut berperan dalam rilis video pembantaian sekelopok warga dan dua jurnalis Reuters di Baghdad oleh helikopter Apache.
Dirilisnya video tersebut mencuatkan nama WikiLeaks, tapi Jonsdottir yakin bahwa situs tersebut seharusnya lebih banyak memberikan perhatian terhadap bocoran yang lebih kecil dan tidak terlalu menjadi bahan pemberitaan. (Suaramedia.com)