KAIRO – Kampanye konvoi bantuan kemanusiaan Mesir untuk membongkar blokade Jalur Gaza dipimpin oleh sejumlah anggota parlemen dengan nama Karavan Kebebasan Mesir 2, setelah konvoi pertama dilarang memasuki Gaza.
Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) mengecam pemerintah Mesir. "Keras kepalanya otoritas Mesir yang tidak membiarkan para aktivis politik memberikan solidaritas kepada rakyat Gaza dan membuka perlintasan Rafah. Tindakan ini membuat kami mantap dan berjuang membongkar pengepungan."
Dalam sebuah pernyataan, CPJ menyebutkan bahwa pergi ke Rafah adalah hak setiap warga Mesir. CPJ menambahkan upaya menghalang-halangi akses ke Rafah adalah pelanggaran hukum, konstitusi, dan kehendak politik Mesir. Hal itu juga merupakan permainan untuk mendukung Israel."
Para anggota parlemen turut serta dalam konvoi kebebasan, yang mengikutsertakan sembilan orang perwakilan rakyat dan menuju perlintasan Rafah, bersama dengan sejumlah truk berisikan besi dan semen yang dibutuhkan warga Palestina membangun kembali rumah-rumah yang dihancurkan mesin perang Zionis.
Dr. Hazem Farouk, salah satu anggota parlemen yang turut ambil bagian dalam konvoi perdamaian mengatakan aparat keamanan melakukan tindakan yang tidak bertanggung jawab dan mengejar truk-truk yang turut konvoi.
Ia mengatakan tindakan aparat bahkan mungkin lebih buruk dari pengedar obat terlarang dan kriminal karena mereka mengintimidasi para pengemudi truk dan menyita surat izin mengemudi mereka.
Para perwakilan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan menyampaikan pesan kepada rakyat Palestina yang terpenjaa bahwa masyarakat Mesir dari semua lapisan mendukung saudaranya yang terpenjara.
Anggota parlemen Saad Abboud menekankan perlunya membongkar blokade Jalur Gaza. Ia menekankan pembantaian yang terjadi terhadap armada kapal bantuan kemanusiaan di Laut Meditrania merupakan titik puncak. Ia menyerukan perlunya memerdekakan masyarakat Palestina dari penjajahan Zionis.
Dr. Mohammed Beltagui, juru bicara konvoi tersebut mengatakan konvoi beralih dari transfer bantuan menjadi upaya membongkar blokade setelah pasukan keamanan merampas truk bantuan untuk rakyat Gaza.
Beltagui menambahkan, setelah keluar keputusan Presiden Mubarak untuk membuka perlintasan Rafah, masih belum ada bantuan yang masuk ke Gaza. Perlintasan itu hanya memperbolehkan individu lewat.
Ia menambahkan, penjaga perlintasan tidak memperkenankan makanan, obat-obatan dan bantuan kemanusiaan dan Perkumpulan Farmasi Alexandria lewat.
Setelah mengumumkan pembelian kapal muatan baru di Irlandia pada awal April lalu, gerakan pembebasan Gaza menerima pesan dukungan dari anggota legislatif Palestina, Jamal El-Khoudary.
Israel ternyata tidak hanya menghabisi dan menganiaya para aktivis pembawa bantuan kemanusiaan di atas kapal-kapal yang tergabung dalam armada Freedom Flotilla, tetapi Israel juga merampok mereka.
Para aktivis Freedom Flotilla Gaza mengatakan uang mereka dirampok, segala perlengkapan yang mereka bawa juga tidak luput dari penyitaan Israel setelah kapal yang mereka tumpangi mendapat serbuan mematikan pada tanggal 31 Mei.
Menurut para aktivis yang selamat dari pembantaian, mereka dirampok oleh komando Marinir Israel. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya diperkirakan mencapai $3,5 juta dalam bentuk uang tunai dan berbagai barang lainnya.
Ratusan orang aktivis melaporkan kehilangan uang tunai, laptop, telepon seluler, dan pakaian setelah dibebaskan Israel.
Militer Israel menyerang Freedom Flotilla di perairan internasional di Laut Mediterania, menewaskan setidaknya 20 aktivis perdamaian, termasuk sembilan warga negara Turki di atas kapal M.V. Mavi Marmara dan melukai sekitar 50 orang lainnya yang turut ambil bagian dalam konvoi enam kapal tersebut.
Israel juga menangkap dan kemudian membebaskan hampir 700 orang aktivis dari 42 negara yang naik di atas kapal-kapal bantuan kemanusiaan yang mencoba membongkar blokade Gaza dan mengirimkan 10.000 ton bantuan kemanusiaan kepada para penduduk Jalur Gaza yang miskin. (suaramedia)