Palang Merah Internasional pada Rabu (26/5) waktu setempat mengatakan pihaknya akan terus memberikan pelatihan pertolongan pertama dan perlengkapannya kepada para pejuang Taliban di Afghanistan, meski memicu banjir surat elektronik bernada marah dari beberapa penjuru dunia, dan mendapat kritikan dari seorang pejabat Afghanistan ketika praktik tersebut dipublikasikan.
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) melatih lebih dari 70 anggota kelompok oposisi bersenjata bulan lalu, bersama dengan lebih dari 100 polisi dan warga sipil Afghanistan, termasuk sopir taksi. Materi latihan yang diberikan adalah pertolongan pertama.
Kursus tersebut dimulai pada tahun 2006, dan organisasi netral tersebut akan melanjutkannya selama masih dibutuhkan, kata juru bicara Palang Merah, Christian Cardon.
“Itu adalah inti dari mandat ICRDC, memastikan bahwa orang-orang tetap disembuhkan, tidak peduli dari kubu mana pun mereka berasal,” katanya kepada kantor berita Associated Press.
Surat kabar Guardian Inggris pada edisi Selasa mengutip ucapan seorang pejabat pemeritahan Kandahar yang tidak disebutkan namanya. Ia mengkritik bantuan pertolongan pertama tersebut dan mengatakan, “Taliban tidak pantas diperlakukan seperti manusia.”
Cardon mengatakan Palang Merah juga menerima banyak email bernada marah dari berbagai penjuru dunia menanggapi artikel tersebut. Tapi, ia berkeras bahwa di Afghanistan, sebagian besar pejabat mengerti dan menerima sejara organisasi itu selama 151 tahun merawat semua korban luka dalam perang, tanpa memandang latar belakang atau keterkaitan.
Cardon mencontohkan rumah sakit ortopedi Palang Merah di Kabul. Di rumah sakit tersebut orang yang diamputasi dipasangkan organ buatan.
“Kami tidak pernam mencari tahu latar belakang orang-orang yang datang,” katanya. “Seperti inilah cara kami bekerja di Afghanistan dan di seluruh dunia.”
Mengenai pelatihan anggota Taliban dan pemberian kotak P3K kepada mereka, Cardon mengatakan perjalanan ke rumah sakit di Afghanistan yang masih berfungsi penuh biasanya sulit atau nyaris mustahil, itu berarti bantuan dasar pertama bisa menyelamatkan nyawa ketika tidak ada bantuan medis.
Ia menambahkan, kursus selama tiga hari tersebut juga merupakan kesempatan untuk menunjukkan pentingnya para peserta mematuhi Konvensi Jenewa yang mengatur mengenai etika peperangan.
Konvensi tersebut juga menjadi alasan mengapa helikopter medis AS menyelamatkan para gerilyawan berikut prajurit AS dan NATO ketika dipanggil ke medan tempur di Irak dan Afghanistan untuk mengangkut yang terluka dan membawa mereka ke rumah sakit lapangan.
Kursus pertolongan pertama Palang Merah juga pernah dihelat di Gaza untuk para anggota gerakan Hamas dan sejumlah kelompok Palestina lainnya, kata Cardon.
Andrea Bianchi, seorang profesor hukum internasional di Institut Kelulusan Jenewa, mengatakan Palang Merah tidak berkewajiban memberikan pelatihan dan kotak perlengkapan medis kepada Taliban, tapi tampaknya mereka memilih melakukan itu dengan alasan kepraktisan.
“Beroperasi di Afghanistan sangat sulit,” katanya. “Ketika mendengar ICRC mungkin menawarkan kotak P3K, sejujurnya saya tidak merasa terkejut.”
“Mereka tetap berpegang pada gagasan bahwa mereka tidak memihak dan netral, yang berarti bahwa mereka harus memberikan bantuan dalam bentuk apa pun yang bisa diterima untuk membantu orang yang terluka,” kata Bianchi. “Netralitas artinya tidak boleh memihak, siapa pun yang benar dan siapa pun yang salah.”
Cardon, juru bicara Red Cross di Jenewa, mengatakan kritikan tersebut mengingatkan pada masa-masa setelah 11 September 2001, ketika Palang Merah dihujani pesan bernada marah karena mengunjungi para tahanan di Teluk Guantanamo.
“Jika para pejabat Afghanistan mengeluh kepada Palang Merah mengenai pelatihan pertolongan pertama untuk Taliban, kami akan menemui mereka dan menjelaskan bahwa inilah cara kerja kami dan seperti inilah cara yang akan selalu kami lakukan,” katanya.
“Kami cukup yakin bahwa (laporan) itu tidak akan memengaruhi operasi kami,” pungkasnya.
sumber: suaramedia