Pentagon mendesak media untuk tidak mempublikasikan file militer rahasia di Irak yang diperoleh WikiLeaks, sementara website itu bersumpah untuk melepaskan dokumen-dokumen rahasia "sangat segera."
"Organisasi Berita harus berhati-hati untuk tidak memfasilitasi bocornya dokumen rahasia dari WikiLeaks," kata juru bicara Pentagon Kolonel Dave Lapan kepada wartawan.
Membantu website tersebut mempublikasikan catatan yang diklasifikasikan bisa "memberikan legitimasi untuk WikiLeaks," katanya.
Tapi Lapan tidak mengancam tindakan hukum dan mengatakan sejauh ini belum ada outlet berita yang menunjukkan niat untuk bekerjasama dengan WikiLeaks.
"Kami belum didekati secara khusus oleh organisasi berita tentang perilisan tersebut," kata Lapan.
Dia membuat komentar tersebut sementara pejabat pertahanan menelaah kembali database perang Irak untuk mempersiapkan dampak potensial dari perilisan WikiLeaks atas sekitar 400.000 laporan militer rahasia.
Rilis besar-besaran tersebut diperkirakan terjadi pada awal pekan ini, itu akan melampaui rekor publikasi website tersebut sebelumnya yang mencapai sebesar 77.000 dokumen-dokumen rahasia militer AS pada perang di Afghanistan pada bulan Juli, yang mencakup nama-nama informan Afghanistan dan rincian lain dari laporan intelijen mentah.
WikiLeaks pertama merilis file-file tersebut untuk tiga media, New York Times, Guardian dan Der Spiegel, tapi tidak jelas apakah website itu akan mengambil pendekatan yang sama dengan dokumen Irak ini atau tidak.
Seorang juru bicara Islandia untuk WikiLeaks mengatakan, situs tersebut tidak akan mempublikasikan laporan mengenai perang Irak pada hari Senin, tapi akan mempublikasikan dokumen baru tersebut "segera."
"Saya dapat mengkonfirmasikan bahwa tidak ada yang keluar hari ini," kata Kristinn Hrafnsson dari kantor berita AFP.
"Saya dapat mengatakan dengan pasti bahwa WikiLeaks akan menerbitkan sesuatu segera," tambah kolaborator pendiri WikiLeaks, Julian Assange, tersebut.
Sementara Pentagon bersiap untuk merilis dokumen, pihak berwenang Swedia dilaporkan menolak permintaan untuk residensi dari pendiri situs itu, Assange.
Seorang berkebangsaan Australia, Assange telah melihat Swedia sebagai markas legal yang mungkin bagi organisasinya karena hukumnya yang melindungi whistle-blower.
Surat kabar Amerika berpendapat bahwa media tidak berkewajiban hukum untuk mematuhi aturan kerahasiaan yang dirancang untuk diterapkan pada karyawan pemerintah, dan bahwa di masa lalu publikasi dokumen-dokumen rahasia telah menguntungkan kepentingan umum.
Pejabat Departemen Kehakiman AS dalam beberapa bulan terakhir dilaporkan mempertimbangkan untuk menuntut WikiLeaks di bawah UU Spionase 1917.
Untuk mempersiapkan pemaparan intelijen sensitif terhadap perang Irak yang dipimpin Amerika Serikat, para pejabat Pentagon mendirikan gugus tugas sebanyak 120 anggota beberapa minggu lalu untuk menelaah database pada Irak.
WikiLeaks belum mengidentifikasi sumber dokumen yang diperoleh tapi kecurigaan telah jatuh pada Bradley Manning, seorang analis intelijen Angkatan Darat AS yang saat ini berada dalam tahanan militer.
Manning ditangkap pada bulan Mei setelah WikiLeaks merilis cuplikan video dari serangan helikopter Apache AS di Irak di mana warga sipil meninggal dan telah didakwa dengan memberikan informasi pertahanan ke sumber yang tidak sah.
Pelepasan file perang Afghanistan oleh WikiLeaks pada bulan Juli menarik kecaman dari para pemimpin militer dan pejabat, yang mengatakan bahwa pendiri situs itu telah membahayakan nyawa orang dan kepentingan AS.
Dalam sebuah surat 16 Agustus kepada Senat Komite Angkatan Bersenjata, Menteri Pertahanan Robert Gates mengatakan pengungkapan itu tidak mengkompromikan "berbagai sumber dan metode intelijen yang sensitif."
Namun dia mengatakan dokumen-dokumen "berisi nama kolaborator warga Afghanistan" dan bahwa Departemen Pertahanan mendapat ancaman seriusdari Taliban.
Pejuang resistansi itu telah menyatakan akan mempelajari file tersebut untuk mengidentifikasi dan menghukum mereka yang telah bekerja sama dengan pasukan yang dipimpin NATO. (Suaramedia.com)