FAISALABAD – Mohammad Rafiq telah bekerja di pabriktenun selama 35 tahun, mengurus alat tenun yang mengubah benang menjadi kain katun. Namun, pemadaman listrik dalam waktu lama seringkali membuat dia dan rekan-rekan kerjanya tidak mengerjakan apa-apa dan kehilangan pendapatan.
Pemadaman selama 18 jam lebih setiap hari adalah ancaman terhadap kredibilitas pemerintah di tengah tekanan AS untuk meningkatkan perlawanan terhadap Taliban dan Al Qaeda. Mengingat bahwa perekonomian yang buruk bisa berarti lebih banyak rekrutmen ke pihak militan, Washington menjanjikan satu milyar dolar untuk memperbaiki pasokan listrik, termasuk memperbarui pembangkit tenaga air dan panas serta memodernisasi distribusi.
“Jika semuanya tidak membaik, saya takut akan kehilangan pekerjaan dan pemilik akan menutup pabrik,” ujar Rafiq, 52, tampak putus asa. “Saya tidak akan punya masa depan.”
Krisis itu diperkirakan sebesar 4,000 megawatt, seperempat dari kapasitas maksimum, dan praktis tidak satu pun orang di negara itu yang bisa menghindari pemadaman. Pemadaman itu mengganggu hari kerja, mematikan kipas angin dan AC. Warga kota seringkali pulang ke rumah dalam keadaan gelap, tidak bisa menonton pertandingan kriket di TV atau meminum minuman dingin. Pemadaman bahkan lebih buruk lagi di desa-desa.
Musim panas, ketika suhu bisa mencapai 50 derajat celsius, baru dimulai dan unjuk rasa memprotes pemadaman telah menarik ratusan orang. Beberapa berubah menjadi kekerasan, menghancurkan mobil-mobil dan properti.
Pasar yang tetap buka hingga tengah malam harus tutup pada pukul delapan malam di bawah program konservasi pemerintah yang juga telah membatasi acara resepsi pernikahan hingga tengah malam, yang menjadi tradisi di sana.
Semuanya akan segera membaik ketika pembangkit listrik baru siap beroperasi, janji Tahir Basharat Cheema, direktur pengelola Pakistan Electric Power Co., tapi tidak mencari-cari alasan untuk kegagalan perusahaan yang dijalankan pemerintah itu.
“Saya akan sangat jujur, listrik harus tersedia dan harus tersedia setiap saat,” ujarnya. “Saya minta maaf pada masyarakat karena orang-orang seperti kamilah yang kehilangan kesempatan, yang belum benar-benar melakukan tugasnya pada waktu yang tepat.”
Krisis listrik itu dimulai 10 tahun lalu dengan meningkatnya belanja konsumen atas produk-produk rumah tangga yang menaikkan pemakaian listrik hingga 15% di tahun 2007. Hal itu mengungkap masalah tersembunyi dari pasokan listrik – sistem transmisi yang ketinggalan jaman, pencurian listrik yang meluas, korupsi dan perselisihan internal birokratis yang menghambat proyek pembangkit listrik, dan bahkan catatan usang yang membuat banyak tagihan tertunggak.
Pemadaman itu terutama menyakitkan di kota-kota industri seperti Faisalabad, pusat industri tekstil Pakistan, yang membentuk 40% dari lapangan kerja di pabrik-pabrik. Garmen dan tekstil mencapai separuh dari ekspor negara.
Delapan belas bulan yang lalu, Pakistan Institute of Development Economics menyurvei 400 pabrik Punjab dan mengatakan bahwa pemadaman telah menurunkan hasil industri hingga 25%. Sejak saat itu, situasi semakin buruk.
“Ini adalah satu-satunya pekerjaan yang saya bisa. Jika pabrik ini ditutup saya akan menjadi pengangguran,” ujar Mohammed Yunus, 24. Dia telah bekerja sejak usia 14 tahun untuk membantu orangtua dan kesepuluh saudaranya. “Apalagi yang bisa saya lakukan selain menjadi perampok dan pencuri?”
Rafiq, ayah dari enam orang anak, menerima upah 1.5 sen untuk setiap meter pakaian yang diproduksi, membawa pulang 30 dolar setiap minggunya, jika listrik menyala. Akhir-akhir ini, keluarganya harus mengurangi makanan dan dia telah berhutang kesana kemari untuk membeli hal-hal penting seperti tepung dan gula.
Semuanya sedikit membaik dalam dua minggu terakhir ini, dengan hanya empat hingga enam jam pemadaman tiap harinya, “tapi sebelum itu kami hampir saja kelaparan,” ujarnya.
Cheema, kepala perusahaan listrik, mengatakan bahwa pembangkit listrik yang baru akan menyediakan 3,400 megawatt. Pemerintah juga telah menyetujui proyek pembangkit air jangka panjang.
Dia memperkirakan enam jam pemadaman tiap harinya di sebagian besar kota dan delapan jam di desa-desa pada musim panas ini. “Tapi perbedaannya adalah industri kami akan terus memiliki pasokan dalam masa-masa ini. Ini adalah perubahan dari tahun lalu.”
Itu akan menjadi berita yang disambut hangat bagi Waheed Raamay, ketua Dewan Pemilik Mesin Tenun Faisalabad, meskipun dia masih tetap pesimis. “Saya rasa masalah ini akan berlanjut dan industri akan terus menderita. Kami berbicara pada para buruh dan mereka sangat frustrasi,” ujarnya. “Pada akhirnya saya rasa revolusi akan terjadi di Pakistan.”(suaramedia)