Kementerian Urusan Agama di Gaza mengulangi kecamannya terhadap persetujuan Israel atas pembangunan sebuah sinagog besar Yahudi di tengah kota suci, mengklaim bahwa rencana itu adalah bagian dari sejumlah sinagog yang ditujukan untuk me-yahudisasi situs-situs suci Islam dan menghapus monumen arkeologis kota.
Menteri Urusan Agama Talib Abu Sha’ar mengatakan bahwa kebisuan dari bangsa Arab, kaum Muslim, dan organisasi internasional tentang pembukaan sinagog Kharab di dekat Masjid Al Aqsa enam bulan lalu telah memberikan Israel lampu hijau untuk meneruskan rencana membangun sinagog ilegal di area itu.
Abu Sha’ar mengatakan bahwa sinagog Kharab menarik lebih dari 40,000 Yahudi dan turis asing.
Pihak Israel yang bertanggung jawab untuk membangun sinagog baru itu, Taf’urat Israel, adalah sebuah perusahaan pengembang lingkungan Yahudi yang telah menginvestasikan 40 juta dolar NIS dalam proyek tersebut.
Abu Sha’ar, juga presiden dari Komite Yerusalem, mengatakan bahwa pembangunan kuil Yahudi setinggi 26 meter itu diperkirakan akan memakan waktu lima tahun. Tingginya, ujar Sha’ar, dimaksudkan sebagai titik pengawasan yang mengawasi seluruh wilayah Yerusalem di kawasan itu.
Bulan Maret lalu, anggota senior Fatah Mohammad Dahlan memperingatkan Komite Pusat Fatah bahwa sinagog Churva dibangun di atas reruntuhan Masjid Omar.
Sinagog Churva berada di Perempatan Yahudi di Kota Tua, Yerusalem, 300 meter sebelah barat Tembok Barat. "Tindakan Israel di Yerusalem dimaksudkan untuk mengontrol Masjid Al Aqsa," ujar Dahlan.
Sejumlah besar polisi diterjunkan ke lokasi sinagog untuk mencegah kerusuhan. Pamflet-pamflet disebarkan ke seluruh Yerusalem Timur yang merinci bagaimana sinagog Churva adalah langkah pertama untuk membangun Kuil Suci di Bukit Kuil, yang dipandang sebagai Yahudisasi efektif atas Yerusalem, rumah bagi situs-situs suci Islam, Yahudi, dan Kristen.
Departemen polisi Yerusalem menarik izin yang diberikannya pada sekelompok orang dari yeshiva El Har Hamor untuk melakukan unjuk rasa bulanannya di sekitar gerbang Kota Tua, karena takut akan semakin meningkatkan ketegangan. Anggota kabinet Uri Ariel mengkritik keputusan polisi itu, mengatakan bahwa sudah menjadi tugas mereka untuk melindungi warga negara Israel bukan untuk menyerah pada perusuh.
Komisaris polisi David Cohen berusaha untuk meredakan ketegangan dengan membujuk semua pihak.
"Pernyataan menghasut para ekstrimis tidak ada hubungannya dengan fakta di lapangan," ujar Cohen. "Saya berharap semua partai yang terlibat untuk memperlihatkan tanggung jawab dan untuk melunakkan pernyataan yang bisa memicu peningkatan ketegangan di dalam kota." (Suramedia.com)