Sejumlah sumber mengatakan perekonomian Israel terguncang akibat penutupan pasar Turki untuk Israel setelah peristiwa pembantaian armada bantuan kemanusiaan menuju Gaza beberapa waktu lalu.
Menurut sejumlah pakar, Kementerian Keuangan Israel kehilangan nyaris setengah miliar dolar AS karena ditutupnya pasar Turki untuk Israel.
Pembantaian yang dilakukan pasukan Marinir Israel di atas kapal Turki memicu kecaman internasional dan mengakibatkan hubungan dengan Turki mencapai titik terendah, terlihat dari pemasaran produk dan perlengkapan militer Israel di kawasan tersebut.
Pada 18 Juni lalu, Turki dilaporkan telah membekukan setidaknya 16 kesepakatan jual beli senjata dengan Israel, yang nilainya diperkirakan mencapai $56 miliar, termasuk proyek peluru kendali dan perbaikan pesawat tempur serta tank.
Surat kabar Turki Today’s Zaman melaporkan bahwa kontrak tersebut ditangguhkan setelah pemerintah Israel menolak meminta maaf atas pembantaian sembilan aktivis Turki pada 31 Mei lalu, saat pasukan komando Marinir Israel menyerbu kapal Mavi Marmara, kapal bantuan kemanusiaan berbendera Turki yang berusaha menembus blokade Jalur Gaza.
Hubungan Israel dan Turki, yang dulu merupakan mitra dekat, memburuk sejak Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan mengecam invasi Israel ke Jalur Gaza yang dikuasai Hamas pada 27 Desember 2008.
Harian Israel Haaretz mengutip ucapan sejumlah sumber dalam Kementerian Pertahanan yang menyebutkan bahwa mungkin hanya tinggal menunggu waktu sebelum Ankara membekukan seluruh kesepakatan pertahanan dengan Israel.
Haaretz menyebutkan, 16 proyek yang dibekukan termasuk kontrak senilai $5 miliar untuk mendatangkan 1.000 tank tempur Merkava Mark III yang dirancang industri militer Israel, pasukan Israel menggunakan jenis Merkava Mark IV, peningkatan kemampuan tank M-60 Turki senilai $50 juta, pembelian dua pesawat patroli Israel, dan sebuah jet sistem peringatan dan kontrol udara.
Turki juga sebelumnya merencanakan upgrade 54 pesawat tempur McConnell Douglas F-4E Phantom menjadi standar Phantom 2020 senilai $625,5 juta, dan juga program upgrade 48 pesawat pengebom Northtrop 87 F-5/F-5B senilai $75 juta.
Pada Oktober 2009, Turki membatalkan keikutsertaan Israel dalam latihan udara NATO. Turki mengeluhkan terhentinya pengiriman enam dari 10 pesawat tanpa awak Heron yang dipesan militer Turki dalam kontrak senilai $185 juta pada tahun 2005.
April lalu, Jane’s Defense Weekly memberitakan bahwa Kementerian Pertahanan Israel membekukan penjualan perlengkapan militer canggih kepada Turki karena semakin meningkatnya retorika anti-Israel dari pemerintahan Erdogan.
Di sisi lain, Israel juga khawatir dengan tren mata uang euro yang terus mengalami penurunan. Sejak Januari nilai euro menurun 13,50 persen terhadap shekel, sementara ekspor Israel ke Uni Eropa merupakan sepertiga penjualan Israel ke luar negeri, kata para analis.
Menteri Keuangan Israel Yuval Steinitz menyatakan, “Sudah jelas bahwa krisis di Eropa dan devaluasi nilai mata uang euro akan memengaruhi perekonomian kita, khususnya dalam sektor ekspor akibat menurunnya jumlah permintaan.”
Steinitz menambahkan kebijakan penghematan fiskal yang diterapkan oleh Irlandia, Perancis, Spanyol, dan Portugal “akan mengakibatkan penurunan gaji dalam sektor publik tidak lama lagi, dan akan memengaruhi sektor swasta serta mengakibatkan penurunan konsumsi dan impor.”
Sang menteri mengungkapkan bahwa tingkat gaji di Eropa bisa jadi mengalami penurunan antara 15 hinga 30 persen jika dibandingkan dengan gaji di Israel, hal itu akan membuat produk-produk Israel kurang mampu bersaing.
Jajak pendapat yang dilakukan baru-baru ini mengungkapkan adanya pesimisme, karena para analis memprediksikan nilai euro akan terus mengalami penurunan terhadap shekel hingga akhir tahun nanti.
Krisis tersebut bisa mengakibatkan naiknya tingkat pengangguran tenaga kerja produktif sebesar 0,7 hingga 8 persen di Turki dan Eropa. Itu berarti 20.000 pemutusan hubungan kerja.
Menurut perkiraan terbaru dari Kementerian Keuangan, pertumbuhan nilai Produk Domestik Bruto pada 2010 mungkin tidak akan melebihi 2,7 persen, turun dari perkiraan sebelumnya yang mencapai 3,7 persen.(suaramedia)
