KABUL – Pertempuran besar di Kandahar akan menguji kemampuan tempur dasar para prajurit dengan menggabungkan taktik yang dipelajari dari parit-parit di Perang Dunia I, pertempuran jarak dekat di Perang Dunia II, perang di hutan di Vietnam, dan perang di wilayah kota seperti di Irak.
Pertempuran yang diperkirakan menjadi pertempuran terberat adalah di sepanjang lubang galian dangkal di Provinsi Kandahar, di dekat Sungai Arghendab. Tujuannya adalah menyingkirkan Taliban dari pusat komando dan markasnya, dengan demikian memotong bagian selatan negara tersebut menjadi dua, memutus jalur komunikasi dan transportasi Taliban antara Provinsi Helmand dan kota Kandahar.
Guna menyelesaikan itu, sebanyak 30.000 hingga 35.000 prajurit AS, Afghanistan, dan internasional dimobilisasi Kandahar akan dibanjiri polisi militer AS dan Afghanistan, 16 pos penjagaan telah didirikan di sekitar kota tersebut, kamera pengintai juga telah dipasang.
Markas Taliban di distrik Arghendab, Zhari, dan Panjway akan menarik perhatian khusus. Distrik tersebut terbentang dari utara hingga barat daya kota Kandahar.
Sungai tersebut terbelah. Di sisi selatan, pasukan AS, Kanada, dan Afghanistan bisa bergerak bebas dan memulai proses panjang dan memulai proses membangun pengelolaan pemerintahan yang baik dengan cara bekerja sama dengan warga setempat dan pemerintah distrik dan provinsi. Di sisi utara, Taliban berkuasa.
Sengaray, kota terbesar distrik Zhari yang berpenduduk 10.000 jiwa terletak sekitar 15 mil sebelah barat kota Kandahar. Pasukan Alpha dan Delta dari Brigade Pertama, Resimen Infanteri, Brigade Kedua Divisi Airborne 101 telah mendarat di lokasi dalam waktu kurang dari dua bulan dan sudah terlibat pertempuran.
Kopral Satu Kenneth Kimbley asal Livington, Texas, yang baru berumur 20 tahun sudah menjalani misi tempurnya yang kedua. Ia mengatakan di kawasan selatan, kehadiran para prajurit kurang dapat diterima.
"Mereka tidak begitu ramah," kata Kimbley dalam logat Texas yang kental. "Anak-anak selalu melempari kami dengan batu saat kami berpatroli, sementara yang dewasa melemparkan granat ke arah kami."
Granat yang dilemparkan dari jarak dekat telah menjadi senjata terbaru yang dipilih gerilyawan. Dalam dua pekan terakhir, lebih dari selusin granat nanas dilemparkan ke arah patroli AS di jalanan kota Sengaray yang berliku layaknya labirin.
Puluhan prajurit cedera, setengahnya mengalami luka parah yang menyebabkan mereka tidak bisa melanjutkan perang dan dipulangkan.
Dalam pertempuran terbaru, para prajurit dari Alpha Company bertempur jarak dekat dengan Taliban. Demikian dekatnya hingga kedua kubu bisa saling melempar granat. Beberapa orang pejuang tewas namun tidak ada anggota pasukan Alpha yang terluka, menurut situs berita abcnews.go.com.
Pertempuran Kandahar diwaspadai, tidak seperti serangan habis-habisan seperti yang dilancarkan pasukan Marinir di Provinsi Hemland dan Marjah pada bulan Februari.
Di Sengaray, para prajurit masih meraba-raba kawasan operasi yang baru, dan sudah terjadi pertempuran pada tahapan awal pertempuran yang panjang dan rumit.
Contoh sulitnya prajurit asing dalam memerangi gerilyawan adalah misi pasukan Delta. Para prajurit melaksanakan semacam sensus dalam kelompok-kelompok kecil di timur Sengaray. Para prajurit mencatat data diri para pemilik tanah dan penduduk dan siapa saja yang tinggal di rumah mereka, masing-masing penduduk juga dipotret untuk menyusun arsip siapa saja yang tinggal di distrik Zhari.
"Coba terangkan siapa Anda dan apa yang Anda kerjakan hari ini?" tanya Patterson. "Kami unit pasukan baru di sini dan hanya berusaha melihat-lihat sekitar dan mengenal penduduk setempat."
Pria tersebut tidak yakin. Saat Patterson bertanya apakah prajurit Afghanistan boleh melihat ke dalam rumah, ia menjawab, "Apa yang kalian cari?"
Patterson mencoba meyakinkannya dan mengatakan bahwa mereka hanya ingin "mengamankan" area sekitar. Terkejut, pria itu menjawab, "Di sini sudah aman."
Kapten Lorne Grier, komandan Delta Company, mengakui adanya risiko dalam pengumpulan data, namun ia mengatakan keuntungan yang didapat setimpal.
"Jika kami sudah mengenal populasi di sini," katanya, "maka, saat kami melihat ada orang asing di kawasan ini kami bisa tahu dan menanyainya."
Keadaan geografis di Afghanistan mungkin menjadi musuh terbesar. Hanya dalam jarak beberapa ratus meter, para prajurit sudah berpindah dari gurun berbatu ke kawasan perkotaan yang amat padat, dan, akhirnya, hutan yang lembap dan basah.
Prajurit Satu Joseph Snyder asal Pittsburgh tidak memperkirakan akan berhadapan dengan keadaan daerah semacam itu.
"(Lingkungannya) keras," katanya setelah satu hari mengejar para gerilyawan pelempar granat. "(Saya) ditembaki saat melalui kebun dan memanjat tembok," katanya.
AS memang bisa memanfaatkan kecanggihan teknologi. Ada banyak kamera yang dipasang di menara-menara, balon-balon, dan ada sejumlah drone dan pesawat yang mengawasi Taliban siang dan malam.
Meski memiliki keuntungan dalam bidang teknologi, pasukan AS dan Afghanitan harus menapakkan kaki di kawasan Sungai Arghendab untuk bisa membalikkan keadaan melawan Taliban dan mendapatkan dukungan warga.
Ketika ditanya apakah ada keraguan AS bisa melakukan yang gagal dilakukan Uni Soviet pada 1980-an, Letkol Johnny K. Davis dengan percaya diri mengatakan: "Tidak ada keraguan, kami akan mengatasi Taliban dan 'mengembalikan' kawasan ini kepada rakyat."
Tapi, bahkan jika AS mengalahkan Taliban, bukan berarti bahwa pemerintah Afghanistan bisa begitu saja masuk dan mengisi kekosongan kekuasaan. Saat ini, pengaruh pemerintah Afghanistan di provinsi tersebut amat kecul. Hanya 200 dari 600 jabatan pemerintahan yang terisi. Di atas itu, kemampuan pemerintah berkuasa di kawasan yang belum pernah dikuasainya dipertanyakan. Misalnya saja, Karim Jan, gubernur distrik di Provinsi Zhari, hanya punya satu orang staf.
Perkembangan satuan kepolisian di kawasan itu tidak berimbang. Di beberapa wilayah, polisi amat disiplin dan profesional. Di kawasan lain, penggunaan obat terlarang begitu merajalela, dan polisi tampaknya mudah tergiur korupsi.
Seorang polisi yang meminta namanya dirahasiakan mengatakan komandannya selalu menyunat setengah gaji bulanan para polisi. Ia mengeluh karena setelah dikorupsi, pendapatannya bahkan tidak cukup untuk membeli rokok dan minuman bersoda setiap bulan.
Sejauh ini, performa pasukan Afghanistan tidak sama. Unit-unit tempur Afghanistan ditugaskan, atau dipasangkan dengan unit AS berukuran sama dalam program pelatihan.
Masalahnya, banyak unit pasukan Afghanistan tidak mau diajari. Mereka lebih suka jika militer AS mendukung mereka dengan memberikan akomodasi, makanan, air, dan suplai, serta membiarkan mereka memerangi Taliban dengan cara mereka sendiri.
Meski banyak yang cepat menarik pelatuk senjata dan menikmati pertempuran, mereka tidak begitu peduli dengan pelatihan. Kandak (bahasa Pashto untuk menyebut batalion) yang ditugaskan bersama Alpha Company harus ditarik dari lapangan untuk dilatih lagi. (suaramedia)