Meruncingnya hubungan Indonesia- Malaysia disebabkan pintu diplomasi di kedua belah pihak berjalan terlalu formal. Padahal, kedua negara harusnya bisa menjalin hubungan nonformal lebih banyak sehingga tidak menimbulkan konflik pada suatu waktu.
"Saya sudah bilang ke Dubes Malaysia, Anda harus datangi pimpinan ormas, pimpinan partai, pimpinan parlemen untuk melakukan komunikasi dan silaturahmi. Tapi mereka tak mau karena mereka masih menganggap Indonesia seperti era Orde Baru yang kekuasaannya terpusat di Pemerintah," kata jubir Indonesia-Malaysia Eminent Persons Group (EPG), Kamis (2/9/2010).
Musni yang juga sosiolog UI ini telah berkali-kali menjelaskan kepada pemerintah Malaysia bahwa kekuatan masyarakat Indonesia sudah terpecah tak lagi di pemerintahan. Tapi juga ke parlemen, LSM, parlemen dan lainnya. Sayangnya, mereka menganggap Indonesia masih di era Orde Baru yang tersentral.
"Mereka mengira ketika sudah melakukan perundingan dengan pemerintah, semua selesai. Padahal masih banyak teknis diplomasi informal lainnya untuk memperbaiki hubungan kedua negara," beber Direktur Institute for Social Empowerment and Democracy (INSED) ini.
Hal serupa juga dilakukan Indonesia. Diplomat Indonesia di Malaysia tidak bisa melakukan lobi informal dengan pemerintah Diraja Malaysia, mencari pusat-pusat kekuasaan dan simpul-simpul masyarakat.
"Padahal, jika bisa meraba pusat kekuasaan, hubungan ini akan berjalan mulus. Kan banyak diplomasi informal bermula dari istri pejabat, anak atau pada ulang tahun pejabat yang akhirnya membuka ruang silaturahmi," tuntasnya.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersikukuh bahwa penyelesaian masalah bilateral dengan Malaysia harus dilakukan dengan cara damai. Dalam pidatonya menyikapi masalah hubungan bilateral dengan Malaysia di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Presiden tak menyinggung sama sekali kemungkinan konfrontasi atau bahkan perang.
"Perkembangan dan dinamika kedua negara, salah satu hubungan bilateral Indonesia yang paling penting," ujar Presiden. Tiga alasan diungkapkan Presiden untuk menjaga hubungan Indonesia dan Malaysia tetap berjalan dengan erat.
Pertama, kata Presiden, Indonesia dan Malaysia memilik hubungan sejarah, budaya, dan kekerabatan yang sangat erat dan mungkin yang paling erat dibanding negara-negara lain dan sudah terjalin selama ratusan tahun. "Kita mempunyai tanggung jawab sejarah untuk memelihara dan melanjutkan tali persaudaraan ini," ujar Presiden.
Kedua, hubungan Indonesia dan Malaysia adalah pilar penting dalam keluarga besar ASEAN. "ASEAN bisa tumbuh pesat selama empat dekade terakhir ini, antara lain karena kokohnya fondasi hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia," lanjut Presiden.
Ketiga, ada sekitar dua juta orang Indonesia yang bekerja di Malaysia baik di perusahaan, di bidang pertanian, maupun di berbagai lapangan pekerjaan. Ini adalah jumlah tenaga kerja Indonesia yang terbesar di luar negeri. "Tentu saja keberadaan tenaga kerja Indonesia di Malaysia membawa keuntungan bersama bagi Indonesia maupun bagi Malaysia," jelas Presiden.
Sementara itu, ada sekitar 13.000 pelajar dan mahasiswa asal Indonesia yang belajar di Malaysia dan sekitar 6.000 mahasiswa Malaysia di Indonesia. "Ini merupakan aset bangsa yang harus dibina bersama dan menjadi modal kemitraan," kata Presiden.
Menurut Presiden, kerjasama ekonomi antara Indonesia dan Malaysia menjadi alasan penting hubungan kedua negara harus dipertahankan. Wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Indonesia merupakan ketiga tebesar dengan 1,18 juta orang dari total 6,3 juta wisatawan macanegara. Investasi Malaysia di Indonesia dalam lima tahun terakhir pada 2005-2009 berupa 285 proyek dengan nilai investasi berjumlah 1,2 miliar dollar AS. Sementara investasi Indonesia di Malaysia mencapai 534 juta dollar AS. Jumlah perdagangan kedua negara selama tahun 2009 mencapai 11,4 miliar dollar AS.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak seluruh masyarakat agar tidak melakukan tindakan yang berlebihan seperti aksi kekerasan dalam menyikapi masalah hubungan antara Indonesia dan Malaysia.
Menurut Presiden, kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah, namun menambah masalah. "Kekerasan sering memicu terjadinya kekerasan lain. Harapan untuk selesaikan masalah ini dengan serius dan tepat tanpa aksi yang destruktif juga saya terima dari rakyat Indonesia yang saat ini berada di Malaysia," kata Presiden di Markas Besar TNI di Cilangkap.
Presiden mengaku bisa merasakan keprihatinan, kepedulian, bahkan emosi masyarakat terkait insiden penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh Polisi Diraja Malaysia. Presiden berjanji akan menuntaskan kasus itu.
"Indonesia akan terus dorong Malaysia untuk benar selesaikan perundingan batas wilayah yang sering memicu insiden dan ketegangan. Dengan dapat dicegahnya ketegangan, saya yakin persahabatan dan hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia akan berkembang lebih pesat," kata Presiden.
Dalam pidatonya, Presiden kembali menegaskan bahwa pemerintah telah menangani insiden itu dengan cepat.
"Saya langsung beri berbagai instruksi. Pertama saya minta tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan segera dikembalikan dalam keadaan selamat. Kedua saya memerintahkan usut tuntas apa yang terjadi dalam insiden itu. Segera setelah itu, Menko Polhukam dan Mentri Luar Negeri lakukan tindakan cepat untuk tangani insiden itu," kata dia.
Presiden mengatakan, "Terhadap insiden ini kita semua prihatin. Saya ingin masalah ini diselesaikan secara tuntas dengan mengutamakan langkah-langkah diplomasi. Saya ingin mengatakan bahwa sejak terjadinya kasus ini pemerintah telah bertindak, sistem pun telah bekerja."
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menyampaikan pernyataan sikap terkait krisis hubungan Indonesia dan Malaysia. Pidato itu disampaikan di Mabes TNI Cilangkap, Rabu malam, 1 September 2010.
Pidato yang disampaikan presiden menuai tanggapan. Wakil Ketua Dewan Pakar PPP Lukman Hakiem mengatakan, meski setuju dengan penyelesaian damai krisis RI-Malaysia, namun sinyal tegas harus diberikan SBY.
"Kalau substansinya seperti itu kenapa harus presiden yang pidato, kan cukup disampaikan oleh menteri," kata dia.
"Dengan substansi pidato seperti itu, sinyal yang ditangkap Malaysia, ternyata Indonesia takut," tambah dia.
Kata Lukman, sangat disayangkan, SBY telah melepas momentum secara percuma, untuk menegaskan sikap RI pada negeri jiran.
Dalam pidato tadi malam, SBY menyatakan prihatin atas insiden di seputar perairan Pulau Bintan tanggal 13 Agustus 2010 yang lalu.
"Saya ingin agar masalah ini segera di selesaikan secara tuntas, dengan mengutamakan langkah-langkah diplomasi," ujar Presiden Yudhoyono.
Meski demikian, tambah Presiden, kita tidak bisa mengkompromikan kepentingan nasional, apalagi jika menyangkut kedaulatan dan keutuhan NKRI.
Begitu juga dengan Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana ikut kecewa dengan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait memanasnya hubungan Indonesia dengan Malaysia.
Hikmahanto menilai meski Indonesia dan Malaysia negara sahabat, semestinya SBY bisa menunjukkan sikap tegas terkait penangkapan tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan oleh polisi Malaysia di perairan Bintan.
"Sebagai sahabat kita juga punya hak untuk bersikap tegas kepada sahabat kita. Bersahabat bukan berarti kita harus luluh," kata Hikmahanto.
Dia menambahkan, pidato SBY yang disampaikan tadi malam di Markas TNI, Cilangkap, Jakarta malah menunjukkan posisi Indonesia yang lebih lemah (inferior) dibanding Malaysia. "Seolah-olah Indonesia sangat bergantung pada Malaysia. Sehingga kalau misalnya hubungan itu buruk yang dirugikan itu Indonesia, harusnya tidak seperti itu," sambungnya.
Dalam pengantar pidatonya SBY menjelaskan eratnya hubungan dengan Malaysia. Pertama, Indonesia dan Malaysia punya hubungan sejarah, budaya dan kekerabatan yang sangat erat.
Yudhoyono juga sempat menyinggung keberadaan 2 juta tenaga kerja Indonesia di Malaysia termasuk belasan ribu pelajar Indonesia di negeri Jiran itu. Kendati begitu Yudhoyono tidak memungkiri eratnya hubungan itu juga tidak bebas dari sejumlah persoalan.
"Namun, hubungan yang khusus ini juga sangat kompleks. Hubungan ini tidak bebas dari masalah dan tantangan. Ada semacam dalil diplomasi, bahwa semakin dekat dan erat hubungan dua negara, semakin banyak masalah yang dihadapi," ujar SBY. (Suaramedia.com)