Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan Indonesia akan mempercepat jadwal perundingan mengenai perbatasan dengan beberapa negara, termasuk Malaysia.
"Kami terima kemarin sebelum diumumkan oleh Presiden, tentang perlunya kita mempercepat atau meningkatkan tempo perundingan dengan Malaysia dan negara lain," kata Menlu seusai acara Pengukuhan Duta Belia 2010 di Kemlu, Senin.
Ia menjelaskan bahwa pekan lalu sudah menghubungi Menlu Malaysia untuk menunjukkan tekad untuk membentuk Komisi Menteri Bersama (Joint Ministrial Commission), yang sebelumnya pada September hingga November.
Pemerintah Indonesia telah menawarkan satu tanggal yang konkret tetapi masih belum mendapat jawaban dari Malaysia, tambahnya.
Meski tanggal pasti perundingan dengan Malaysia belum ditentukan, Menlu memaparkan bahwa dalam satu-dua bulan ke depan akan ada pembahasan lebih mendalam tentang perbatasan dengan sejumlah negara.
"Kita akan tukar menukar instrumen ratifikasi mengenai perbatasan dengan Singapura pada 30 Agustus, Thailand 1-2 September, kemudian Vietnam, Filipina dan Palau dalam satu - dua bulan ke depan," jelas Menlu.
Pada Minggu malam, dalam acara buka puasa dengan partai Demokrat, Presiden memberi instruksi dan arahan agar proses perundingan dengan negara yang berbatasan dengan Indonesia, termasuk Malaysia, dipercepat.
Marty menjelaskan (18/8) bahwa Malaysia belum siap karena masih belum menyelesaikan masalah batas laut yang tidak berjauhan dengan Singapura.
Percepatan perundingan perbatasan ini terkait dengan insiden yang terjadi pada 13 Agustus lalu, saat polisi Malaysia menahan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI. Kapal Malaysia mencegat kapal patroli Indonesia saat sedang mengawal perahu Malaysia yang tertangkap mengambil ikan di perairan Indonesia.
Kapal patroli Malaysia menangkap ketiga petugas kelautan Indonesia karena Indonesia menolak melepas kapal Malaysia beserta tujuh orang krunya.
Pada 17 Agustus, pihak Malaysia melepas tiga petugas Indonesia, sementara pihak berwajib Indonesia juga mendeportasi tujuh nelayan Malaysia yang tertangkap oleh ketiga petugas KKP tersebut.
Sebelumnya, kebijakan penukaran tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dengan tujuh nelayan Malaysia sudah tepat dalam konteks memelihara hubungan baik kedua negara.
Dalam pergaulan internasional kedua belah pihak, kata pakar hukum internasional dari Universitas Islam Indonesia (UII) Djawahir Tantowi, sama-sama tidak dipermalukan. “Ini solusi yang cukup moderat,” ujarnya di Jakarta, Senin (23/8/2010).
Djawahir memahami protes dari sejumlah aktivis di Tanah Air atas kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pihak-pihak yang tidak sepakat atas kebijakan ini menuntut agar Indonesia mendesak Malaysia minta maaf atau membawa persoalan ini ke ranah Mahkamah Internasional.
Bahkan para legislator di Senayan dalam pekan ini akan memanggil Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri KKP Fadel Muhammad untuk menjelaskan insiden di Bintan, Riau pada 13 Agustus lalu serta penyelesaiannya.
“Tapi jangan lupa kepentingan Indonesia untuk melakukan request-request ke Malaysia. Baik dalam persoalan TKI maupun WNI yang akan dihukum mati. Kenapa solusi ini diambil? Karena posisi diplomatik kita lemah,” ujarnya.
Menurut Djawahir, sengketa kemarin masuk dalam kategori sangat sensitif, sehingga penyelesaian secara adat merupakan solusi terbaik. Pendekatan budaya semacam ini, menurut dia, seringkali sangat efektif dalam menyelesaikan konflik antar negara.
“Demi memelihara hubungan baik yang mengutamakan kemaslahatan bersama, ketimbang menyelesaikan terlalu formal tapi menimbulkan dampak negatif bagi kedua pihak, jadi kebijakan presiden kemarin merupakan solusi pragmatis,” tandasnya.
Sementara itu, Menlu Marty Natalegawa menolak dikatakan terlalu lembek dalam diplomasi menghadapi Malaysia. Marty mengaku hanya bisa bekerja keras dalam menyelesaikan masalah itu.
"Saya hanya bisa bekerja keras untuk menyelesaikan masalah-masalah itu," ujar Marty usai pengukuhan Duta Belia di Gedung Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Jl Pejambon, Jakarta Pusat.
Marty mengaku, tidak mengetahui penilaian lemah atau tidaknya diplomasi yang dia jalani dalam kasus penangkapan petugas DKP Kepri oleh Malaysia.
"Begini ya, saya tidak tahu bagaimana kita mendefinisikan lemah atau tidak," imbuh dia.
Sebelumnya, Minggu (22/8/2010), Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan menilai Marty terlalu lembek dalam aksi diplomasi, terutama menghadapi Malaysia. Akibat lembeknya diplomasi Indonesia, Malaysia seringkali meremehkan Indonesia.
"Kualitas diplomasinya terlalu lembek. Hubungan diplomasi antara Indonesia dengan Malaysia ini terlalu lembek. Oleh karena itu kami meminta Presiden mengevaluasi kinerja Menlu," kata Taufik. (Suaramedia.com)